Choi Seungcheol.
Apapun, akanku lakukan untuk Nara kembali lagi padaku. Aku yakin, batu yang keras lambat laun akan terkikis dengan sendirinya karena tetesan air yang terus menerus menetes. Sama halnya dengan Nara, semakinku mengisi hari-harinya, lambat laun perasaan itu akan muncul dengan sendirinya.
Seperti saat ini, aku sedang berada di rumahnya. Hari ini, pertama kalinya setelah lima tahun berpisah, Nara mempersilahkan aku untuk masuk ke dalam rumah yang ukurannya cukup besar. Suasananya berbeda, tidak seperti dulu yang-baru kakiku menginjak satu langkah langsung ada yang menyambut dengan hangat.
Orang tuanya Nara, tidak ada sambutan hangat lagi dari kedua manusia yang paling berharga di hidupnya. Nara sudah menceritakan semuanya, dan itu membuatku semakin tidak tega dengan hidupnya saat ini.
Nara hanya tinggal dengan pembantu rumah tangga yang-sudah dianggap seperti ibunya. Aku kenal, karena dulu sempat berkenalan saat beberapa hari tinggal di sini.
Pada saat aku menampakkan wajah pun, pembantu rumah tangga yang membukakan pintu terkejut bukan main. Pasti setelah itu pikirannya akan bertanya-tanya tentang keberadaanku disini.
"Maaf sudah membuatmu menunggu lama." Nara muncul dari dalam kamarnya dengan rambut yang masih basah. Benar, sepertinya dia baru selesai mandi. Tak lupa, piyama yang dipakainya saat ini sangat cocok untuk tubuhnya. Lucu, semakin terlihat cantik.
Aku tersenyum akan kehadirannya, dan Nara pun duduk tepat di sebelahku "tak apa, baru beberapa menit.
Nara mengangguk paham "kau ingin minum? Biar aku bu-"
Dengan cepat aku menarik tangannya agar Nara tidak berdiri "Tak perlu, aku hanya ingin mampir sebentar, tidak akan lama."
"Eoh, benarkah? Kenapa?" Ah, sepetinya Nara mulai nyaman denganku. Dari cara bicaranya seperti tadi, itu pertanda bahwa Nara inginku berlama-lama didekatnya.
"Tidak apa, hanya saja aku terlalu mengganggu waktu istirahatmu. Kau pasti lelah, karena aku selalu menghampirimu," aku tersenyum sekilas "maafkan aku."
"Tidak masalah. Jangan berfikir seperti itu, aku tidak merasa terganggu."
Aku menaikkan alis sebelah, karena cukup terkejut dengan lontarannya tadi "kau yakin? Aku tidak akan mengganggumu?"
Nara mengangguk dengan cepat "yakin. Sangat yakin."
"Baiklah kalau begitu, aku boleh tidur satu malam disini?"
Matanya dilebarkan, sampai nyaris keluar dari tempatnya. Sepertinya dia sangat terkejut dengan penuturanku "kau? Ingin menginap?" Dahinya mengkerut, bibir bawahnya digigit seolah bingung ingin menjawab pertanyaanku "me-memangnya kenapa dengan hotel yang kau tinggali?"
Aku berfikir sejenak untuk mencari alasan yang tepat "tidak nyaman. Terlalu seram untuk ukuran laki-laki sepertiku. Setiap malam selalu ada yang mengetuk pintu tanpa ada pelakunya. Dan-suara air mengalir seakan ada yang mandi. Tapi saat aku cek, tidak ada siapa pun. Maka dari itu, aku ingin menginap disini. Bolehkah? Tenang, hanya satu malam saja." Semoga Nara mengizinkan. Karena jika tidak, akan terbuang sia-sia wajah imut yang saat ini aku tampakkan untuknya.
"E-eoh singkirkan wajahmu yang aneh itu. Sama sekali tidak imut," Nara menutupi wajahku dengan telapak tangannya, lalu dia membuang wajahnya ke sembarang arah seolah tidak ingin melihatku "aku izinkan. Tapi kau tidur disofa."
"Ah, benarkah? Tak apa, dimana pun aku bisa memejamkan mata dengan mudah." Pendekatanku lancar. Aku yakin, Nara akan kembali lagi kepadaku.
"Kau sudah makan?" Sebentar? Nara peduli denganku? Ah, aku sangat terkejut mendengarnya.
"Makan? Belum, memangnya kenapa? Kau ingin masak? Dengan senang hati aku akan memakannya." Choi Seungcheol memang sangat percaya diri. Lihat, bahkan Nara belum beranjak sedikit pun.
"Yakin kau belum makan?" Nara sepertinya ragu denganku.
"Sebenarnya sudah, ta-"
"Yasudah, tunggu aku disini. Aku akan masak untukmu."
Woah, sungguh mengejutkan. Jantungku rasanya ingin lompat dari tempatnya.
Nara beranjak dari duduknya, lalu pergi meninggalkanku untuk menuju dapur. Aku pun mengikuti langkahnya, karena tidak akan mungkin hanya diam saja disofa. Tidak menarik, lebih baik melihat wanita cantik memasak di malam hari. Hehehe
Hal yang pertama dia lihat adalah lemari pendingin. Untuk memastikan bahan makanan yang ingin di masaknya.
"Ah, aku lupa untuk membeli bahan makanan. Jadi, hanya ada mie instan dan telur. Kau mau?"
Aku mengangguk antusias "tak apa." Asalkan kau yang memasak, aku sudah senang melihatnya.
"Baiklah, tunggu beberapa menit."
Dari posisiku saat ini, aku dapat melihat wanita yang-jujur aku merindukan masakannya.
Dulu, setiap aku pulang bekerja, masakannya selalu sudah tersedia di meja makan. Dan aku, yang pulangnya sangat larut, sedikit pun tidak menyentuh masakannya. Lebih memilih untuk dibuang pada pagi harinya karena sudah basi. Jahat bukan?
Ah, dulu memang aku sangat jahat. Jadi jangan heran, Choi Seungcheol memang jahat. Sangat.
"Sudah siap, makanlah!" Satu mangkuk mie instan dengan telur sebagai pelengkap sudah berada dihadapaku. Asapnya sangat mengepul, sampai aku harus meniupnya terlebih dahulu.
"Kau tidak makan?"
Nara menggeleng "diet. Perempuan harus menjaga tubuhnya."
Tidak heran memang, karena hampir semua wanita seperti itu. Alasannya selalu diet, diet dan diet. Padahal tidak baik menolak makanan "Mau tubuhmu seperti apa pun, aku tetap menyukainya."
Nara tersenyum sekilas "laki-laki memang semuanya seperti itu. Manis diawal dan akan pahit diakhir."
Suapanku tertahan karena omongan Nara "aku tidak seperti itu. Jangan samakan aku dengan laki-laki diluar sana." Jawabku tak terima.
"Ah, sudahlah. Dimakan! Nanti dingin dan terasa tidak nikmat." Perintahnya, lalu Nara beranjak menuju ruang TV.
Hanya butuh lima menit, satu mangkuk mie instan yang dibuatkan Nara tadi sudah berpindah haluan ke perutku. Aku pun beranjak untuk menghampiri Nara yang sedang asyik menonton layar tipis miliknya.
"Sudah selesai?"
Aku mengangguk "terimakasih, perutku sudah tidak bersuara berkat mie instan milikmu."
"Sama-sama."
Aku dan Nara menikmati film yang sedang tayang. Dan tanpa sadar mataku sudah terpejam dengan sendirinya. Mungkin karena efek mie instan, rasa kantukku jadi semakin cepat.
Tapi tidak sepenuhnya aku tidur, masih terasa sadar. Buktinya, aku merasakan selimut yang membalut tubuhku. Dan-- sebentar? Yang baru saja mendarat di dahiku itu apa? Kecupankah?
"Selamat malam Scoups, jangan lepaskan aku lagi ya! Karena aku tak sanggup untuk itu." Suaranya tepat terdengar di telinga kiriku. Lembut namun penuh tekanan.
Dengan cepat aku menarik tubuhnya agar jatuh tepat disampingku. Deru nafasnya sangat terasa di leherku. Sepertinya posisi kita benar-benar sangat dekat. Tapi aku tidak akan membuka mata sedikit pun.
"Selamat malam juga Nara. Itu tidak akan terjadi. Aku akan selalu ada disisimu. Janji."
###########
Leader comeback. Uwu.
KAMU SEDANG MEMBACA
HAPPY ENDING (Choi Seungcheol)✓✓✓
FanfictionDulu pernah satu atap, namun terpisah dan membuatku gelagap. . 25 Januari 2020