Bab 15. Human

72 5 2
                                    

Karena manusia memang tak pernah puas, entah menyangkut yang dimilikinya, keinginannya ataupun kehilangan yang tak disadarinya

∆∆∆∆∆

Ding dong, ding dong

Amara menggeliatkan badannya, baru saja dapat tidur sebentar tetapi ini sudah diganggu dengan suara bel rumah yang dipencet.

Apa tidak ada yang membukakan pintu? Kemana mama dan papa juga bang Bimo? Masa harus Amara yang membukakan pintu, Amara mendengus sebal lalu berjalan menuju pintu utama rumahnya dengan sedikit sempoyongan.

"Siapa sih malam-malam bertamu," gerutu Amara sembari membukakan kuncinya. Bel kembali berbunyi membuat Amara jengah, "gak sabaran banget sih."

"Lho Alvian?" Amara kaget melihat Alvian yang masih mengenakan seragam sekolahnya berdiri di depan rumahnya malam-malam begini.

"Lo ngapain malam-malam begini kesini?"

"Siapa Ra?" ternyata itu papanya, Ia sudah berada di belakang Amara.

"Emm a-nu--"

"Alvian?" habislah, papa sudah melihat Alvian.

                                 ______

Saat ini mereka bertiga sedang duduk di ruang tamu. Alvian duduk tepat di sebelah papa Amara. Sedangkan Amara duduk di single sofa tepat menatap papanya dan Alvian.

Jantung Amara berdegup kencang seakan habis lomba lari marathon. Apa yang akan terjadi setelah ini? Sudah jelas Alvian tahu jika papa Amara telah membenci Alvian, tetapi beraninya dia datang kesini tengah malam pula.

"Mengapa kamu datang kesini tengah malam seperti ini?" tanya Alex.

"Maaf sebelumnya mengganggu malam-malam begini om dan terima kasih karena om mengijinkan saya untuk masuk"

"Tidak usah basa-basi, ini sudah malam. Katakan saja ada apa?"

Alvian tersenyum mendengar perkataan ayahnya Amara.

"Saya mau minta restu dari om," ucap Alvian lugas.

"Restu apa?" tanya Alex.

Alvian melirik Amara sebentar sedangkan yang dilirik mengernyit bingung maksud perkataan Alvian.

"Restu untuk bertunangan dengan Amara." Amara menatap Alvian dengan pandangan kaget begitu juga dengan Alex. Apa yang anak ini katakan, mereka bahkan masih menempuh bangku sekolah menengah atas dan Ia datang untuk meminta restu bertunangan. Sungguh hal yang konyol.

"Pulanglah, ini sudah sangat larut. Besok kamu harus sekolah bukan? Jadi pulanglah kita bicarakan ini lain waktu." Alex bangkit dari tempat duduknya dan mulai melangkah menuju kamarnya. Bukan Alvian namanya jika Ia tidak mendapatkan jawabannya sekarang.

"Tunggu om!"

Alex menghentikan langkahnya lalu berbalik menatap Alvian.

"Aku tahu alasanmu mengatakan hal konyol itu. Aku tidak akan membiarkan keluarga kita memiliki hubungan dengan keluargamu, aku tidak akan pernah lupa apa yang telah ayahmu lakukan Alvian," sentak Alex.

Alvian hanya menatap Alex yang sudah melangkah menjauhinya. Ia tak mendapatkan jawaban apa-apa hari ini dari Alex. Alvian tersenyum kecut.

AlviAra 2 (Lakuna) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang