Bab 8. Ragu

96 7 0
                                    

Kini aku dibuat ragu,
Ingin melangkah, namun aku terhalang resah
Ingin mundur, namun aku terlanjur  mengetahui jujurnya

∆∆∆∆∆


Amara melangkah memasuki rumah dengan langkah gontai, matanya menatap kosong ke depan. Air mata yang turun deras dibalik kacamatanya membasahi pipinya, rambut yang terlepas dari kuncirannya. Membuat aksen kacau melekat pada dirinya.

Bimo yang saat ini tengah libur kuliah melihat keadaan adik satu-satunya itu begitu kacau hanya menggelengkan kepalanya. Ia sudah tau kenapa Amara seperti ini. Sudah pasti masalah Alvian.

"Ra" panggil Bimo namun tidak dihiraukan oleh Amara.

Siska yang baru saja datang dari dapur melihat keadaan Amara. Siska menghampiri Amara bermaksud menanyakan keadaannya.

"Amara, tunggu" panggil Siska. Amara menoleh sebentar lalu kembali melanjutkan perjalanan menuju kamarnya.

"Bim, ada apa sama adik kamu?" tanya Siska pada anak sulungnya.

"Bimo gak tau ma, kayaknya sih masih masalah yang sama" jawab Bimo.

"Tentang Alvian, Bim?" tanya Siska pada Bimo.

Bimo mengangguk sebagai bentuk jawaban. "Bukan cuma itu ma, kayaknya sama masalah tentang papa juga ma. Menurut aku, papa terlalu ngekang Amara ma. Aku gak setuju dengan cara papa yang kayak gitu, Amara kan punya haknya sendiri ma buat milih" Ujar Bimo.

"Iya mama juga berpikir seperti itu Bim. Tapi apa boleh buat, papa gak bakalan bisa ngerubah semua yang sudah dia katakan Bim. Mama gak bisa berbuat apa-apa karena mama gak ngerti maksud papa kamu itu Bim" ucap Siska dengan wajah bersalah.

"Ya Bimo gak tau juga harus ngapain ma kecuali papa sendiri yang memberikan Amara kebebasan tersendiri" balas Bimo.

"Yaudah mama yang akan ngomong ke papa nanti, mama coba bujuk papa  supaya dia gak ngekang Ara lagi. Mama juga gak setuju dengan sikap papa yang terlalu berlebihan" ujar Siska dengan raut wajah khawatir dengan keadaan Amara sekarang.

"Yaudah, aku ke kamar dulu ma" ucap Bimo yang diangguki olrh Siska.

Saat Bimo melewati kamar Amara, Ia melihat kamar yang sudah tertutup rapat. Bimo mencoba mengetuk pintu kamar Amara. Namun tak kunjung dibuka oleh Amara. Bimo pasrah, mungkin adiknya memang butuh waktu sendiri untuk saat ini.

Di kamarnya, Amara tengah berendam di bath tub nya. Ia hanya ingin memulihkan kembali pikiran dan hatinya yang sempat kacau tadi. Amara ingin tenang malam nanti, Ia tak ingin ada banyak pikiran yang mengganggu.

Amara memejamkan matanya. Ia ingin menikmati waktu sendiri untuk saat ini. Rasanya Ia ingin menyendiri dalam waktu yang lama.

Tiba-tiba hal yang tak diinginkan datang, bayangan masa lalu kini terlintas di kepalanya. Bayangan saat Ia masih memilikinya, bayangan saat kisah mereka masih terukir indah.

"Ahh, kenapa jadi ingat-ingat masa itu sih. Kan katanya lo mau mundur Ra, jangan karena bayangan itu muncul kembali lo akan tetap kekeuh sama keinginan lo untuk kembali sama Alvian" omel Amara pada dirinya sendiri. Amara pun kembali melanjutkan berendamnya.

Setelah satu jam lebih berada di kamar mandi. Kini Amara pun telah berganti pakaian dengan pakaian santai ala dirinya. Baju kaos kedodoran berwarna hitam dan hotpants jeans.

Amara duduk di meja belajarnya. Mengubrak-abrik tempat album fotonya. Ia mengambil sekumpulan foto polaroid miliknya. Di foto itu menampilkan sepasang kekasih yang tengah bahagia. Ya, itu adalah dirinya dan Alvian waktu itu.

Amara tak ingin membuang foto itu, biarlah Ia menyimpannya sebagai kenangan akan kebersamaan mereka. Amara masih tak ingin lepas dari Alvian.

Kini matanya beralih pada sebuah amplop putih yang tergeletak di atas buku diarynya. Saat dilihat ternyata itu adalah amplop dari Pelangi. Ternyata dirinya telah menaruh amplop itu di meja belajarnya. Memang sifat teledornya masih melekat.

Amara mulai mengambil sebuah surat yang ada di dalamnya. Namun pergerakannya berhenti saat Ia tak sengaja melihat sebuah foto yang terjatuh dari amplop tersebut.

Amara mengambil foto tersebut lalu mengamatinya dengan seksama. Sepasang kekasih dengan senyum bahagia yang lebar.

Amara masih ingat waktu itu. Amara masih mengingatnya jelas karena kisah terukir sangat indah dihatinya.

"Ini foto gue sama Alvian. Kenapa Pelangi bisa punya foto ini ya?" Amara bingung dengan foto tersebut yang ada pada amplop tersebut.

"Ehh, ada lagi" ucap Amara saat menemukan sebuah foto kembali. Masih dengan orang yang sama.

"Tuh kan gue jadi ingat masa-masa itu. Awas aja gue gak jadi mundur" ucap Amara lebih kepada dirinya sendiri.

Amara yang sudah penasaran akan isi surat dari Pelangi pun mulai membukanya dan membaca isinya perlahan demi perlahan.

Hai Ra,
Masih ingat gak sama kisah kita?
Aku masih ingat kok, masih ingat sama masa-masa kita masih menjadi sepasang
Sebenarnya sih aku gak mau putus dari kamu tapi apadaya kamu nya gak mau dengerin penjelasan aku dulu
Waktu itu, aku lagi nemenin Pelangi bukan selingkuh
Aku cuma mau bikin dia senang dan bahagia karena dia lagi sakit waktu itu Ra
Tapi apadaya kamu sama bang Bimo sudah salah paham duluan, jadinya aku diputusin deh
Tapi tenang aja, saat ini aku masih belum lupain perasaan aku ke kamu. Aku masih sayang sama kamu
Tapi, mungkin gak ya kamu masih sayang sama aku?
Mungkin gak ya kamu masih ingat sama kisah kita?
Semoga saja mungkin, disini aku masih merindukan kamu Ra

------------------------------------------------------

Hai Amara, ini gue Pelangi kalau yang tadi itu Alvian
Itu adalah curahan hati Alvian yang gak sengaja gue temuin di kamar inap gue waktu di rumah sakit di Singapura
Tulisan itu dia buat mungkin buat mencurahkan segala isi hatinya yang lagi hancur waktu itu
Dia sebenarnya masih sayang sama lo Ra, tapi dianya aja yang sekarang gengsi buat ngaku
Pake acara balas dendam segala, tapi itu bukan balas dendam sih sebenarnya. Dia yang bilang
Dia cuma mau nguji aja, lo masih sayang gak sama dia atau lo udah benar-benar lupain perasaan lo ke dia
Dan rencananya dia berhasil, lo datang minta maaf ke dia dan mau memperbaiki hubungan kalian
Awalnya Alvian menunggu waktu yang tepat buat bilang 'iya'
Tapi semuanya semakin dipersulit dengan adanya saran dari papanya untuk jauhin lo
Dia makin kesini jadi makin bingung Ra,
Mau jauhin lo, tapi dianya masih sayang
Mau jalin hubungan lagi sama lo, tapi dia gak bisa karena tuntutan dari papanya
Karena itu, dia jadi bingung harus ngapain
Dia emang jauhin lo, tapi dia selalu merhatiin lo Ra
Dia benar-benar masih sayang sama lo
Gue harap sih, lo buat Alvian sadar jika yang menjalani hubungan itu kalian bukan papanya Alvian
Gue sendiri sebenarnya udah ikhlasin Alvian kok buat lo
Gue mau kalian kembali Ra,
Jangan nyerah untuk perjuangkan hubungan kalian lagi
Gue akan bantu lo dengan buat Alvian sadar jika dirinya harus mendapat kebebasan memilih
Bukan maksud gue supaya dia membantah orang tua, tapi untuk kebaikan dia lah lebih tepatnya
Cukup segini aja deh Ra
Gue cuma pengen lo tau tentang masalah ini
Gue cuma pengen liat kalian berdua bahagia

Amara tak percaya dengan apa yang terjadi dengan dirinya dan Alvian.
Sama persis.

"Kenapa papa dan juga papanya Alvian bisa berpikiran yang sama? Atau jangan-jangan papa dan juga papanya Alvian ada masalah sehingga mereka melibatkan gue dan juga Alvian?" Amara mengerutkan keningnya, bingung dengan kejadian ini.

"Kayaknya gue emang harus bicarain tentang hal ini sama Alvian. Gue gak mau masalah ini semakin menjadi besar nantinya"

"Iya benar, gue harus selesaiin ini secepatnya" ucap Amara lalu menaruh kembali amplop beserta surat dari Pelangi itu di atas meja belajarnya.

∆∆∆∆∆

Udah update
Jangan lupa vote dan komen yaa
Salam,
Pita, 08 April 2020💖

AlviAra 2 (Lakuna) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang