'Banyak anakkan banyak rezeki,' batinku. Tiba-tiba Gus Maulana melihat kearahku dan tersenyum. Senyum yang susah diartikan.
*****
Setelah salat isya, kami istirahat di kamar masing-masing. Seperti biasa, Gus fokus dengan kitabnya. Sedangkan aku fokus memperhatikan Gus tersebut. Hingga tiba-tiba dering ponsel mengejutkanku.
{Assalamu'alaikum, Umi} salam Gus.
Ternyata yang menelvon adalah Umi Aisyah. Aku berdiri dan mengeluarkan isi koperku. Memasukan baju-baju ke dalam lemari.
Kebetulan Gus mengeraskan volume telepon. Jadi aku bisa mendengarkan dari kejauhan.
"Lana?" gumanku ketika mendengar Umi Aisyah memanggil Gus dengan sebutan Lana.
Akhirnya pembicaraan melalui telepon pun berhenti. Aku segera menghampiri Gus.
"Njenengan dipanggilnya Lana?" tanyaku penasaran.
"Nggih. Panggilanku di pesantren itu Lana. Kamu juga boleh panggil aku Lana atau reader juga boleh panggil Gus Lana," jelas Gus Lana.
"Oo nggih, Gus."
Aku berjalan menuju kamar mandi untuk mengambil wudu kembali. Setelah itu aku berpamitan tidur dengan Gus Lana.
"Gus, aku tidur duluan nggih. Njenengan ridho kan?" tanyaku.
"Nggak mau di lanjut yang tadi pagi tertunda?" tanya Gus Lana kembali.
"Ngapunten, Gus. Tamu bulanannya dateng," jawabku sambil menunduk.
Gus Lana mengusap kasar wajahnya.
"Yasudah tidur duluan saja. Aku ridho," ucap Gus Lana.
"Eh tunggu," cegah Gus Lana.
"Ada apa, Gus?" tanyaku bingung.
Gus Lana meletakan kitabnya dan mulai berdiri. Mendekatkan tubuhnya dengan tubuhku.
"Eh, Gus. Masih ada tamu bulanan loh," cegahku.
Satu kecupan mendarat tepat di keningku.
"Iya aku tau, Ning," ucap Gus Lana.
Dia kembali duduk dan membuka kitabnya. Diam dan tidak memperhatikanku yang sedang mematung. Seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
"Katanya mau tidur, kok malah diem aja?" ucapan Gus Lana membuyarkan lamunanku.
"Ng-nggih, Gus," jawabku kemudian segera pergi tidur.
Malam begitu sunyi ditambah lantunan ayat-ayat Al-Qur'an yang Gus Lana baca, membuat suasana malam berasa di dalam pesantren.
Seperti biasa, setiap sepertiga malam ponsel milik Gus Lana berdering. Aku bangun dan mematikan alarm tersebut. Setelah itu, aku membangunkan Gus Lana untuk salat tahajud.
"Gus, bangun," ucapku.
"Sebentar lagi nggih," jawab Gus Lana dengan suara lemas.
'Kok tumben sih jawabnya sebentar lagi. Biasanya kalo dibangunin langsung bangun,' batinku.
Ku tempelkan tanganku pada kening Gus Lana.
"Astagfirullah," ucapku kemudian berjalan menuju kamar mandi untuk mengambil air.
Segera aku memasangkan pengecek suhu badan pada Gus Lana. Dan memberikan kain basah pada kening Gus Lana.
Ku pakai cadarku dan mulai berjalan keluar kamar. Membuatkan teh hangat dan sarapan untuk Gus Lana.
Aku membuatkan bubur untuknya.
"Jam segini udah bangun, Nduk?" tanya Mbak Ana.
"Udah, Mbak," jawabku tanpa menoleh dan tetap fokus memasak bubur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Dalam Diam 2
RomanceAkhirnya penantian yang ditunggu-tunggu telah terjadi. Kini Gus Maulana Al-Faqih telah meminang Ning Dina Sayyidatina Fatimah. Sementara itu, Ning Fidzah menikah dengan Gus Sidiq yang tak lain adalah vocal hadroh Al-Faqih. Dalam rumah tangga pasti...