TUJUH

35 9 0
                                    

Kami bertiga berjalan menuju rumah Songa, melewati hutan lebat yang gelap hanya dengan berbekal obor yang dibawa Songa untuk penerangan. Kuakui, aku cukup takut.. jadi aku berjalan sambil menggenggam tangan abang kuat kuat.

"Kita sampai." kata Songa

"Lilin yang didalam rumah kenapa menyala?." tanyaku

"Sudah kubilang kalau ada yang datang."

"Lilin? kamu belum pakai lampu?." tanya abang. Songa mengabaikannya

"Mari masuk." ajak songa sambil mematikan obor yang dibawanya

Kami pun menaiki tangga untuk masuk kerumah Songa. Ku edarkan pandanganku kekiri dan kanan, tak ada siapapun.

"Disini gaada siapa siapa." kataku

SHHH..

Angin malam yang berhembus kencang memadamkan setiap lilin yang menyala. Disini pun gelap seketika

"Dimana dia?." ucap songa perlahan

"Lho? kok kamu gak tahu? kamu kan yang bawa saya sama adik saya kesini!."

"Abang, tenang..." ucapku sambil berusaha menenangkan abang. ia memang selalu gegabah jika merasa takut




NGIIIIKK... DREK. NGIIIIKKK...DREK




"Suara apa tuh?!." kata abang

"Diam." kata Songa. ia pun mengambil tombak yang ada di sudut ruangan sambil berjalan perlahan

Suara itu datang dari bagian belakang rumah. Aku dan abang hanya bisa diam dan berdoa semoga tak terjadi apa apa.

Seorang wanita tua berkulit hitam dan berambut panjang menjuntai berdiri beberapa langkah didepan Songa. rupanya suara yang aneh tersebut berasal dari pakaiannya yang terseret.


"Akhirnya ko datang juga."

*

Kami berempat pun duduk membentuk lingkaran dan saling berhadapan. wanita tua yang menyeramkan itu rupanya adalah juru kunci hutan, Daeng mina. Kulitnya coklat, giginya hitam, rambutnya panjang hingga mata kaki dan terlihat berantakan, jari jemarinya hitam, sama seperti kukunya. Ia pun menyalakan satu lilin dan meletakkannya ditengah tengah kami, bersamaan dengan pelepah pohon pisang yang sudah layu, dan kulit jeruk nipis. aku tak tahu untuk apa, jadi jangan tanya aku.

Semilir angin dingin bertiup tiup dari luar, menyeruak, menerjang masuk lewat sela sela rumah. Entah mengapa malam ini aku merasa tidak nyaman, ada aura aura gelap dan tidak kumengerti tentang semua ini. Aku bukan cenayang, tapi malam ini aku benar benar merasakan bulu romaku yang sedari tadi merinding

"Katakan pada sa, korang bedua buat perjanjian apa?." tanya Daeng mina

"Perjanjian? kita gak buat apa apa, kok." sahut abang yang masih tidak mengerti dengan semua ini, sama halnya denganku

"Sa tanya pa'(pada) korang, apa benar ibu korang su tiada?."

Aku dan abang mengangguk. "Iya, ibu kami sakit." sambung abang

Daeng mina menutup matanya sekejap sambil memegang pelepah pisang yang diarahkannya ke kening. mulutnya berkomat kamit. ia pun menggeleng perlahan

"Tra, ibu korang tra sakit."

DENGING [#2 URBANLEGEND]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang