Retak nan rapuh

11.3K 1.2K 224
                                    

Makasih ya sudah hidup

Gue jadi gak ngerasain ini sendiri,

Gue jadi tau kalau lo juga sama,

Sakit, sedih, kecewa, kita punya semua.

Sekali lagi makasih ya.

***

APRIL

Gue kembali ke kelas karena ingin mengambil botol minum. Tadinya, Deva udah mau pesenin gue teh anget sih di kedai yang sama. Tapi ya kalau kalian tau... botol minum gue tuh tipikal botol yang memang bisa menampung banyak air mineral, kalian pasti kebayang kan bentuknya seperti apa?

GEDE BANGET KAYAK PAHALA

Aminin dong? hahaha.

Atau mungkin kalian juga punya botolnya?

Jadi kalau semisal gue udah bawa berat-berat tapi pas pulang masih sisa kan jadi mubazir gitu.

"Emang kenapa sih gak mau teh anget manis? Apa karena gue udah cukup hangat ke elo dan gue udah cukup manis buat mengisi hari-hari lo yang pahit?" Kata Deva sebelum gue beranjak ke kelas.

"Dev?"

"Iya sayang..."

"Mulutnya gak bisa dijaga!"

"Ya udah jagain dong,"

Tuhkan pasti dia bakal begitu.

"Mau ke kelas? Perlu dianterin gak?"

"Gue bukan anak kecil, bisa sendiri kok."

Dia mengangguk menatapi dua porsi nasi telor yang ada di hadapannya, setengah mateng dan ceplok untuk gue. Sedang dia justru suka telor dadar yang digoreng kering.

"Jangan lama-lama ya, nanti aku pingsan."

"Ih lebay, orang cuma ambil air doang kok."

Gue tertawa dan meninggalkannya begitu saja menuju kelas. Karena semakin dihadapi bakal semakin menjadi-jadi.

Iya... karena nggak baik juga kan masih pagi udah konsumsi gula? Maka dari itu gue balik ke kelas dulu deh. Sebentar aja untuk sehat yang lebih baik.

Sesampainya di meja gue, entah dari mana dan dari siapa. Kunci motor Deva tergeletak begitu saja di atas meja. Seperti biasa, akan selalu ada kertas yang ditulis dengan spidol merah.

Gue menghembuskan napas berat karena... lagi-lagi suatu ancaman dan gertakan.

Awalnya mungkin gue akan takut dan membenci diri gue sendiri.

Lagi, biasanya gue juga marah kenapa keadaan selalu senang menjebak gue seperti ini.

Hingga akhirnya overthinking dan insecure jadi teman.

Tapi mau gimana lagi? Deva sudah terlanjur duduk di sebelah gue, kan?

Masa iya hanya karena tulisan beginian (ya walaupun belum gue baca sih) gue jadi harus usir Deva buat duduk sama yang lain? Atau yang lebih tepatnya, gue harus cari cowok lain buat duduk sebangku sama gue. Karena kan memang peraturan di Sedati Rama akan slalu seperti itu. Nggak ada yang bisa merubah sedikit pun.

Equality? mungkin.

Atau bisa jadi biar potensi belajar tersebar sama rata untuk cowok dan cewek.

Atau mungkin juga, biar bisa cinlok satu sama lain? Ah, apaan banget sih gue!

Gue membuka kertas yang dilipat asal-asalan di samping kunci motor kupi dan membacanya pelan-pelan.

Kapal KertasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang