"Mel, jadi selama kita ulangan akhir semester kita rapat OSIS full seminggu gitu?"
"Iyalah, baru tadi Reza sama Kenan bilang. Jangan-jangan lo budek ya?"
"Bukan gitu, terus kapan kita punya waktu buat belajar?"
"Kita bisa belajar bareng kalo beres rapat. Kalo perlu belajar dari sekarang, lumayan ada hari Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, Minggu." Melodi melipat jari tangannya seakan sedang berhitung "Mmmm.. lumayan 6 hari sebelum kita sibuk" lanjutnya
"Tapi kalo misalnya kita belajar bareng beres rapat yakin bener belajar? Ujung-ujungnya pasti ghibah lagi kalo udah kumpul" keluh Ica
"Nahhhh, gak yakin sih Ca" balas Melodi dengan merendahkan volume suara nya
"Tuh kan, masih mending belajar dari jauh-jauh hari gak lupa"
Mendengar hasil keputusan setelah rapat OSIS tadi, Ica benar-benar bingung, menurutnya ini sangat tidak adil, ia tidak memiliki banyak waktu untuk belajar seperti siswa lain, tapi disisi lain mengikuti OSIS adalah kemauannya sendiri. "Oke gue ambil segala resiko nya" gumamnya dalam hati.
Ica berjalan meninggalkan gerbang sekolah bersamaan Melodi
"Dadah Ica" Dipersimpangan Melodi melambaikan tangannya kepada Ica, mereka berpisah, karena arah rumah mereka yang berlawanan
Di pinggir jalan Ica menunggu Angkutan umum yang lewat
Tapi nihil, Ica sudah menunggu selama 15 menit. Tidak ada satupun yang lewat, wajar saja karena hari semakin gelap, angkutan umum enggan untuk menarik penumpang.
Seorang lelaki datang menghampiri Ica dengan skuter nya "Belum pulang?" Tanya nya, ia berhenti tepat dihadapan Ica
"Kalo ada angkot yang lewat mungkin gue udah pulang" balas Ica sambil memainkan batu dengan kaki nya. Ia menatap kebawah, tidak berani menatap sang pemilik mata tajam lelaki itu, Kenan.
"Oh" Kenan kembali memacu gas skuter nya lalu meninggalkan Ica
"OH? Dia tau gue belum pulang karena gak ada angkot, tapi gak ada niatan buat ngajak bareng?" Ica mengangkat wajah nya dan memutar bola matanya malas, ia melipat kedua tangannya didepan dada "kejam? Iya! tidak berperasaan? Iya! dan gue masih suka sama dia?"
Ica mendengus pelan°°°
"Aku pulang" Ica membuka pintu masuk rumahnya, ia melihat sekeliling. Gelap
Trek Ica menyalakan lampu ruang tengah
"Aaaaaaaaaaaaaaaa" Ica terkejut. Dengan cepat ia meloncat mundur dan menutupi matanya dengan kedua tangan. Ica mencoba mengintip di celah-celah, "Oh astaga! Itu pocongi lagi tiduran di sofa!!!!" Ia segera berlari dengan cepat ke arah anak tangga untuk menuju kamar nya dilantai atas.
"Ini gue" seorang lelaki membuka kain putih yang menutupi tubuh hingga kepala nya. Lebih tepatnya itu selimut putih. Rendi mengenakannya saat tidur di sofa
Langkah Ica pun terhenti di anak tangga ke satu, ia menoleh ke arah sofa, dimana makhluk putih tadi itu berada. "Kak Rendi ngagetin Ica aja!"
"Gue lagi tidur, lo yang ngagetin, pake teriak segala lagi!" Rendi mengacak-acak rambut nya yang sudah berantakan.
"Hehe" Ica merasa malu sendiri atas kejadian tadi "Kak Rendi besok gak kuliah? Tumben pulang." Lanjutnya
"Nggak" balas Rendi datar. Ia malas menjawab pertanyaan Ica
"Ibu sama Ayah belum pulang?" Tanya Ica lagi. Ia baru sadar keadaan rumah masih sepi. Ica terdiam menatap kosong ke arah Rendi menunggu jawaban.
Tapi Rendi tidak menjawab pertanyaan Ica. Ia kembali menjatuhkan tubuhnya di atas sofa.Setelah itu, Ica melanjutkan langkahnya menaiki anak tangga.
"Dia bukan Ibu sama Ayah lo! Berapa kali gue harus bilang!"
Langkah Ica terhenti kembali di pertengahan anak tangga saat ia mendengar perkataan yang di lontarkan oleh seseorang, asal suaranya terdengar dari bawah. Ya, Rendi.
"Dia bukan Ibu sama Ayah lo!" Ulang Rendi kembali
Ica masih terdiam, ia meratap kebawah. Kini dadanya terasa sesak. Perlahan air mata menetes membasahi pipi nya.
Ica segera menaiki anak tangganya dengan cepat. Sesekali ia menyeka air matanya yang terus mengalir.
Bugg
Ica menutup pintu kamar nya dengan asal. Rendi yang mendengar itu terkejut. Ia menyeringai merasa puas.
"Hiks, Nenek" Ica menenggelamkan wajah nya dibalik selimut. Ia menangis terisak-isak
Flashback
"Nek, Ica iri sama Dira yang selalu disuapi makan oleh Ibu nya" Ica kecil duduk disebelah sang Nenek sambil memainkan baju nya.
"Ica, kamu sudah berumur delapan tahun sayang, masa masih mau di suapi" Sang Nenek menaruh tangannya di pundak Ica, lalu mengelus kepala Ica pelan
"Bukan gitu Nek, Ica pengin ngerasain di suapi Ibu! ICA MAU IBU, IBU, IBU NEK!!!!!!!! ICA MAU SEPERTI DIRA!!!" Ica kecil merengek. Ia menangis dan mengamuk, lalu membantingkan segala benda yang berada di dekatnya.
"Sudah Ica, berhenti sayang" Sang Nenek menangkap lengan Ica yang nyaris menghempaskan pot kaca yang berada di meja, tepat dihadapannya. Sang Nenek memeluk erat Ica berusaha menenangkan.
"Nek, Ica rindu Ibu dan Ayah juga . Hiks" Ica kecil menangis dipelukan sang Nenek, kini ia mulai merasa tenang
"Sabar sayang" Sang Nenek mengelus pelan punggung Ica
"Hiks Jangan-jangan Nenek bohong! Ica gak punya Ibu hiks.. Ica juga gak punya Ayah kan? Hiks"
Seketika sang Nenek terdiam, entah harus berkata apa
"Hiks bener kan Nek?"
"Tidak Ica, kamu punya Ibu dan Ayah" Sang Nenek melepaskan pelukannya dan menatap lekat Ica
"Hiks dari dulu Ica selalu minta foto Ibu dan Ayah, hiks Nenek gak pernah ngasih Ica foto nya!"
Degg
Sang Nenek kembali terdiam bisu, tidak tahu harus berkata apalagi. "Bagaimana ini?" Gumam sang Nenek dalam hati
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Girl
Teen Fiction"AH! TERNYATA MASALAH PERASAAN MEMANG SELALU RUMIT!" "TENTU, MASALAH HATI MEMANG SANGAT RUMIT!" Ha.ti : Sesuatu yang ada di dalam tubuh manusia yang dianggap sebagai tempat segala perasaan batin dan tempat menyimpan pengertian (perasaan dan sebagain...