7. Pengakuan

442 42 1
                                    

Selama dua hari, Seungcheol demam tinggi dan itu membuatku bermalam di hotelnya. Karena, jika bukan aku, siapa lagi?

Saat ini pun aku memaksakan dia untuk diperiksa. Beruntung, dia menurut. Karena bukan hanya demam saja, di sebagian tubuhnya memerah dan katanya itu terasa panas. Maka dari itu, aku memaksanya untuk segera diperiksa.

Dokter bilang, Seungcheol tidak cocok dengan cuaca disini. Maka dari itu kulitnya seperti terbakar. Karena cuaca Indonesia tidak seperti di Korea. Disini sangat panas, pukul jam sebelas siang pun matahari seakan berada diatas kepala. Aku yang habitatnya disini pun merasa tidak nyaman disaat cuacanya sangat panas. Rasanya, amarah juga ikut bergejolak jika sedang kepanasan.

"Seungcheol-a."

Aku dan Seungcheol sedang diruang tunggu. Karena obat yang akan Seungcheol minum sedang diproses.

"Hmm." Fokusnya masih pada layar ponsel, dan itu membuatku sedikit memiringkan tubuh.

"Kau harus kembali ke Korea dengan cepat."

Mendengar perkataanku, kepalanya langsung menengok seperti kilat. Mata sayunya menatapku penuh arti "maksudmu apa? Mengusir? Kau tidak ingin aku berada disisimu? Huh? Aku tidak ak-"

"Aku antarkan."

"Tidak mau jika kau mengantarnya hanya dibandar-"

"Ke Korea. Aku akan mengantarmu dengan selamat sampai didepan orang tuamu. Jangan khawatir, aku akan bertanggung jawab." Tak masalahkan jika aku mengantarnya sampai ke depan orang tuanya? Dengan begitu, aku tidak lepas dari tanggung jawab bahwa Seungcheol baik-baik saja selama di Indonesia.

"Kau serius?" Tanyanya masih tak percaya. Ada sedikit senyuman bahagia kala mendengar penuturanku tadi.

Aku mengangguk pertanda tak main-main "hmm. Lusa kau harus sudah kembali ke negaramu. Semakin lama kau disini, semakin tidak sehat. Aku tidak akan membiarkannya."

"Kau khawatir?" Pertanyaan Seungcheol terkadang membuatku bisu. Aku juga tidak mengerti dengan diriku ini. Seakan aku tidak ingin berjauhan dengan laki-laki putih disampingku ini. Hidupku- terasa semakin sempurna kala Seungcheol kembali padaku. Ruang yang kosong, seakan sudah tidak ada lagi kekosongannya. Seungcheol-lah yang sudah mengisinya.

"Jika memang faktanya begitu, kau ingin apa?" Tanyaku bersamaan dengan nama Seungcheol yang terpanggil untuk mengambil obat.

Kita berjalan ke arah kasir, lalu berhambur keluar menuju parkiran "Aku akan sangat bahagia. Dengan begitu kau sudah memaafkanku dan menerimaku lagi." Heol, dia sangat percaya diri.

Pembicaraannya masih berlanjut, dengan begitu Seungcheol tidak melajukan mobil dulu agar tidak terbagi fokusnya pada jalanan "Jika tidak, bagaimana?"

Seungcheol diam, menggigit bibir bawahnya seakan tercekat dengan perkataanku "itu tidak mungkin. Dengan kau mengantarku ke Korea lalu bertemu orang tuaku, itu artinya kau sudah siap dengan apa yang kau niatkan Nara-a. Kau sudah siap dengan akibatnya jika sudah masuk keduniaku."

Dan saat ini, aku yang terdiam. Tidak dapat membalas perkataan Seungcheol. Sangat rumit dan-susah beralasan. Dia memang hebat, mampu membuatku tercekat.

Aku menunduk bingung, lalu memainkan jemari seakan menghilangkan kecanggungan "kau tahu tidak?" Tangannya bergerak untuk menyentuh rambutku lalu menyelipkannya ke belakang telinga agar wajahku tidak terhalangi dan dapat terlihat dengan jelas oleh penglihatannya "setelah surat cerai itu resmi keluar, hidupku terasa ada yang kurang. Aku juga tidak tahu apa yang kurang, tapi tidakku pedulikan karena mungkin menurutku hanya pikiran semata. Dengan begitu, aku terus menjalani hidup seperti biasa, bebas tanpa beban, karena pekerjaanlah seolah-olah itu sangat terpenting di hidupku," dia berpaling ke arah lain karena mungkin tidak kuat menatapku terus-menerus "tapi semakin hari aku semakin merasakan seperti ada yang hilang di duniaku, entah itu apa. Aku berfikir, dan bercerita pada orang tuaku. Ya, Eomma pun selalu berkata bahwa pendampinglah yang sudah hilang. Dan itu harus aku cari. Dengan begitu, akupun melakukannya. Dan kau tahu apa yang terjadi?" Aku menggelengkan kepala, lalu menatapnya dengan rasa penasaran yang dalam "aku selalu tersakiti oleh wanita yang pernah aku kencani. Mereka mengincar harta, bukan cinta. Aku pun mulai lelah dan pada akhirnya menyerah."

Senyumannya ditampakkan seolah membayangkan masa lalu buruk yang pernah dialami pada saat berkencan "aku terus berfikir bagaimana caranya mencari yang sudah hilang itu," dia menatapku lagi, kini tatapannya berbeda dari sebelumnya "entah anugrah dari mana, kakiku seakan menuntun untuk melangkah kesini. Dengan ringan kedua kakiku memboyong tubuhku untuk menginjakkan ibu kota Indonesia ini. Dan aku tersadar bahwa yang telah hilang adalah dirimu. Dirimu-lah yang hilang. Tujuanku kesini hanya untukmu. Aku mencarimu dan aku merindukanmu."

Pipiku terasa ada yang menyentuh dengan lembut, dan itu ulah telapak tangan Seungcheol "tuhan baik hati, karena sudah mempertemukanku denganmu lagi. Dengan begitu, aku tidak sia-sia melangkahkan kaki kesini. Rinduku sudah terbayarkan. Dan-aku bisa membuktikan kepada Appa dan Eomma bahwa aku mampu mendapatkanmu lagi."

"Tapi bagaimana jika aku meragukanmu?" Jujur, aku belum sepenuhnya siap untuk kembali pada dirinya. Ada rasa keraguan yang menghampiri. Aku tahu kali ini Seungcheol akan sungguh-sungguh. Tapi untukku, tidak semudah itu.

"Itu hal yang wajar. Kesalahan yang aku perbuat memang fatal. Kau berhak berkata demikian. Tapi aku akan berusaha sekuat yang ku bisa agar kau kembali lagi padaku. Aku akan berjuang Nara-a. Untukmu, bukan yang lain."

Seungcheol merentangkan kedua tangannya untukku peluk, dan tanpa pikir aku langsung jatuh ke pelukannya. Walaupun berada di dalam mobil, pelukan ini tetap terasa nyaman. Namun tak berlangsung lama, hanya sepuluh detik pelukan itu terlepas.

"Terimakasih."

"Untuk?"

"Untuk selama ini. Kau wanita hebat yang pernah kumiliki."

Aku tersenyum sekilas "perkataanmu berlebihan."

"Benarkah? Itu memang fakta. Kau hebat, mampu terbangun walaupun sudah terjatuh. Aku sangat menyesal karena aku-lah penyebab dari jatuhnya dirimu."

"Itu keharusan. Karena dalam kondisi apapun, kita harus kuat untuk menghadapinya. Lalu terbangun dari keterpurukan. Jika tidak, dunia akan semakin jahat."

"Maafkan aku." Mata sayunya benar-benar ditampakkan.

"Biarkan itu menjadi pelajaran untuk kedepannya. Dan jangan membuatku terjatuh lagi Seungcheol-a."

Tangannya terulur untuk menyentuk telapak tanganku, lalu mengelusnya dengan lembut "tidak akan. Aku tidak akan membuatmu jatuh lagi. Apalagi karena aku. Kau percaya itu?"

Aku tersenyum sekilas "akan ku usahakan untuk itu."

"Baiklah, tak apa."

Mobilnya dilajukan, dan membelah jalanan yang cukup ramai kendaraan. Suasana hening, aku hanya melihat arah kiri yang memperlihatkan jajanan pinggir jalan.

"Seungcheol-a, tolong tetap berada di sisiku. Karena aku sayang padamu."

##########

Mau cepet-cepet ending, soalnya gak kuat sama leader uwu ❤️

HAPPY ENDING (Choi Seungcheol)✓✓✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang