Penganggu

16 3 0
                                    

Aku tau ngelakuin hal yang gak aku suka itu seratus kali lebih berat. Jika kamu akan menderita meski memilih untuk menyerah atau melanjutkan. Bukankah lebih baik menderita saat melakukan hal yang kamu suka?
~~~

"Wah, ternyata danau di sini indah, ya." Mata Galechka berbinar, jika dibandingkan danau, matanya yang sipit lebih indah.

"Cie, natapin gue, cie." Matanya melirik ke samping.

Aku langsung mengalihkan pandanganku darinya, "Apaan, udah jelas aku ngelihat mata kamu."

"Iya iya, gue percaya. Lo sebelumnya tinggal dimana?" Tanyanya, aku sedikit meliriknya, "Aku tinggal di Jakarta. Waeyo?"

Ia membulatkan matanya merasa aneh mendengar yang aku ucapkan tadi.

"Lo bisa bahasa Korea juga?" Ia menutup mulutnya dengan kedua tangannya, "Wah, daebak. Lo keren banget, Leya." Galechka refleks mengacak rambutku. Kalian tau apa yang kurasakan? Aku seperti mendengar detakan jantungku yang berdetak begitu cepat. Rasanya dunia berhenti berputar, oksigen seolah-olah menjauh dariku, dan rasanya ada ribuan kupu-kupu yang hinggap di perutku.

"Leya? Halo? Kenapa diam?" Ia melambai-lambaikan tangannya dihadapanku, aku mengedipkan mata berkali-kali.

"Eh, engg-ak. Aku cuma, ya gitu deh." Kenapa aku mesti terbata-bata, sih? Galechka makin menatapku curiga. Tak berapa lama dia tersenyum manis.

"Lo kayak takut gitu." Kekehnya. "Siapa yang takut coba." Aku merajuk. Kenapa dia mesti menuduhku yang tidak-tidak?

Melihatku yang terdiam, Galechka tiba-tiba saja merangkulku. Aku agak kewalahan karena yang ia lakukan tiba-tiba.

"Kamu apa-apaan, sih." Aku mencoba melepas tangannya tapi ia menahan. kemudian tak berapa lama setelah itu ia melepaskan tangannya lalu menyender di bahuku. Aneh rasanya, benar-benar aneh.

"Bentaran dulu, gue capek, Leya." Galechka memejamkan matanya perlahan, apa yang cowok ini lakukan sehingga membuatnya capek?

"Kamu kenapa?" Aku mengusap kepalanya pelan. "Gue capek jadi ketos." Ujarnya, "Kenapa?"

"Papa gue nyuruh gue masuk ekskul OSIS, dan daftarin diri jadi ketos, seperti yang lo lihat sekarang, gue jadi ketos."

"Tapi kan kamu bentar lagi pensiun jadi ketos, soalnya udah kelas tiga." Aku masih mengelus rambutnya.

"Iya, gue tau." Balasnya.

"Kenapa kamu gak nolak aja?" Dia menghembuskan napas pelan, "Papa gue ngancem, kalau gue gak jadi ketos gue gak bakal boleh ambil ekskul futsal. Terus gue harus kuliah di Melbourne University ambil kedokteran. Padahal gue sukanya olahraga."

"Aku tau ngelakuin hal yang gak aku suka itu seratus kali lebih berat. Jika kamu akan menderita meski memilih untuk menyerah atau melanjutkan. Bukankah lebih baik menderita saat melakukan hal yang kamu suka?"

Galechka kembali duduk, dia menatapku dalam diamnya. "Lo bener, Leya. Ini semua memang seratus kali lebih berat bagi gue."

Aku tersenyum mendengar itu, "Pulang, yuk. Udah sore soalnya." Galechka mengangguk, dia menarik tanganku dan kami berjalan hingga ke rumah.

"Kamu hati-hati, ya." Aku melambaikan tangannya. Galechka tersenyum kemudian memakai helm dan naik ke atas motornya.

"Nanti malam gue chat lo, ya?" Ia bertanya padaku terlebih dahulu. "Mau nanya PR soalnya. Bye." Setelah mengucapkan itu, motornya melaju meninggalkanku. Aneh, ya, rasanya diriku menjadi hampa.

~~~

Galechka

Ini gue, Galechka.

Hello You (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang