08 || arrived

34 16 100
                                    

"One of the hardest lessons in life is letting go. Whether it's guilt, anger, love, loss or betrayal. Change is never easy. We fight to hold on and we fight to let go." — U.n  

🌻🌻🌻

" Namaku Aric Safaraz Dilian dan aku menginginkan Axel juga Bibi kesayangannya itu pulang bersamaku sekarang, "

Jika ingat ucapan Dall sebelumnya ketika berkata jika Aric ingin hartanya, anggap saja ucapan tersebut hanya basa-basi saja. Tentu saja Dall yang berdiri di depan proporsi tubuh gagah Aric sangat tahu jelas siapa lawan bicaranya sekarang. Seseorang yang keji dan penuh ambisi, kelewat tamak dan tidak punya hati adalah deskripsi yang akurat untuk seorang lelaki didepannya. 

Dengan berberat hati, Dall membalas uluran perkenalan ini dengan sebelah lengannya, mencengkram tangan Aric pelan, sesekali dirinya mencoba untuk bersitatap ke arah anak buah Aric yang jumlahnya cukup banyak untuk sekedar melawan sendirian. Dall memang berat mengakuinya, tapi salah jika strategi Aric dibilang mudah ditebak. 

Dall sedikit menaikkan tautan salah satu alisnya ke atas, lantas sang empu berkata, " Namaku Dallin Drinzon...," 

" ... dan berjanji tidak akan memberikan apa yang sudah menjadi tanggung jawabku kepada seorang penghianat sepertimu," sambung Dall yang diakhiri dengan seringai licik pun netranya yang menatap tajam ke arah mata Aric di depan sana.

Mendengar penuturan Dall barusan sontak membuat Aric tercengang bukan main. Lihatlah! berani sekali seorang pemuda tanpa bala bantuan di sekelilingnya berkata demikian kepada orang yang jelas disini, lebih menguasai permainan. Seketika, raut wajah Aric berubah kentara, menatap kelewat nyalang ke arah Dall yang sangat santai disana, seakan-akan ia lupa dengan siapa yang ia rendahkan dan apa pangkatnya berkata demikian.

Bukan Aric namanya, jika tidak berlaku kejam kepada setiap manusia yang berusaha mempersulit rencananya. Tautan perkenalan antara kedua lengan lelaki berbadan maskulin itu terlepas seketika, digantikan dengan sebelah tangan Aric yang sigap menarik sniper dari bagian belakang pundak, dengan cergas dirinya berusaha menarik pelatuk senjata api yang ada dalam genggamannya, lantas menautkan ujung bidikan tersebut tepat di tengah Dahi lelaki di depannya.  

Aric benar-benar marah sekarang dan siap sedia melepas pelurunya kapan saja.

" Beraninya kau! sadar tidak, kau sedang berbicara dengan siapa?! " 

" Berbicara denganmu, memangnya berbicara dengan siapa lagi?" jawaban Dall sukses membuat Aric tambah naik pitam dibuatnya. Ingin rasanya  Aric benar-benar melepaskan pelurunya tepat di dahi Dall sekarang, lalu bisa saja dengan mudah dirinya mengambil alih dua manusia yang tengah dipertaruhkan nyawanya disini. Namun, mengingat bahwa lokasinya sekarang tidak jauh dari pusat kota membuat dirinya mengurungkan niatan tersebut. Bisa saja kan? suara peluru sniper nya ini terdengar oleh beberapa warga sekitar dan dilaporkan kepada pihak berwajib? Ah, Aric sangat malas berurusan dengan jeratan hukum dan pasal-pasal yang ada. 

Dall sebenarnya ingin tertawa lepas disana, terlebih lagi melihat pergerakan Aric yang ragu-ragu dalam bertindak. 

Tanpa rasa gentar sama sekali, Dall kembali meloloskan satu butir pernyataan dari birai beraninya, " Ternyata melihatmu secara langsung tidak seseram yang aku duga jika membaca dari koran berita. Kau ini ternyata orang yang penakut,ya...,"

Aric bukan lagi naik pitam dibuatnya, namun sudah ingin sekali rasanya menelan bulat bulat Dall yang dengan tenang merendahkan dirinya di antara anak buahnya sendiri. Hey! Bahkan bawahan Aric saja tidak pernah sesekali berani menatap matanya dalam detik ke lima. Tapi lawan bicaranya ini Dall, orang yang baru saja ia ajak kenalan dan dengan santainya berucap begitu menantang di dalamnya. 

where's hope? [ ON GOING ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang