(Dia)fragma - 10 - Asa

5.8K 903 235
                                    

Repub tanpa edit 24/7/20
21/9/20
20/6/21

Hal yang paling Nadia tidak sukai adalah dipandang hanya sebatas kursi rodanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hal yang paling Nadia tidak sukai adalah dipandang hanya sebatas kursi rodanya.

Dia ingin dilihat sebagai Nadia, bukannya gadis di kursi roda sehingga membuat dia terlihat lemah dan menyusahkan banyak orang.

Dia ingin dilihat sebagai manusia.

Tapi sepertinya itu terlalu berlebihan untuk dia minta, padahal setiap manusia memiliki keterbatasan kan? Untuk hal ini dia hanya memiliki keterbatasan untuk berjalan dan rasanya tidak adil membuat keterbatasan itu lebih besar dibandingkan dirinya.

Dia juga memiliki kelebihan yang orang-orang seumurannya tidak miliki. Di umur 14 tahun dia akan lulus SMA dengan penyetaraan paket C. Nadia pintar memasak, dia beberapa kali memenangkan lomba menulis yang diadakan majalah anak-anak. Dia berusaha tidak memandang dirinya kecil karena tidak bisa berjalan dan tidak terpuruk karenanya. 

Jadi, ketika mendengar alasan Mahanta tidak menyukainya lantaran kursi roda yang dia gunakan, itu menghancurkan hatinya.

Nadia masih terbatuk terus kali hingga tidak menyadari bahwa hanya Mahanta yang tersisa di hadapannya.

"Lo nguping?" Tanya pemuda itu ketika melihat batuknya sudah berhenti.

"Aku di sini lebih dulu dan kalian ngobrol dengan suara kencang." Ujar Nadia di tengah isakannya. Suaranya serak lantaran batuk terus menerus.

"Lo...denger semua?" Tanyanya lagi dengan lamat-lamat.

Nadia menganggukkan kepala, dia menyembunyikan diri dengan rambutnya, lalu mengelap air mata dengan cepat.

Mahanta mengembuskan napasnya dengan kencang. "Terus lo mau apa?" Kedua tangan pria itu kini dia masukkan ke kantong celana dan berdiri menjulang di hadapan Nadia.

"Pulang." Jawab Nadia dengan cepat.

"Jangan ribet deh, masih ada acara habis ini." Mahanta melihat ke arah gedung yang kembali terdengar suara musik, kali ini iramanya lebih menghentak.

"Ya kamu di sini aja, aku mau pulang."

"Dasar bocah ambekan." Desisnya sebal, "Lo mau pulang gimana juga coba?" Mata Mahanta tertuju pada kursi rodanya.

Amarah Nadia memuncak dan dia berusaha menghentikan isakannya. "Aku masih punya ponsel buat minta jemput sama ayah. Aku bukan kamu yang gak punya ayah." Ucapnya dengan sengaja untuk menyakiti Mahanta.

Raut Mahanta mengeras, "Gue bilang ke Bry lo pulang duluan karena gak enak badan dan maksa dia di sini." Ujar pemuda itu, dia mendengus sekali sebelum meninggalkan Nadia di sana dan kembali menuju gedung olahraga.

Nadia menatap nanar pada punggung pria itu yang menjauh bersamaan dengan hatinya yang remuk redam.

Nadia mengarahkan kursi rodanya ke jalanan depan sekolah yang sepi karena memang sekolah ini berada di ujung lingkungan perumahannya yang besar. Letaknya sedikit terpencil diantara tanah kosong di sekitarnya.

Nadia belum menghubungi ayahnya karena memang dia masih ingin sendiri. Dia tidak mungkin membiarkan ayahnya melihat dia sehabis menangis kan?

Nadia menuju pos satpam di ujung blok yang saat itu ditempati oleh salah seseorang yang tidak mengenakan seragamnya. Dia menganggukkan kepala kepada pria itu yang dibalas dengan senyuman.

Nadia menatap pria itu yang terlihat sempoyongan tapi Nadia berusaha mengacuhkannya.

"Neng, sendiri aja." Ujar pria itu yang kini mendekat ke arahnya.

Secara instingtif Nadia memundurkan kursi rodanya dan pria itu justru terkekeh melihat dia menjauh.

"Udah malem, Neng. Dingin lagi, sini deketan sama abang aja."

Nadia semakin ngeri dan dengan cepat dia membalikkan kursi rodanya untuk menghindari pria itu tapi sayang niatannya gagal karena pria yang Nadia yakini mabuk itu sudah memegang kursi rodanya dan menarik dia mundur.

Nadia berusaha menahan dan menekan rem tetapi gagal. Pria itu tenaganya lebih kuat dari dia, bahkan dia tidak terlihat kesusahan menarik Nadia sama sekali.

Pria itu membawanya ke pos satpam dan mengunci pintunya dengan cepat.

"TOLONG!" Teriak Nadia berkali-kali.

Pria itu tertawa, "Di sini sepi, Neng. Percuma teriak-teriak." Ujarnya sambil membuka kaos dan celana panjang yang dia kenakan.

Nadia memundurkan kursinya hingga menabrak tembok, masih dengan usahanya berteriak dengan keras.

Pria itu mendekat dan Nadia berusaha menjangkau apapun untuk dia gunakan untuk melempar pria itu.

Sayangnya, semua usahanya percuma dan pria itu semakin mendekat tapi kali ini dengan muka marah karena salah satu benda yang Nadia lempar mengenai kepalanya.

Begitu dia sudah di hadapan Nadia, gadis itu memukulnya berulang kali "Pergi!" Teriak Nadia.

Dan pria itu menamparnya dengan kencang hingga dia bisa menghirup aroma besi dari darah yang keluar di ujung bibirnya. "Brengsek! Diam!" Teriak pria itu dan Nadia mengabaikannya.

Nadia semakin menggila, memukul ke sembarang arah sambil berteriak dengan harapan pria itu akan menjauh dan meninggalkannya sendiri.

Tapi pria itu dengan cepat merenggut asanya.

Dan yang Nadia inginkan adalah semua ini cepat berakhir.

Sudahkah kalian ngatain Mahanta hari ini? Wkwkwkwkwkwkw

Syalalalalala

8/4/20
Repost 11/5/20

8/4/20Repost 11/5/20

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
(Dia)fragma [FIN] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang