04 || Pain

121 65 124
                                        

" The deepest pain is unseen by eyes. The deepest sadness is unsaid by words."

🖤🖤🖤

" Untuk kematian kakak! mari bersulang ! " 

.....

Scottsdale, Arizona, Amerika Serikat.

Seorang wanita yang sebentar lagi akan berkepala tiga ini menyunggingkan senyumnya benar benar lega, sambil mengaitkan sebelah tangannya dengan satu tas jinjing penuh dengan harta benda yang dapat dibawa, pun seorang manusia kecil yang berada di sisi tangan lainnya. Rasanya benar benar ingin menangis bersyukur atau tertawa karena masih diberikan hidup untuk lebih lama di dunia ini. Ya, Bibi Liye sesenang itu. 

Pasalnya, tidak lain tidak bukan, masih karena kejadian semalam yang benar benar di luar nalar. Kalian tahu? Wanita yang tengah menyunggingkan senyum lebar lebar ini berhasil kabur dari tempat penyekapan dirinya bersama Axel di suatu ruangan bernuansa gelap dan dipenuhi dengan tong-tong besar, sepertinya berisi minyak yang disimpan secara ilegal. Untungnya, mahkota wanita yang terurai panjang di atas kepalanya ini, selalu dipakaikan jepit panjang berwarna hitam, agar beberapa perpotongan poni di atas dahi tidak menghalangi rutinitasnya sehari hari. Jika ingat beberapa cuplikan adegan ketika Putri Belle keluar dari pengurungannya dengan jepit rambut, maka begitulah hal serupa yang dilakukan Bibi Liye semalam. Dengan sedikit usaha pula karena di dalam ruangan itu, tidak ada penerangan sama sekali.

Tentu saja, Efek cairan obat penidur itu tidak berlangsung terlalu lama di badan Bibi Liye, hanya berlangsung sekitar 4 jam. Begitu kira-kira. 

Jangan tanya soal seberapa ketat penjagaan yang dilakukan oleh Paman Aric untuk mengurung Bibi Liye dan Axel disana. Ia benar benar paham betul, kecerdikan Bibi Liye benar benar unggul dari berbagai aspek . Mungkin dia bisa kalah kalau tidak dilakukan penanganan dini pun pengawasan yang amat ketat.

Dan ya, Bibi Liye berhasil kabur karena penjaga yang ada di depan pintu gudang tersebut, malahan asik bermimpi ria dibawah rembulan gelap malam dan berbicara melantur entah kemana arahnya. Menurut penglihatan sekilas Bibi Liye yang menggendong Axel sebelum berlari tergesa gesa kemarin, penjaga itu sedang memegang sebotol minuman beralkohol dan berwarna hijau ditangan. Ya begitulah. Perilaku atasan adalah cerminan bawahannya.

Bibi Liye memilih pergi ke kota kelahirannya. Kota Scottsdale, kota yang terkenal dengan pemandangannya dibagian Tenggara, juga Bagunan Arsitektur-Taliensin West, yang sering dikunjungi orang orang disana. Tapi, yang paling Bibi Liye rindukan ialah, ketika ia melakukan sejumlah pentas di atas panggung Orpheum Theater bersama rekan rekannya semasa sekolah dulu , saat sebelum dirinya mengadu nasib ke Kota kelahiran Axel untuk mendapatkan secercah penghasilan disana. 

Axel mengerutkan keningnya sejenak, merasa ada yang tidak beres sembari bertanya," Bi? kok hanya kita yang pergi? Cloe apakah masih dengan Pa..," suara Axel terputus sejenak. Ah, iya berfikir. Apakah layak menyebut orang yang telah menyiksanya dengan demikian?

Bibi Liye paham betul, perasaan Axel yang sensitif terhadap sesuatu kejadian yang terjadi dalam hidupnya. Bisa dikatakan, Axel ini berperasa terhadap sesuatu, apapun itu. Bukan cengeng sebutannya, namun lebih mengarah kepada sifat murni nan asli seseorang yang dikeluarkan dan tidak ditahan sendiri di dalam hati. 

Usakan rambut secara pelan juga ciuman sejenak dikepala Axel, adalah bukti cinta Bibi Liye yang amat terdalam terhadap anak asuhan Tuan rumahnya ini. Efek sudah merawat Axel dari masih kecil, pasti terpatri jelas di dalam relung hidupnya.

Memilih membiarkan angin mendesir halus menerpa wajah anggun nya terlebih dahulu, kemudian berkata," Kejadian kemarin malam, tolong dilupakan ya,sayang? Bibi percaya, Axel anak yang kuat sekali. Anak Pintar," 

where's hope? [ ON GOING ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang