Bab IV

20 1 0
                                    

Rasanya badanku seperti mau remuk, setelah membersihkan tubuhku aku merenggangkan beberapa otot ku dengan cara tidur. Aku benar benar tidak tau akan berbuat apa setelah ini. Semuanya semakin membuatku bingung.

Terutama perihal kalung ini. Rasanya masih abu abu sekali. Munafik jika aku tidak kepikiran perkataan serena. Perkataan sialan itu berhasil mengganggu otak dan pikiranku. Dan jangan lupakan Barsha. Atasanku yang menyapaku dengan cara tak biasa tadi. Tapi, mengingat bagaimana caranya memperlakukan semua karyawannya seharusnya aku tidak perlu merasa istimewa jika tadi dia memuji kalungku. Tapi otakku masih memikirkan dua pria itu. Yaampun yaampun ada yang salah dengan mu aeleasha.

Pertama, jika kalung ini dari Agam. Biarkan saja, kau tinggal pura pura tidak tau dan tetap memakainya. Toh si pemberi tidak mencantumkan nama.
Kedua, jika kalung ini dari Barsha. Toh dia memang sering memperhatikan karyawannya. Loyalitasnya terhadap karyawannya tidak perlu diragukan. Serena pun pernah dihadiahi voucher liburan ke singapura plus uang jajan di hari ulang tahunya. Berarti tidak ada masalah.

Oke aeleasha. Lupakan Agam. Lupakan Barsha. Tidak ada yang spesial dari dua pria itu. Dan kau aeleasha, berhenti memikirkan dua pria itu.

Aku tidak berhenti bergumam pada diriku sendiri. Berharap hari ini segera usai.

Tok tok tok

Pintu kamarku diketuk oleh seseorang. Sungguh membuat aku yang tadinya kesal bertambah kesal. Aku berjalan dengan tidak santai menuju pintu.

Agam.

Mengapa laki laki ini disini. Mau apa lagi?

'hii' sapanya melambaikan tangan ke arahku.

'mau apa' sungguh sejujurnya aku sangat merindukan laki laki ini. Aku sangat merindukan bagaimana hangatnya pelukannya. Aku sangat merindukan setiap kali dia menggusap rambutku dengan cinta. Dan sialnya air mataku sudah hampir akan jatuh.

'boleh alu masuk?' dia bertanya sambil terus menatap mataku. Mata kami terus beradu. Aku masih mencari hal hal yang bisa membuatku benci padanya. Nyatanya sama sekali tidak ada. Semakin aku mencari semakin aku merindukan laki laki ini.

'shaaa, aku boleh masuk? Setelah itu kau bebas bertanya apapun'

'tidak ada yang ingin kutanyakan'

'kau serius?'

'untuk apa? Bukankah semuanya sudah berakhir?'

'kurasa kau tidak meninggalkan ingatanmu ketika di bali sha' dia mengelus puncak kepalaku. Sungguh aku saat ini seperti anak anjing yang baru bertemu majikannya.

'maksudmu?' bodoh. Sungguh sha. Kau sekarang terlihat seperti orang bodoh.

'seingatku kita tidak pernah membicarakan perihal berpisah kalau kau lupa' dia berjalan masuk menerobos pertahananku. Lelaki sialan ini benar benar mulai melewati batasan.

'dan aku tidak pernah mempersilahkan kau masuk kalau kau lupa' aku menyilangkan tanganku di depan dada. Menatapnya tajam. Orang yang kutatap hanya membelakangiku tanpa mengeluarkan suara. Dia tengah sibuk membereskan barang bawaanya.

'kukira tadinya kalung itu tidak akan kau pakai. Ah sial, kau malah terlihat pas sekali dengan itu' dia masih asik berbicara dengan makanan makanan dibdepannya.

'kau tau dari mana perihal kalung ini'

'orang yang memberi itu bertanya padaku'

'siapa?' dia berbalik menatapku. Pandangannya seolah menerawang.

'jadi dia sama sekali tidak memberitahumu?' aku menggeleng.

'baguslah, sudah kuingatkan jangan mengganggu kekasih ku lagi. Tapi pria itu seakan tau segala hal yang terjadi tentang kita'

ACASHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang