Tentang Segala Kurangku

32.9K 3.7K 834
                                    


Kalau di hari kemarin gue belum jadi siapa-siapa,
Apakah besok gue bisa jadi sesuatu yang spesial?

Oh ternyata enggak.

Tampang gue biasa soalnya.

***

APRIL

"Makasih buat semuanya, makasih ya anak cantik," ujar Deva kepada gue yang gue bales dengan anggukan awkward

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Makasih buat semuanya, makasih ya anak cantik," ujar Deva kepada gue yang gue bales dengan anggukan awkward.

Gue cuma bisa menggigit bibir bawah gue, rasanya ucapan yang dia berikan tadi nggak pantes untuk gue terima. Bahkan gue jauh banget dari kata 'Cantik' itu sendiri. Gue memandang diri gue yang selalu kurang, selalu nggak bisa jadi menarik di depan banyak orang. Tapi kali ini yang bilang adalah Deva, idola sekolah yang sudah tentu jadi incaran banyak perempuan cantik Sedati Rama.

"Maaf gue nggak cantik Dev, rasanya ucapan itu bukan untuk gue, bahkan nggak pernah pantes terdengar di telinga gue," entah ada kekuatan apa gue berani ngomong gini.

Seharusnya gue nggak boleh gitu.

Ya ampun gue jadi insecure lagi kan.

Eh lo cewek-cewek, sering ngerasain hal yang sama kayak gue gini nggak sih? One day you will be fine with yourself, but tommorow you don't, pas pagi lo ngerasa cantik eh sejam kemudian lo bahkan anggep diri lo sendiri sampah? Asli fase itu yang sekarang lagi menggerogoti diri gue sendiri.

Gue tau ini nggak baik dan gue memang butuh advice dari orang-orang baik untuk melawan negative side dari pikiran gue sendiri.

Emang bener ya ternyata. Yang jadi musuh paling jahat ya sebenernya nggak jauh dari sekitaran kita. Musuh lo adalah isi kepala lo sendiri.

Deva yang berusaha bangkit dari ranjang UKS pun menatap bola mata gue dengan tatapan yang jujur, untuk kali ini sulit banget gue ngertiin. Ada tatapan sedih, kasihan, tapi yang paling banyak mengambil porsi adalah tatapan peduli. Entah peduli karena memang gue sudah menemaninya di sini, atau peduli karena dia nggak mau sendiri? Atau peduli karena barusan gue ngerasa insecure lagi?

"Lo cantik Pril, banget..." dia tersenyum dan menyentuh pipi gue, lembut banget rasanya. Gue terima kebaikannya sebagai afeksi untuk gue. Entah kenapa suaranya yang khas punya ruang tersendiri di hati gue, kayak ada jalur tersendiri yang bikin aliran darah gue jadi bener-bener lancar dan itu semua mempengaruhi ketenangan gue.

"Apalagi isi hati lo,"  tambahnya.

Walaupun sampai detik ini gue masih mempertanyakan apakah ucapannya benar dari hati atau tidak. Persetan dengan itu semua. WOI DEVA NYENTUH PIPI GUE?! Tolong-tolong banget, ambilin gue sesuatu! Apa kek semacem tongkat atau gagang pintu sekalipun, atau gagang sapu di belakang lemari. Woy ini gue mau terbang rasanya.

Kapal KertasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang