TIGA

61 8 2
                                    

Ku buka mataku, untunglah aku masih sadar. Tapi dimana ini? Kulihat sekelilingku. Lantai kayu yang berdebu, cahaya lampu minyak yang remang remang dari atas meja, dan perabotan perabotan tua. Hari sepertinya sudah malam. Pukul berapa ini? Sial sekali, jam tanganku mati.

Derap langkah kaki terdengar, ada yang datang. aku buru buru sembunyi di balik bupet tua dan mencoba untuk mengintip.

Itu... gadis yang tadi mengejarku di hutan. Pandangannya berpendar, ia pun mengelus lantai kayu.

"Sa (saya) tau ko (kamu) sembunyi. Gak apa apa. Sembunyi saja ko (kamu) sampai pagi."

Aku diam, nada bicaranya terdengar mengancam.

"Sa takkan paksa ko keluar. Kalo ko memang suka disitu, silahkan saja."

Bagaimana ini, apa lebih baik aku keluar dan bicara padanya saja?

Sesuatu mendekat, aku menutup mata. Apa ini? kerah jaket ku ditarik olehnya "Tolongg! Tolong jangan sakiti saya!."

"Heh! Serampangan (sembarangan) mulut ko ya! Sa trakan(tak akan) sakiti ko."

Aku menoleh perlahan, menatap matanya. dia cukup cantik dengan matanya yang berwarna coklat terang.

"Maaf, aku soalnya gak tau aku dimana dan aku juga gatau kamu siapa." Kata ku sambil menunduk

" Are'rian Songa."

"Hah?."

"Nama sa Songa. Ko sekarang ada dirumah sa."

"Aku Tasya, salam kenal." Ucapku sambil mengajukan tangan kanan, hendak berjabat tangan dengannya

Tapi songa langsung pergi

"Hei, tunggu dulu."

Kususul langkah kakinya yang cepat, dia duduk di teras depan. aku memberanikan diri untuk duduk di sebelahnya.

"Ko tahu, bahaya sangat jika ko ada di dalam hutan sat manjelang matahari tenggelam."

"Maaf, aku gak tahu. Memangnya, se bahaya apa?."

Dia menatap ke pepohonan hutan, "Nanti juga ko tau. Sa tra bisa bilang, nanti dia datang."

"Siapa yang datang?."

Songa menggeleng dan menatapku sejenak, "Ini sudah malam, tadi ko pingsan lama. lebih baik ko bermalam dulu. besok pagi sa antar pulang."

Aku sebenarnya ingin cepat pulang, karena pasti bapak dan abang mencariku, tapi kurasa aku tak punya pilihan lain. lagipula, sangat merepotkan bukan jika meminta Songa mengantarku malam malam begini menembus hutan?

"Baiklah songa, aku setuju."

"Kalo gitu, te atin te (mari kita makan)." ajaknya sambil masuk kedalam rumah, aku mengikuti nya. Kami makan dengan beralaskan tikar bambu yang dianyam halus. ikan yang dimasaknya dengan kayu, rasanya sangat enak walau tanpa nasi.. kami makan papeda. ini pertama kalinya bagiku.  awalnya aku cukup kesulitan menggunakan sumpit dan cara memakan papeda yang diseruput, namun setelah beberapa kali mencoba.. ternyata tidak terlalu sulit.

Ku lihat Songa makan dengan lahap. ku akui, ia sangat mandiri dan rajin. walau rumahnya dari kayu kayu jati yang cukup tua, bagian dalamnya tampak rapi. tapi kemana orangtua nya? apa dia juga tak punya saudara sekandung?

"Ehm, songa.. aku mau nanya. kamu.."

"Sa tinggal sendiri."

aku tertegun, dia tahu apa yang hendak ku tanyakan

"Mama dan papa sa punya su tak ada, su lama. sejak sa umur 10 tahun."

"Oh, sama dong. aku juga gak punya ibu."

DENGING [#2 URBANLEGEND]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang