Bab 9. Suatu Saat Nanti

95 7 4
                                    

Satu doaku yang tak lupa aku semogakan
Agar aku dan kamu kembali menjadi kita
Kita yang selalu bahagia mengukir kisah
Kisah kehidupan masa depan

∆∆∆∆∆

Di sekolah Amara tak pernah mengobrol dengan kedua sahabatnya sampai saat ini pun mereka seperti menjaga jarak. Jika berpapasan tak ada yang saling melempar sapa atau pun senyum.

Amara tau, mungkin salahnya juga yang terlalu egois. Tapi dia sendiri juga tak mau terlalu di atur. Semakin kesini Amara merasa perasaannya menjadi beban. Terlalu berat untuk dijadikan ujian dalam hidupnya. Tetapi Amara juga tidak akan menyerah.

"Gaby" panggil Amara saat tak sengaja melihatnya tanpa Claudia.

"Eh, hai Ra. Ada apa?" tanya Gaby pada Amara.

"Gue mau minta maaf ya" ujar Amara yang membuat Gaby bingung.

"Minta maaf?" tanya Gaby seraya mengerutkan alisnya.

"Iya minta maaf. Maaf gue udah egois, karena gue tetep kekeuh mau balikan sama Alvian." ucap Amara pada Gaby.

"Santai Ra. Gue gak ngerasa kalau lo salah, cuma ya karena kita belum paham aja sama yang namanya pilihan diri sendiri" balas Gaby.

"Bilang ke Clody juga, gue minta maaf banget sama dia. Entar kalau udah ada waktu yang pas gue bakalan minta maaf secara langsung sama dia" sambung Amara.

"Okeyy" jawab Gaby.

"Eh yaudah deh. Gue mau pergi dulu, ada urusan penting. Bye bye" ucap Amara melambaikan tangannya pada Gaby seraya tersenyum. Lalu menghilang dari pandangan Gaby.

"Suatu saat nanti semuanya pasti akan menjadi hari yang paling baik Ra. Tuhan hanya sedang menguji lo" gumam Gaby lalu berjalan menuju kelasnya.

Di lain tempat tampak seorang laki-laki tengah duduk di bangku taman. Sesekali Ia melirik jam arloji di pergelangan tangannya.

"Al, maaf ya lama" ucap seseorang.

Alvian, sosok laki-laki tersebut menoleh saat namanya dipanggil.

"Lama banget sih Ra. Kemana aja?" tanya Alvian pada orang tersebut, Amara.

"Maaf, tadi gue ngomong sebentar sama Gaby. Minta maaf sama dia tepatnya" jawab Amara sembari ikut duduk di sebelah Alvian.

"Lo musuhan sama mereka berdua?" tanya Alvian lagi.

"Iya, gue musuhan sama mereka berdua. Itu juga karena masalah sepele sih sebenarnya" jawab Amara.

"Masih aja kekanak-kanakan" ujar Alvian.

"Bukan kekanak-kanakan Al, cuma gue gak suka diatur-atur. Gue bebas buat milih siapa dan apa dalam hidup gue, karena gue tau alasan kenapa gue bisa milih itu" balas Amara.

Alvian melirik Amara sebentar, lalu Ia menanyakan apa maksud Amara jngin bertemu dengannya.

"Lupain itu dulu. Maksud lo ngajak gue kesini apa?" tanya Alvian pada Amara.

"Gue tau kenapa lo jauhin gue. Gue tau kenapa lo gak mau ngasih kesempatan kedua buat gue. Bukan karena balas dendam, tapi karena papa lo yang nyuruh jauhin gue" ucap Amara tanpa menatap Alvian.

'Kenapa Amara bisa tau itu' Ucap Alvian dalam hatinya.

"Sok tau lo" balas Alvian ketus namun berusaha menutupi mimik wajahnya yang gelisah.

"Al, gue bukan sok tau. Tapi emang kenyataannya gitu kan? Gue mau lo katakan ke gue semuanya Al, gue mau lo jujur" ucap Amara sembari memohon di depan Alvian.

"Gue harus jujur apalagi sih Ra? Masih belum puas sama maaf dari gue?" Alvian menjadi risih sekaligus gelisah sama tingkah Amara.

"Jujur tentang ini" ucap Amara sembari menunjukkan surat yang Pelangi kirimkan waktu ini untuk dirinya.

Alvian melirik Amara sebentar lalu melirik surat yang ada di tangan Amara.

"Itu surat apa dan dari siapa?" tanya Alvian yang masih melirik surat di tangan Amara.

"Ya lo baca aja sendiri" ujar Amara sembari menaruh surat itu di tangan kanan Alvian.

Alvian membaca surat yang Amara berikan padanya. Ia menelan salivanya. Pelangi telah membuat Ia merasa tersudutkan. Kini Amara sudah tau semuanya.

Alvian melirik Amara sebentar lalu tangannya terulur menyentuh pundak Amara. "Jadi lo udah tau semuanya?" tanya Alvian dan Amara mengangguk menanggapinya.

"Maafin gue Ra, gue gak bisa bohongin perasaan gue selama ngejauhin lo. Gue masih suka merhatiin lo walau dari jauh. Gue masih suka khawatir saat lo sedih apalagi karena gue. Gue masih sayang sama lo Ra, gue benar-benar masih menyimpan perasaan itu. Tapi semuanya terhalang akan kondisi ini Ra" ucap Alvian, matanya sudah memerah mungkin sebentar lagi akan mengeluarkan air dari perasaan terdalamnya.

Tanpa persetujuan dari Alvian, Amara memeluk erat tubuh Alvian. Ia ingin menumpahkan rindunya yang selama ini tak bertuan.

"Nasib kita sama Al. Semuanya terjadi tanpa kita sadari" ujar Amara yang masih memeluk Alvian erat.

Alvian yang mendengar kata-kata Amara tadi mulai mencernanya. Lalu Ia melepaskan pelukan.

"Sama?" tanya Alvian bingung.

"Iya sama. Papa nyuruh gue ngejauhin lo, dan gak ngebolehin gue untuk menjalin hubungan kembali sama lo. Tapi gue gak sama kayak lo, bisa saja gue dibilang durhaka karena gak mau nurut sama kata-kata ortu. Gak pa-pa biarin aja, gue ngelakuin itu karena gue ingin memperjuangkan kita, gue ingin merasakan apa yang namanya perjuangan untuk memulihkan keadaan hubungan kita dan gue juga ingin hidup yang mendapatkan hak untuk memilih apa yang gue inginkan tanpa harus dikekang" Ucap Amara.

"Jadi gue kurang usaha gitu?" Alvian merasa jika Amara tengah menyindirnya.

"Bukan gitu Al. Maksud gue itu gak semua orang bisa nerima saran dari orang tua dan harus langsung ngelakuinnya. Karena ada juga yang memikirkan terlebih dahulu dampak dari saran itu. Ya walaupun pilihan orang tua memang pilihan yang tepat katanya, tapi kan kita juga bebas buat milih pilihan kita sendiri" balas Amara dengan mimik wajah yang meyakinkan jika dirinya telah berubah menjadi dewasa.

"Amara yang teledor udah berubah ternyata" ucap Alvian terkekeh melihat perubahan mimik wajah dari Amara.

"Jangan bercanda deh Al. Masa iya gue masih dibilang teledor sih" ucap Amara dengan mengerucutkan bibirnya.

"Gemas" ucap Alvian mencubit hidung Amara membuat Amara terkejut akan gerakan tiba-tiba dari Alvian.

"Jadi, kita baikan?" tanya Amara yang masih belum bisa menyembunyikan kesenangannya.

"Iya baikan tapi bukan balikan" jawab Alvian yang membuat Amara tersenyum senang walaupun sebenarnya Ia mengharapkan bisa balikan dengan mantan.

"Jadi, apa rencana kita setelah ini?" tanya Amara sebari meletakkan jari telunjuknya di dagu seperti orang tengah berpikir.

"Rencana kita adalah, menyelidiki akar dari permasalahan mengapa papa kita menyuruh kita untuk saling menjauh" jawab Alvian.

"Oh iya ya, kenapa gue gak kepikiran itu sih dari tadi" ujar Amara.

"Ya itu emang lo nya aja yang kurang berpikir" balas Alvian lalu berjalan mendahului Amara.

"Eh, dasar. Mantan, gak ada akhlaknya ya lo ninggalin gue sendiri disini" teriak Amara lalu berlari mengejar Alvian, sang mantan yang kini sudah menjadi teman baiknya. Alias, sudah baikan.
Bukan balikan ya, tapi baikan. Udah digaris bawahi itu jangan gagal fokus. Wkwkwkwk.

∆∆∆∆∆

Yeay update lagi
Maaf ya agak lama gak update, kondisi aku dari waktu ini udah down
Dan tanggal 9 kemarin langsung drop deh, tapi untungnya gak terlalu parah sih
Tapi gak papa, yang penting sekarang udah fit lagi, hehe
Semoga selalu baik" saja dan dalam lindungan tuhan ya, astungkara🙏

Salam,
Pita, 12 April 2020💖

AlviAra 2 (Lakuna) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang