Gus Lana sibuk mencari gamis di dalam lemari. Sedangkan aku hanya duduk sambil melihatnya.
"Nah, ketemu. Kamu pakek ini aja, Ning," ucap Gus Lana sambil memberikanku sepasang gamis dan khimar.
Aku mengambil gamis dan khimar tersebut, kemudian membawanya menuju kamar mandi untuk ganti.
"Nah kan kalo gitu longgar jadi Muhammad nggak kesempitan nggih," ucap Gus Lana sambil mengusap lembut perutku.
Iya, Gus Lana memberikan nama Muhammad untuk kedua bayi kembar kami yang belum kami ketahui jenis kelaminnya.
"Yaudah, ayo berangkat, Gus," ajakku.
Kami berjalan keluar rumah. Abi, Umi dan Ning Zulfa sudah menunggu di teras. Sementara itu, Gus Lana sibuk memasukan bingkisan ke dalam bagasi mobil.
Kami memasuki mobil yang di kendalikan oleh Gus Lana. Aku, Umi dan Ning Zulfa duduk di kursi tengah.
Ning Zulfa mengusap pelan perutku kemudian menciumnya.
"Mbak, dedeknya cowok apa cewek?" tanya Ning Zulfa.
"Ning maunya apa?" tanyaku.
"Maunya cewek. Biar bisa di pakekin jilbab," jawab Ning Zulfa.
"Kalo Umi sama Abi maunya apa?" tanya Ning Zulfa kepada kedua orang tuanya.
"Kalo Umi sama Abi, cowok apa cewek yang penting sehat," jawab Umi.
"Betul itu," timpal Abi.
"Aamiin."
"Kalo Mas Lana, maunya cowok apa cewek?" tanya Ning Zulfa kepada kakaknya.
"Kalo Mas maunya cowok. Biar nanti ada temen jum'atan," jawab Gus Lana.
"Cewek aja lo, Mas. Biar bisa Zulfa jilbabin," rengek Ning Zulfa.
"Cowok, Nduk," balas Gus Lana.
"Cewek."
"Cowok."
"Cewek."
"Cowok."
"Gus, ngalah to sama adiknya nih," ucapku.
"Hehe, kan biar rame, Ning. Kalo gitu adilnya cowok sama cewek ya, Nduk," ucap Gus Lana.
"Aamiin," ucap Abi, Umi dan Ning Zulfa bersamaan.
Mobil telah memasuki gerbang pesantren. Santri-santri sibuk menyapa para tamu.
Kami menuruni mobil, segera para santri putra berbaris untuk mencium punggung tangan Abi. Sementara itu, para santri putri berbaris untuk mencium punggung tangan Umi dan Nduk Zulfa.
"Ning," panggil seseorang.
"Nggih, dalem," jawabku kemudian menghadap ke arah orang yang memanggil.
Ternyata Mbak santri yang memanggilku tadi. Segera dia memajukan tangannya untuk meminta tanganku. Kemudian aku memberikan tanganku. Mbak santri mencium punggung tanganku kemudian berganti telapak tangan, wes kaya mendoan di bolak balik.
Kata Abah, "Kalo ada santri yang minta tanganmu untuk di cium, kasih aja. Karna mereka pengen cari berkah dari keturunan Kyai."
Jadi semenjak Abah berkata seperti itu, aku selalu membiarkan tanganku untuk di cium dengan Mbak santri. Kecuali jika Ibu-Ibu atau lebih tua dariku, baru aku melarangnya. Karna aku masih canggung.
Ku pikir hanya satu Mbak santri saja, ternyata seluruh santri wanita antri di belakangnya. Ku urungkan niat untuk membantu Gus Lana yang sedang sibuk menurunkan barang bawaan dari bagasi mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Dalam Diam 2
RomanceAkhirnya penantian yang ditunggu-tunggu telah terjadi. Kini Gus Maulana Al-Faqih telah meminang Ning Dina Sayyidatina Fatimah. Sementara itu, Ning Fidzah menikah dengan Gus Sidiq yang tak lain adalah vocal hadroh Al-Faqih. Dalam rumah tangga pasti...