09 || talk

33 14 70
                                    

"If you live for people's acceptance, you will die from their rejection." -A.n


" Nama lengkapku Thorium Dion Jocheved, biasa kau panggil Dion. Dulu kau panggil diriku dengan sebutan Major Thor yang terhormat. Dan dikontak ponselmu..., namaku adalah Hyun-sik. Apa kurang jelas ? " jelas Paman Dion sembari agak berteriak, melawan bisingan suara dari helikopter yang ia bawa. 

Hening sejenak.

Bersamaan dengan degup jantungnya yang terus memompa darah ke seluruh tubuh, Bibi Liye merapatkan kedua belah pasang tangannya, menutup bukaan mulut yang sedang mengekspresikan keterkejutan disana. Netranya membulat, serasa ingin keluar dari bingkai mata sekarang.

Paman Dion sempat melirik keterkejutan Bibi Liye dari balik cermin di atas kokpit, sembari menyunggingkan sedikit senyuman, lantas berkata, "kenapa? kau pasti mengira aku akan mati, ya ? Analisismu memang buruk, li, " 

Merasa kejadian pilu ini sudah terganti dengan nuansa ejek-mengejek, Bibi Liye yang tadinya menampikkan raut terharu, berubah menjadi kesal terhadap sindiran yang diucapkan Paman Dion barusan. Dia bukannya tidak bisa menganalisis dengan baik, hanya saja dari segala aspek, dia tidak mengira manusia yang kemarin menelfonnya dalam keadaan sekarat bisa ada disini, menyetirkan heli dan menyelamatkan nyawanya. 

" Iya-iyaa, aku minta maaf! " ujar Paman Dion karena tidak mendapatkan sautan dari sang empu sebelumnya, melirik sedikit ke arah Bibi Liye dan mengerlingkan sudut matanya sebentar. Bibi Liye yang melihatnya langsung jadi merasa mual.

" Iya, tidak apa. Terima kasih, ya. Kalau tidak ada heli ini mungkin kami akan benar-benar mati di tangan Erick.., " tutur Bibi Liye beberapa detik setelahnya, sembari menatap ke arah depan, menarik dan menghembuskan napasnya, mencoba menetralisir segala kegusaran beberapa waktu yang lalu sekaligus melihat betapa indahnya langit malam dari atas sini. 

Setelah penuturan Bibi Liye barusan, keheningan kembali tercipta diantara keduanya. Paman Dion berusaha untuk memberikan waktu sejenak, pasti sangat berat untuk Bibi Liye berbicara sekarang. 

Setelah beberapa detik lengang tanpa percakapan, Paman Dion kembali berucap, membuka topik baru untuk disampaikan kepada wanita kepala tiga yang ada dibelakangnya,

" Li, sepertinya analisisku juga buruk, "

Bibi Liye yang sudah lelah menanggapi percakapan Paman Dion yang suka melantur kemana-mana ini hanya menganggukkan kepalanya saja, terserah ingin bilang apa.

" Iya? kenapa kau mengaku seperti itu sekarang ? "

Paman Dion menghembuskan napasnya kuat-kuat terlebih dahulu, sebenarnya lebih nyaman juga hal ini disampaikan secara serius dan dalam keadaan yang nyaman. Tapi melihat keadaan yang sudah terjadi, menunggu terlalu lama bukanlah opsi yang tepat.

" Cloe masih hidup, Li, " tutur Paman Dion dengan sedikit nada terisak disana. Memang Bibi Liye dan Paman Dion sedang tidak dalam keadaan tatap-menatap secara langsung. Kendati demikian, dari suara yang jelas terdengar dari depan kokpit sana, Bibi Liye bisa tahu jelas bahwa Paman Dion sedikit menangis, menangis haru, tentunya. 

Bibi Liye yang ikut bahagia mendengar kabar ini, kembali bertanya mengenai kebenaran ucapan sang empu barusan, " Kau serius? tapi tahu darimana ? " 

" Beberapa waktu lalu, Hallen menelfon. Dia mengatakan sudah membawa Cloe bersamanya, pergi ketika Erick menuju rumahmu tadi, " jelas Paman Dion seiring dengan nada lega disana. Memang bukan hubungan sedarah yang mengharuskan Paman Dion, selega ini mendapat kabar sang nona kecil masih bernafas di muka Bumi. Namun rasa kasih sayangnya yang melebihi apapun terlihat jelas dari perangai dan batinnya terhadap Cloe hingga sekarang. 

Dahi Bibi Liye sedikit mengernyit, mengisyaratkan masih ada yang ganjil pun perlu dipertanyakan disini, " lalu, yang kau bilang mengambang di dalam aquarium itu siapa ? " 

Dengusan napas berderu halus untuk beberapa saat. Hingga beberapa detik setelahnya, Paman Dion kembali menjawab, " sepertinya sejenis puppet  yang sering dimainkan Cloe yang dilumuri darah, entahlah. Arick pada dasarnya memang gila, kan ? "

Setelah mendengar jawaban dari Paman Dion barusan, sontak Bibi Liye menenggelamkan wajahnya ke dalam lipatan kaki lalu tenggelam dalam bantalan lengan. Bibi Liye sudah jenuh sekali dengan pembahasan Paman Arick untuk saat ini. Membahas atau mengungkit semua perbuatannya adalah hal yang percuma dan sia-sia saja. 

Setelah perbincangan yang cukup panjang barusan, Bibi Liye memutuskan kembali duduk disamping Axel, menemani seorang anak kecil yang sudah terlelap dalam indahnya malam disana. Perjalanan masih sekitar 11 jam lagi hingga sampai ke Kota Bristol, kira-kira demikian perhitungan Bibi Liye barusan. Bibi Liye yang teramat lelah untuk 1x24 jam ini tanpa sadar ikut terlelap. Membiarkan semilir angin yang terus berhembus melewati wajah paripurnanya, sembari melewatkan suasana malam dibawah bintang gemintang yang benderang. 

- To Be Continue -

HI! HI! aduh kangen sekali dengan wattpad 😭 banyak banget kendalanya selama masih sekolah online buat terus nulis disini, tapi semoga kedepannya aku bisa sering update ya! 

Terima kasih untuk selama ini! ✨💖

- Hana 😉



where's hope? [ ON GOING ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang