Setipis Awan

29.8K 2.8K 819
                                    

Apakah pernah terpikirkan?
Untuk apa berjuang?
Untuk apa terus berlari?
Untuk apa terus mengejar?

Ia yang selalu menghindar,

Untuk apa buang-buang tenaga?
Bukankah semua ini hanya percuma?

Coba deh kamu renungkan.

***

APRIL

"Terima kasih banyak," ucap gue seraya membuka helm di kepala sebelum ia yang mengambilnya. Sebelum tangannya itu, tangan yang entah punya kekuatan apa bisa membikin gue tersetrum merasakan getaran hebat.

Sebelum tangan itu lagi-lagi menyentuh pipi gue.

Sebelum kehangatan dari dirinya membuat gue merasa bersalah. Karena telah bersikap dingin kepadanya. Gue juga nggak mau begini. Tapi kalo gue terus-terusan kasih makan ego sendiri. Gue pasti bakal jatuh lagi.

"Kok BT banget mukanya?" ia menyentuh wajah gue dan gue tepis gitu aja. Jahat memang.

"Weits, ada apa Pril?" tanyanya. Kaget. Dengan respons gue yang berubah kasar. Tapi dia nggak marah, dia semakin... perhatian.

Ada apa? Hh,
Gue suka sama lo Dev, banget.

"Nggak biasanya lo begini soalnya, cerita aja," dia masih bersabar dan belum kunjung beranjak.

Karena untuk apa gunanya bercerita? Bukannya jawabannya selalu enggak kan? Bukan gue kan? Dan nggak akan pernah gue kan Dev di hati lo?

"Em, Gue-gue," melihat wajahnya yang begitu tenang kala mendengarkan, bikin gue ketakutan sendiri. Takut kalau nanti gue sangat teramat kehilangan padahal gue nggak pernah memiliki dia. "Gue cuma kecapean aja." Dusta gue.

Kikuk, aneh, seperti bukan April yang biasanya, juga seperti bukan Deva yang seperti biasanya.

Kalau berdua hanya sama-sama saling menyakiti?
Untuk apa bersama lagi?

"Pril, lo tau nggak kenapa dulu gue gamau jadi dokter?" ia tersenyum, kembali duduk di jok kupinya. Akankah ini hanya mengulur waktu? Jujur nyeri banget rasanya. Bukankah secepat-cepatnya waktu yang tak perlu ditunda adalah perpisahan? Karena untuk apa? Menunda patah? Menunda sakit? Yang nantinya pun akan dirasakan?

 Bukankah secepat-cepatnya waktu yang tak perlu ditunda adalah perpisahan? Karena untuk apa? Menunda patah? Menunda sakit? Yang nantinya pun akan dirasakan?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Melihatmu, sesak raga sesak rasa,
Aku tak sanggup menahan jeritan ini,

Akankah kamu ditakdirkan hanya untuk
sekadar singgah lalu pergi entah kemana?

Kalau begitu lebih baik pergi dari sekarang
Kau menunggu apa lagi?

Gue hanya menggeleng, tanpa suara. Sepertinya sudah kehilangan banyak tenaga.

"Ya karena gue takut nggak bisa bikin orang yang gue sayang itu sembuh," garis matanya lurus menabrak iris mata gue. Begitu sempurna, bola mata yang bersih dibingkai dengan alis mata yang tebal. Muncul sedikit rona kehitaman di bawah kelopaknya. Akankah ia kelelahan?

Kapal KertasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang