"Ayo masuk ke rumah dulu dan aku jelasin semuanya. Malu disini di liatin sama santri," ucap Gus Lana.
Dia menggandeng dan membantuku untuk berjalan. Belum sampai masuk rumah, tiba-tiba perutku terasa sakit tidak bisa di tahan. Dengan sigap Gus Lana mengambil mobil dan mulai mengajakku untuk menuju dokter kandungan.
"Tahan nggih, Ning," ucap Gus Lana khawatir.
Keringat dingin keluar dari pelipisku dan meresap ke dalam khimarku.
Sampai di depan klinik dokter Fitri, Gus Lana membantuku untuk duduk di kursi roda. Dia mendorongku hingga aku berada di dalam klinik. Dengan sigap para perawat membawaku ke ruang bersalin. Tubuhku di baringkan di atas tempat tidur. Sambil menunggu dokter, perawat memasangkan jarum infus di tanganku namun selalu gagal.
"Ibu jangan tegang ya, nanti jadi susah jarumnya mau masuk," ucap perawat tersebut.
"Gimana nggak tegang, Mbak. Aku takut jarum suntik," ucapku di sela-sela menahan rasa sakit.
Segera Gus Lana menenangkanku dan membacakan ayat-ayat Al-Qur'an di samping telingaku.
'Emangnya aku ini keraskukan jin, kok di bacain ayat Al-Qur'an,' batinku.
"Dalam kondisi kaya gini masih sempet aja ngebatin," ucap Gus Lana.
Dokter Fitri datang dan segera memeriksaku.
"Bentar lagi lahiran, Gus," ucap dokter Fitri sambil memasang sarung tangan.
"Kan belum waktunya," balas Gus Lana.
"Kalo anak kembar memang gitu, Gus. Biasanya lebih cepet dari perhitungan," jelas dokter Fitri.
"Kok belum di pasang infus?" tanya dokter Fitri kepada asistennya.
"Susah, Dok. Ibunya tegang dan takut jarum," jelas perawat.
Dokter Fitri memberikan isyarat kepada Gus Lana agar membuatku lebih tenang.
Akhirnya jarum infus kini telah berada di tangan kananku.
*****
POV Gus Lana."Assalamu'alaikum, Umi," ucapku di balik telepon.
"Wa'alaikumsalam, Le. Kalian kemana? Kok nggak ada di rumah?" tanya Umi.
"Ini lagi nganter Ning Dina lahiran. Alhamdulillah," jawabku.
"Alhamdulillah, Umi sama Abi segera kesana ya. Assalamu'alaikum," ucap Umi lalu mematikan telepon.
Ku saksikan bagaimana perjuangan istriku untuk melahirkan keturunanku. Mengorbankan nyawanya demi penerus pesantren.
Alhamdulillah, bayi kami telah lahir dengan sehat dan selamat. Ku adzan dan iqomahkan satu persatu anakku. Tak terasa aku menjatuhkan air mata jatuh membasahi pipiku, dengan segera aku menghapusnya.
Setelah selesai, bayi di letakan ke dalam tempat tidur bayi. Aku melihat betapa ganteng dan cantiknya anakku. Iya, anak kami laki-laki dan perempuan. Ku usap lembut pipi lembut mereka dan tidak lupa ku lantunkan shalawat.
"Dok, pasien nggak sadarkan diri," ucap salah satu perawat membuatku segera menuju ke tempat tidur Ning Dina.
"Ning, bangun, Ning," ucapku sambil mengusap lembut pipi istriku yang masih di tutup dengan cadar.
Dokter memeriksa Ning Dina dan mengecek detak jantungnya. Kemudian dokter menyuntikan cairan pada infus.
"Mau di pindahkan kemana, Gus?" tanya dokter.
"Ke kamar VIP," jawabku.
Kemudian para perawat memindahkan Ning Dina ke kamar VIP. Tidak lupa kedua anak kami di letakan di tempat tidur yang ada di kamar ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Dalam Diam 2
RomanceAkhirnya penantian yang ditunggu-tunggu telah terjadi. Kini Gus Maulana Al-Faqih telah meminang Ning Dina Sayyidatina Fatimah. Sementara itu, Ning Fidzah menikah dengan Gus Sidiq yang tak lain adalah vocal hadroh Al-Faqih. Dalam rumah tangga pasti...