1.

5.3K 162 11
                                    

"Kamu itu hanya berstatus istri di rumah ini, tapi kamu nggak punya hak apapun untuk mengatur saya!" Ucap Wahyu dingin, karena Asni menyiapkan bekal untuk dia bawa ke rumah sakit.

"Tapi Abang harus bawa bekal, biasanya kan Abang lupa makan kalau sudah sibuk" ucap Asni dengan menunduk, karena menahan tangis.

"Saya ini bukan anak kecil lagi yang harus bawa bekal, kalau saya ingin makan saya bisa membeli sendiri" jelas Wahyu datar, ia segera meraih snelli nya yang tergantung di kursi makan, bersiap ingin pergi.

"Sekali ini aja Bang terima bekal yang aku buat, ini terakhir aku bikin bekal buat Abang nanti nggak lagi" harap Asni, karena dia sering membuatkan Wahyu bekal tetapi tidak pernah diterima, terakhir kali dia membuatkan Wahyu bekal hanya di buang ke tong sampah di depan rumah mereka.

"Sekali ini saja saya terima hasil masakkan kamu, dan jangan harap saya akan menerima lagi" peringat Wahyu tajam sebelum pergi.

"Iya, Bang" Asni mengikuti langkah Wahyu sampai di depan pintu.

.

"Bang" panggil Asni sebelum Wahyu masuk ke dalam mobil.

"Sekarang apa lagi?" Tanya Wahyu dingin.

"Abang hati-hati ya di jalan" ujar Asni mengulurkan tangannya untuk salim ke Wahyu.

Wahyu tidak mengindahkan tangan Asni yang terulur, dia langsung masuk mobil dan membanting pintu dengan keras.

Asni yang mendapat perlakuan seperti itu hanya dapat menangis, ia tak menyangka keputusan nya menerima Wahyu sebagai suami, membawa kesedihan dan kesakitan dalam pernikahannya.

.

"Dasar wanita sok kuat, kenapa kamu nggak minta pisah saja sama saya" batin Wahyu emosi terhadap Asni. Ia sekarang masih berada di mobil menuju tempat kerjanya.

Wahyu sebenarnya ingin menceraikan Asni dari dulu tetapi, dia ingat janjinya kepada orang tua Asni bahwa mereka tidak akan bercerai apapun yang terjadi.

"Itu kan dokter Selvi" ucap Wahyu di dalam hati, ia melihat dokter yang juga bekerja ditempat yang sama dengan dirinya, sedang berdiri dipinggir jalan.

"Nunggu apa, Dok?" sapa Wahyu ramah setelah dia meminggirkan mobilnya tepat di depan dokter Selvi.

"Lagi tunggu taksi tapi belum datang juga dari tadi" jawab Selvi lembut.

"Kalau begitu ikut sama saya saja" ajak Wahyu dengan senyuman.

"Apa nggak ngerepotin?" Tanya Selvi nggak enak.

"Nggak kok, kita kan satu tujuan juga, ayo masuk"

"Iya, Dok"

.

Selvi yang ingin keluar dari mobil Wahyu, karena mereka sudah sampai di parkiran rumah sakit, ternyata safety belt nya susah dibuka.

"Sini saya bantu" ujar Wahyu. Jarak Selvi dan Wahyu sangat dekat, jika Wahyu menoleh bisa mencium pipi Selvi.

"Ehm... Maaf Dok" ucap Wahyu setelah berhasil melepas safety belt, sekarang keadaan mereka menjadi canggung.

"Nggak papa, Dok. Biasa aja" ucap Selvi mencairkan suasana.

"Ya sudah, ayo kita turun" ajak Wahyu dengan gugup.

"Iya, Dok"

Mereka beriringan menuju ke dalam rumah sakit, dan mereka berdua tampak asik mengobrol, menjadi lebih akrab.

.

"Kenapa kamu telpon saya!" Ucap Wahyu dingin saat Asni menelpon nya di jam istirahat.

"Ibu tadi telpon aku, Bang. Kita malam ini di suruh kerumah Ibu sama Ayah" jawab Asni halus, biarpun Wahyu bersikap tidak baik terhadap dirinya tetapi Asni tidak membalas dendam kepada Wahyu.

"Hm... Nanti saya pergi kesana setelah pulang, kamu pergi saja naik taksi sendiri" balas Wahyu.

"Iya, Bang. Aku mau tanya"

"Tanya apa?"

"Bekal nya sudah Abang makan?"

"Belum" jawab Wahyu singkat.

"Di makan ya, Bang. Untuk terakhir kalinya" harap Asni dengan perasaan sesak.

Wahyu tidak menjawab, tetapi langsung mematikan telpon nya.

.

Sorenya Asni pergi ke rumah mertuanya, dengan menaiki angkot karena dia tidak memiliki cukup uang untuk membayar taksi, dia harus berhemat dari uang tabungannya bekerja dirumah mertua Ziza, karena Wahyu tidak pernah memberinya nafkah.

"Stop, disini aja Pak" ucap Asni.

"Yakin disini Neng, ini komplek orang kaya?" Tanya pak sopir ragu.

"Iya, Pak. Berapa?"

"Lima belas ribu, aja Neng"

"Ini ya, Pak. Terimakasih" ucap Asni dengan memberi uang pas.

.

"Kamu kesini sama siapa sayang, Wahyu mana?" Tanya ibu Wahyu. Ajeng Kartika

"Aku sendiri aja Bu, Bang Wahyu masih kerja nanti dia nyusul" jawab Asni setelah menyalami tangan ibu mertuanya.

"Naik apa?"

"Pakai taksi tadi, Bu" jawab Asni berbohong.

"Kok ibu nggak liat ada taksi lewat tadi" heran Bu Ajeng.

"Iya, Bu. Tadi stop di depan komplek"

"Capek dong kamu, masuk kesini jalan kaki" Asni hanya tersenyum bingung ingin membalas apa.

"Kalau menantu nya capek ya disuruh masuk dong Bu, biar Asni bisa istirahat" tegur ayah Wahyu. Ridwan Iskandar.

"Oh, iya. Ibu lupa Yah. Ayo sayang kita masuk"

"Iya, Bu"

Asni tersenyum melihat keromantisan mertuanya, walaupun pernikahannya sudah mencapai puluhan tahun, tidak seperti pernikahan dirinya yang baru berjalan lima bulan, sudah banyak masalah yang dihadapi.

Bersambung...

270420

Vote dan comment sangat berarti

Maaf alur yang nggak jelas & typo

TakdirKu?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang