Bab 10

1.1K 103 27
                                    

Disney ent. Building

"Thank you."

Jack menurunkan Elsa tak jauh dari gedung tempat gadis itu tinggal. Ya, Jack tak mungkin meninggalkan gadis itu sendirian pulang. Bagaimana kalau orang-orang melihatnya lagi?

"Maaf kalau aku merepotkan." ucap Elsa.

Jack tersenyum "bukan masalah. Kalau perlu aku akan mengantarmu sampai kamarmu."

Elsa tertawa "itu berlebihan."

Jack ikut tertawa. lalu suasan lengang sejenak. Jack hanya menggaruk kepalanya yang tak gatal. Bingung dengan topik yang hendak dibahas sebelum mereka berpisah.

"Emm... Aku berterimakasih." Jack malu-malu.

Kening Elsa berkerut.

"Untuk?"

"Ya.." Jack berpikir sebentar "karena nasehatmu tadi."

Kali ini Elsa yang tertawa "Ayolah, Jack. Itu bukan nasehat. Hanya sedikit berbagi."

"Ya, tapi... Kalau bukan karena kau aku mungkin akan terus begitu."

"Hahaha... Kau itu berlebihan. Santai saja." Elsa diam sejenak. "Aku juga... Minta maaf kalau tadi aku... memelukmu."

Mengingat itu... Elsa malu sendiri. Tapi, Jack seakan tak mempermasalahkan. Dia hanya tersenyum, Lalu berkata.

"Boleh bertukar nomor?"

Elsa melongo. Dia bilang apa tadi? Tukar nomor?

"U.. untuk apa?" Elsa canggung.

Itu jelas.

Dia tak punya banyak kontak pria. Bahkan, tidak terlihat banyak di dalam pesannya ada pesan dari pria. Kecuali Kristoff dan ayahnya. Dia punya kontak Kristoff juga dari ini. Adiknya bilang kakaknya harus membantunya mengawasi pria itu.

"Karena kita sudah berteman. Iya, kan?"

Lagi-lagi Elsa termangu. Jack jadi risih dengan kata-katanya barusan.

"Eh.. aku... Salah bicara?"

Elsa membelalak. "Oh.. ti.. tidak. Emm.. maksudku.. I.. iya. Kita teman."

Duh? Dia kenapa, sih?

Jack tersenyum. "Teman?" Ucapnya seraya menjulurkan tangan.

Elsa bergeming. Tak lama kemudian dia menjabat tangan Jack. Tersenyum.

"Teman."

Keduanya tersenyum.

Setelah bertukar, Elsa berpamitan sebelum ada orang yang melihat. Bisa jadi buah bibir lagi kalau sampai keduanya terlihat.

"Ya sudah, aku masuk dulu." Elsa pamit. Kakinya mulai melangkah. Jack tiba-tiba memanggil.

"Elsa!"

Elsa menoleh. Berbalik. Di belakangnya, Jack menatapnya dan tersenyum. Tidak manis, seperti tersirat sedikit penyesalan.

"Maafkan aku dengan kebodohanku. You're such a good girl. More than I know." katanya sebelum akhirnya terbang dan hilang.

Elsa terpana. Jack, pria yang disangkanya begitu dingin, cuek, acuh dan menyebalkan, justru membuat dadanya berdesir.

Dia diam-diam meluluhkan. Batinnya.

Seketika Elsa tersadar. Apa yang kupikirkan?

Elsa menggeleng-gelengkan kepalanya cepat. Berharap kalau pikiran itu juga hilang dari otaknya.

Apa yang kau pikirkan, Elsa? Ayolah, jangan berlebihan.

Elsa salah tingkah jadinya. Dia buru-buru masuk ke dalam gedung, memasuki lift, dan menuju kelantai atas ke tempat dimana kamarnya berada. Princesses room.

Sampai di room-nya, suasana disana sepi. Tidak seperti biasanya. Elsa melihat ke arloji nya. Jam sekarang menunjukkan waktu makan siang. Mungkin mereka masih di ruang makan.

Elsa berniat menyusul kesana. Namun, sebuah suara menahan langkahnya.

Terdengar seperti suara...

"Hiks..."

Isak tangis.

Semula Elsa mengabaikan, tapi suara itu kian jelas, membuatnya ingin mencari sumber suara tersebut. Dia yakin kalau suara itu benar-benar ada disini.

"Hu..hu..hiks..."

Elsa merinding, tapi logikanya berbicara : Oh, ayolah, ini bukan seperti halnya dalam film horor. Berhenti berpikir picik!

Sampai dia menemukan sebuah pintu tertutup. Dia sangat kenal dengan pintu ini. Tentu saja, itu pintu kamar Punzie. tapi, tidak biasanya tertutup.

"Hiks..."

Suara itu terdengar jelas disitu. Di dalam kamar Punzie. Elsa mengetuk pintunya.

"Punzie, kau di dalam?" panggilnya.

Tak ada sahutan. Sekali lagi, hanya isakan.

"Punzie, tolong buka pintunya kalau kau di dalam."

Tetap hening. Elsa mulai khawatir. Ia kembali mengetuk pintu kamar itu. Kali ini lebih cepat.

"Punzie, don't make worry. Are you ok?" Elsa menggigit bibir bawahnya. Cemas.

Krieet...

Pintu kamar itu terbuka. Elsa bisa melihat Punzie yang membukanya. Gadis itu terlihat matanya sembab.

"Punzie... Kau..."

Belum habis, Punzie sudah memeluk Elsa duluan dan menangis di pelukannya.

"Hei, kenapa?" Elsa pelan.

Punzie mencoba berbicara meski terisak.

"Hiks... Eu... Eugine... Hiks..."

Eugine! Elsa terpengarah.

Kenapa pria itu?!

To be continue.

***

Assalamualaikum wr.wb.
Hai semua, sorry ya kalau kemaren aku bikin kalian nunggu lama banget. Karena ada beberapa faktor yang bikin aku gak bisa lanjut cerita ini.

1. Masih ada di pesantren dan gak bisa lanjut karena gk boleh pegang alat elektronik (tapi Alhamdulillah sekarang udh gk lagi. Karena 30 mei 2021 nnti bakal wisuda. Yeey!!!"

2. Akun ku sempat gk bisa di buka kupikir udh kedaluwarsa atau apa gitu. Ternyata harus di connecting sma facebook. Dan buruknya lagi kemaren aku lupa apa nama alamat email ku (sedih tau nginget nya)
Tapi setelah kesungguhan aku nyariin akhirnya ketemu juga dan ada jalannya (jadi ingat lagu Maher Zein 😁😁)

Well In syaa Allah aku bakal berusaha buat lanjut cerita ini, ya?

Maaf udah bikin kalian lama menunggu

I love you, all!!!!

Love by MyselfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang