SEPULUH

32 8 0
                                    

Setelah berkuda melewati pegunungan, perbukitan, dan hutan hutan lebat, mereka sampai di tepi pantai. hamparan pasir putih yang luas dan langit biru membentang sejauh mereka memandang. tak jauh dari tempat mereka memandang, kapal kapal dan perahu nelayan berjejer rapi di tepi pasir.

"Terus kita kemana sekarang? saya benar benar gak tau, bu Ira tinggal di sumba bagian mana." kata Tito dengan lirih

"Wilayah sumba biasanya identik dengan sesuatu. coba ko kasi tau sa, kawan lama ibu ko tu tinggal di dekat apa." kata Sapio

"Seingat saya, di padang rumput yang luas."

"Padang rumput sangat banyak di sumba, kita tra tau letaknya dimana." kata Songa

"Tapi, ibu saya pernah bilang.. katanya di kaki gunung laka..."

"Kaki gunung lakaan?." tanya sapio

"Iya benar, disitu."

"Watumbaka, itu nama tempatnya. sa tra tau jalan kesana." kata songa

"Sa tau.." kata sapio

"Watumbaka berada di sumba timur. Sa pernah kesana sama mosalaki, jadi sa tahu jalannya. Dan untuk kesana, kita harus naik kapal."


"Hei. mau apa kalian kemari!." tanya seorang pria paruh baya yang hanya memakai celana. ia bertelanjang dada dan bertelanjang kaki. di tangannya banyak gelang gelang dari kayu kayu yang kecoklatan.


Songa pun turun dari kuda nya, "Pak, bisakah bapak antar torang (kami) ke Sumba?."

"Sumba? seberang sana?." tanyanya sambil menunjuk pulau sumba yang berada di seberang laut

Songa mengangguk

"Cih. Sa liat korang tra bawa duit. apa yang bisa ko kasih pada sa tuk sebrang ka sumba sana?!."

Sapio yang satu kuda dengan Tito pun turun, mendekati pria itu dan menunjukkan kalung berbatu hitam dari balik kaus putihnya. "Kami keluarga kerajaan, dan sa adalah mosalaki muda."

Pria paruh baya itu terkejut, ia langsung menunduk

"Maafkan hamba, hamba tra tau. nama saya Xaverius, hamba kan antar tuan. Kuda milik tuan, dengan senang hati akan keluarga hamba jaga diruma."

Mereka pun berjalan menuju rumah para nelayan. Terdapat banyak anak anak yang berlari kesana kemari, dan wanita wanita yang sedang menjahit jala.

Pak Xaverius masuk kedalam rumahnya. rumah yang hanya bermodalkan geribik geribik dan bambu bambu tua. Tito tak habis pikir, jika hujan mereka sudah pasti kebahasan, dan jika panas pun mereka pasti kepanasan. geribik itu sebenarnya tak layak untuk dijadikan tempat tinggal.

"Bapaaaa!!." Teriak tiga anak yang masih kecil. yang satunya perempuan, dan dua lainnya laki laki.

"Heh, su makan korang?." tanya pak Xaverius. rupanya mereka adalah anaknya

"Suu!." Kata mereka bertiga

"Bapa, tadi kan Tulio main di lumpur!." kata anak yang perempuan

"Eh! bohong dia bapa, sa tra main di lumpur." kata salah satu anak lelaki

"Ko yang bohong, Tulio." kata anak lelaki yang satunya lagi

"Hei hei, su jangan bertengkar. Ini, mosalaki muda dan kaka perempuannya, mereka keluarga kerajaan. dan ini teman mereka.. dan bapa minta tolong, bawa kuda kuda ni, ikat di belakang ruma."

Mereka bertiga pun mengangguk dan mengambil tali kuda dari songa dan sapio, dan membawa kuda kuda itu ke belakang rumah.

"Eh, ada tamu toh?." tanya seorang wanita yang sepertinya istrinya pak Xaverius

DENGING [#2 URBANLEGEND]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang