07

123 32 10
                                    

"Eh ada anak pungut!" seorang lelaki berkaos polos melirik ke arah pintu masuk kedatangan Ica dan kembali membuang muka melanjutkan aktivitas menonton televisi nya.

Ica hanya diam menunduk. Ia teringat cerita sang Nenek bahwa ia memiliki seorang Kakak laki-laki yang mungkin 5 tahun lebih tua dari nya. "Mungkin itu Kakak"Gumamnya dalam hati

"Jaga mulut kamu ya Rendi! Bukannya sambut dengan baik kedatangan adik kamu!" Diana menegur putra sulung nya.

"Oke Sorry Mom" Rendi pergi menuju kamarnya. Ia tampak tak suka dengan kehadiran Ica.

"Ica dia Kakak kamu Rendi, dia anak yang nakal" Arief sang Ayah memperkenalkan Rendi kepada Ica. Ica mengangguk mengiyakan.

"Ica jangan dimasukan ke hati omongan Kakak kamu.. Ya" Diana tersenyum dan mengelus puncak kepala Ica. Lagi-lagi Ica kembali mengangguk pelan, kemudian ia tertunduk, ia membendung benteng pertahanan air mata nya agar tidak jatuh.

"Andai kalian tahu, aku sangat merindukan kalian, selama 11 tahun itu waktu yang cukup lama. Kenapa kalian menitipkan aku kepada Nenek saat berusia dua tahun dan dengan seenaknya kalian mengajak aku pulang. Seolah semuanya tidak terjadi apa-apa!" Lirihnya dalam hati. Ica hanya bisa diam, ia belum mempunyai keberanian untuk bertanya kepada Ayah dan Ibu nya, ia takut.

Flashback Off-

"Yaampun gue ketiduran!"
Ica terbangun dari tidurnya. Ia menatap sekeliling, apa Ayah dan Ibu nya masih belum pulang? Ia melirik jam dinding dikamarnya. Jam 22:20 WIB. Ia segera beranjak dari tempat tidur. Namun langkahnya terhenti saat ia menatap kearah cermin "Ah gue belum ganti seragam!" Ica menepuk dahi nya pelan. Ia segera bergegas mengganti seragam sekolahnya dengan baju tidur.

Ica membuka sedikit pintu kamar kedua orangtuanya. Ia melihat wajah Ibu dan Ayahnya tertidur pulas, mungkin karena lelah dengan pekerjaan. "Selamat tidur Ayah, Ibu. Aku selalu menyayangi kalian. Sekarang aku sedang berusaha melupakan apa yang telah terjadi di masa lalu. Tapi aku mohon, luangkanlah sedikit waktu kalian untukku" Gumamnya dalam hati . Ia menutup pintu kembali dengan pelan, memastikan mereka tidak terbangun.

Ica berjalan kembali ke kamarnya, dan duduk disebuah jendela favoritnya untuk menunggu kehadiran bulan dan teman-temannya, bintang.

Ica mengambil pulpen dan Notes miliknya. Ia lalu menyelesaikan puisi untuk malam ini yang akan ia tulis.

Tak ada yang mengerti aku
Ku lewati sendiri 
Hampir setiap waktu aku berfikir 
Adakah sedikit waktu kalian untukku?
Seandainya kalian tau perasaan ku
Seandainya kalian tau apa yang ku inginkan

Namun kalian hanya sibuk dengan urusan kalian
Kalian sibuk dengan pekerjaan kalian

Tanpa kalian tau bagaimana perasaan dan keadaanku
Kalian selalu memintaku menjadi anak yang baik
Sopan, pintar, rajin bahkan cerdas
Namun itu hanya tersirat dari ucapan kalian
Tanpa kalian yang langsung memberikan bimbingan kepadaku

Ayah . . .  Ibu . . .
Aku rindu hangatnya kasih sayang keluarga
Terima kasih atas materi yang kalian berikan
Materi yang berlimpah untukku
Namun yang ku inginkan bukan hanya sekedar hal material
Tapi juga kasih yang lebih dari kalian
Pernahkah kalian memperhatikan aku ?
Aku masih terlalu muda untuk melewatinya sendiri
Aku masih butuh kalian menemaniku
Aku butuh dukungan dan semangat dari kalian

Ayah . . .  Ibu . . .
Aku rindu kalian
Aku ingin slalu dekat dengan kalian
Aku sayang, cinta bahkan melebihi apapun..


Saat menulis puisi, air mata satu demi satu berjatuhan. Ica terisak menahan tangisnya.

"Bulan, Bintang terima kasih sudah menemani ku di setiap malam" lirihnya.

Semuanya sudah selesai, ia kembali ke tempat tidurnya lalu menarik selimut pink nya yang hangat.

Bulu matanya yang lentik kini tertutup, dengan dinginnya malam, ia tertidur pulas, dan siap menyambut esok hari yang cerah.

Atau mungkin esok hari yang mendung.


°°°

"Ica bangun, udah siang kita sarapan nak" Diana berteriak dari arah dapur memastikan Ica segera terbangun. Ia sibuk mempersiapkan masakan untuk sarapan pagi ini.

"Iya Bu" balas Ica, sejujurnya Ica sudah terbangun sejak ayam belum berkokok, tapi ia memutuskan untuk berdiam dikamar. Ia berjalan menuruni anak tangga untuk menghampiri sang Ibu di dapur.

"Ica, Ibu sama Ayah harus berangkat sekarang. Kamu jangan lupa sarapan" Diana mencium kening Ica dan segera pamit pergi untuk kembali bekerja.

"Tunggu Bu " Ica menghentikan langkah Ibu nya "Bukannya sekarang Weekend ya"lanjutnya.

"Maaf Ibu dan Ayah harus lembur" Diana tersenyum kepada Ica, dan kembali melangkahkan kaki nya.

"Kerja teros sampai mampos!!" Cibirnya kesal.

Sebenarnya tidak hanya Diana dan Arief Orangtua Ica yang sibuk dengan urusan pekerjaan lemburnya. Sama halnya dengan Ica, ia super sibuk dengan mencari ke sibukannya sendiri.

"Gue juga bisa sibuk seperti kalian!" Ica bersiap-siap untuk segera pergi dari rumah. Seperti biasa, sekolah adalah tempat pelariannya.

Menurut Ica, mengisi waktu dengan mengikuti kegiatan positif di sekolah seperti ekstrakurikuler adalah hal yang tepat, dibandingkan dengan mengikuti komunitas-komunitas tidak jelas yang menjurus kepada penyimpangan sosial.

Silent GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang