06 || targeted

120 61 189
                                    


        "Be strong enough to let go and patient enough to wait for what you deserve." 

—Unknown

🌏🌏🌏

Dentingan suara lonceng perak kala gagang pintu hunian terbuka menyambut kedatangan dari lelahnya perjalanan Bibi Liye dan Axel sore ini. Hunian dengan nuansa serba coklat muda dengan ornamen kayu ukir di beberapa bagian , tidak begitu besar, namun pas untuk ditinggali dua manusia disini. Axel tidak berhenti menatap sekitar ruangan. Menurutnya, rumah ini unik sekali jika dilihat. Sederhana-tapi berbeda dari rumah rumah kota besar pada umumnya. Terlebih juga, ada beberapa koleksi kamera lama yang tersimpan apik di dalam lemari kaca, pun Gramofon tua berwarna emas yang disampingnya tersusun piringan hitam--beberapa ada yang di pajang di dinding sebagai aksesori rumah. Rumag yang nyaman.

" Ah, rumah bibi memang tidak sebesar rumah Axel,eum..., tidak apa-apa kan?" ucap Bibi Liye begitu melihat ke arah Axel yang mulai menjarahi setiap bagian rumahnya dengan serius. 

Axel berbalik, sepertinya ada sebuah kesepakatan yang terlupakan beberapa waktu lalu, 

" Loh? katanya Axel akan panggil dengan sebutan mom kan? Mom lupa,yaa...," imbuh Axel diselingi seringai senyuman dan kekehan halus disana,sembari menunjukkan telunjuk kecilnya mengarah pada proporsi Bibi Liye berdiri sekarang.  Ah, sepertinya Bibi Liye harus sering sering mengkonsumsi salmon dan kacang kacangan agar tidak menjadi pelupa walau di usia yang terbilang muda.

Wanita yang akan memasuki usia kepala tiga inipun menepukkan telapak tangannya kearah dahi pelan,pun sedikit tertawa lirih teringat beberapa permohonan kecil yang ia sebut beberapa waktu lalu,  " Ah, Mom lupa! memang ya, semakin tua,ada saja penyakitnya, hahaha..,"

" Mom sudah tua bagaimana? Mom masih sangat cantiiik sekalii," imbuh Axel sambil mengerlingkan sebelah matanya ke arah Bibi Liye, lalu selang beberapa detik keduanya tertawa seru karena merasa aneh dengan apa yang ia lakukan barusan. Mengingat bahwa Paman Dion juga pernah melakukan hal serupa kepada sekumpulan kakak-kakak dalam sebuah musik video di ponsel pintar dengan bahasa yang ia tidak kenali. Kata Paman Dion sih, bentuk rasa cinta yang tidak pernah terbalaskan. 

" Siapa,sih yang mengajari hal genit seperti itu,hmm?"

kekehan Axel bau mereda setelah beberapa saat kemudian, sembari berkata , " dulu, Axel pernah lihat Paman Dion begitu,bi!"

Mendengar satu nama tentang kejadian menyeramkan penuh ketakutan, mengingatkan Bibi Liye tentang seberapa terpuruknya nasib Paman Dion,  yang sudah ia anggap seperti kakak sendiri. Permainan Paman Aric benar benar harus selesai sampai disini. Sudah terlalu banyak korban nyawa yang ia bunuh tanpa rasa belas kasihan sedikitpun. Terlebih, pria yang lebih muda beberapa tahun dari Bibi Liye itu membunuh orang orang yang merawat dan menyayangi dirinya-lebih dari apapun. Bibi Liye benar benar geram jika mengingat betapa kejinya seorang manusia melakukan hal diluar batas kepada orang orang yang tidak bersalah. Rasanya benar benar ingin membalas, tapi teringat sebuah pesan dari orang yang pernah ia sayangi berkata,      

' manusia yang baik ialah manusia yang tidak membalaskan perbuatan tercela orang lain dengan keburukan pula, tapi membalasnya dengan ketulusan hati dan menyadarkannya. '

Sebuah pesan yang tidak bisa terlepas dari atensi pikiran Bibi Liye walau sejengkalpun. Sebuah pesan, yang membawa dirinya dan Axel sampai di Arizona, dengan harapan hidup tenang dan damai menyelimuti diantara keduanya. Ingin sekali hidup bebas tanpa satu orangpun masuk ke dalam hidupnya lagi, trauma suatu kejadian dapat terulang untuk ke dua kalinya.

where's hope? [ ON GOING ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang