Chapter Two

492 44 28
                                    

Pemandangan malam ini di Yokohama sangat indah. Langit gelap memancarkan aura kasih sayang yang penuh kepada tempat ia berdiri saat ini. Lampu-lampu yang menerangi kota ini seperti warna-warni yang menghiasi gelapnya secarik kertas hitam. Bintang pun ikut menerangi dengan cahayanya yang indah. Entah karena faktor apa—yang pasti ia tak tahu—bintang malam ini terlihat lebih banyak dari biasanya ketika ia ke tempat ini untuk konser. Tentu saja ketika melihat pemandangan seperti itu, ia menjadi malas beranjak dari tempatnya. Matanya tak lepas-lepas dari view yang menjadi list favoritnya untuk dilihat kembali suatu saat.

Dengan tangan kanan yang menopang dagu di atas balkon dan tangan kirinya yang memegang balkon tidak begitu erat, ia menikmatinya dengan seksama sambil berkata dalam hati beberapa kali kalau ia pastikan akan ke tempat ini kembali di konser mereka mendatang. Mungkin masih beberapa waktu lagi. Setelah dari negaranya, mereka harus menyiapkan untuk Tur Australia, belum lagi Tur Asia, membuat lagu baru untuk album baru, dan masih banyak yang harus dilakukan tahun ini. Kemungkinan tahun depan mereka merilis album baru kembali, setelahnya menjalani tur luar negeri, baru kemudian kembali ke negaranya. Jadi, ia harus menunggu sekitar satu setengah tahun. Cukup lama juga.

Tap

"Hei!"

Suara itu cukup mengagetkannya, ditambah tepukan di bahunya yang tiba-tiba. Ia sangat tahu suara siapa itu, maka dari itu ia menoleh dengan mengerutkan kening dan mata yang menyorot seolah-olah ia sangat kesal diganggu sang pelaku.

"Apa yang kau lakukan di sini, Mori? Semua orang mencarimu. Mereka mengira kau meninggalkan ponselmu di suatu tempat lagi dan kau mengambilnya seperti yang pernah terjadi pada saat kita konser di Osaka-Jo Hall hari terakhir."

Dengan rokok elektrik di tangan kirinya, Toru tampak kebingungan melihat Taka sendirian di balkon luar tempat mereka menginap sebelum konser di Yokohama Arena besok untuk hari terakhir. Toru menghisap barang candunya sebelum bertanya kembali.

"Kenapa melihatku begitu?"

Tak tahan dengan ekspresi yang Toru tampilkan, akhirnya Taka tertawa.

"Toru-san, kau mengkhawatirkanku? Katakan, yang sebenarnya mencariku adalah kau, bukan? Aku tidak dapat dibohongi, Toru-san. Tadi aku sempat berpesan pada salah satu staff kalau aku ingin ke sini untuk mencari udara segar."

Mendengar itu, penyandang sebutan 'gachapin' ini diam saja. 

"Tenang, ponselku tidak tertinggal lagi. Kau selalu mengingatkanku beberapa hari terakhir, bukan?"

Mata pemilik marga Yamashita ini berkilah melihat sesuatu yang lain. Nampaknya ia sedikit malu atas apa yang ia katakan tadi. Sungguh, ia tidak pintar untuk mencari alasan yang tepat agar anak koala itu percaya.

Toru lebih memilih untuk mendekat ke balkon sambil meneruskan kegiatan merokoknya itu daripada membalas ucapan koala pintar. Terlebih ia benar-benar tidak menoleh ke arah Taka karena terlalu sibuk menutupi malu yang ia rasakan.

"Hei, apa kau malu?" Dengan polosnya, Taka bertanya.

Tentu saja aku malu, bodoh.

Rasanya Toru ingin menjawab seperti itu.

"Lucu juga kau, Toru-san. Tetap berusaha cool saat malu. Tapi walaupun begitu, tetap ketahuan, lho, kalau kau malu."

Taka terkekeh kecil dengan pandangan yang tak lepas dari pemilik nama yang ia sebut. Sementara itu, Toru tetap tak memedulikan ucapan Taka. Ia terus menghisap benda berisi nikotin itu.

"Haah, kau ini selalu saja begitu. Kau tidak perlu sok cool di depanku, aku tahu persis bagaimana dirimu, Toru-san."

Kali ini Toru menoleh dengan alis terangkat sebelah dan kegiatan favoritnya yang ia hentikan. Mereka saling bertatapan cukup lama sampai akhirnya Toru angkat bicara.

The Love We've Made [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang