9. Selamat datang Seoul

381 36 0
                                    

Negeri ginseng, adalah negeri yang dulu aku idamkan untuk menjadi habitat. Kini kakiku sudah menapakinya. Kakiku menopang pasti tubuh mungilku ini di tanah kelahiran laki-laki bermarga Choi yang saat ini berada di sampingku.

Gedung pencakar langit dengan hiasan lampu warna-warni di beberapa sudutnya sudah terlihat dengan jelas oleh indera penglihatanku. Sangat cantik, cocok untuk mencuci mata dan menghilangkan ketegangan yang aku rasakan saat ini.

Ah, pikiranku tidak tenang. Karena, aku harus bersikap seperti apa jika nanti sudah berhadapan dengan orang tua Seungcheol? Aku yakin, orang tuanya sangat terkejut dengan kedatanganku.

"Seungcheol-a, aku takut."

Dia tersenyum sekilas "tidak perlu takut. Orang tuaku tidak gigit, mereka manusia, buka harimau." Aku tertawa karena penuturannya yang sedikit ada unsur candaan.

"Aku sudah mengabari bahwa kita sebentar lagi akan sampai." Sambungnya, aku pun mengangguk sebagai jawaban.

Jujur, semakin dekat jaraknya untuk sampai ke rumah Seungcheol, semakin kuat juga detak jantungku. Rasanya hampir lepas dari tempatnya.

Bagaimana tidak? Lima tahun lamanya sudah tidak berhubungan. Dan sekarang, kali pertamanya untuk berjumpa lagi. Mungkin, jika orang tuaku masih ada, saat ini mereka juga akan ikut denganku untuk bertemu kedua orang tua Seungcheol.

Dulu, orang tuaku dan orang tua Seungcheol sangat berhubungan dengan baik. Terkadang, jika salah satu orang tuaku sedang dalam keadaan sakit, dengan gerak cepat orang tuanya Seungcheol datang ke Indonesia hanya untuk menjenguk. Begitupun sebaliknya. Mereka sering berlibur bersama dan menghabiskan waktu hanya untuk bersenang-senang. Tapi sekarang sudah tak lagi bisa dirasakan.

Seungcheol beruntung masih memiliki orang tua lengkap. Tidak seperti diriku yang-sudah tidak lagi memiliki siapapun selain bibi. Hanya bibi yang aku miliki. Dan bibi pun tidak sepenuhnya fokus padaku, dia masih memiliki keluarga dikampung halamannya. Jadi, seminggu satu kali harus pulang untuk bertemu dengan keluarganya.

"Sudah sampai, turunlah!"

Woah~ jantungku? Bagaimana bisa seperti ini. Detaknya semakin hebat saat rumah besar yang dulu pernah aku tinggali sudah didepan mata.

Sesuai perintah, aku pun turun dari mobil yang sejak tadi aku duduki. Dan kakiku melangkah santai mengikuti arah Seungcheol berjalan.

Pintu kembar dengan ukuran besar sudah terbuka lebar, sang pemilik rumah ini pun melangkah pasti untuk masuk kedalam.

"Appa! Eomma! Aku sudah sampai." Teriak Seungcheol saat dirinya sudah terduduk disofa. Aku pun sama, telah duduk disampingnya dengan wajah yang amat sangat tegang.

Hanya sepuluh detik, kedua malaikat tak bersayap milik Seungcheol muncul dari ruangan kamarnya. Dari sini, senyuman bahagia dapat terlihat dengan jelas oleh mataku. Tidak ada yang berubah sedikitpun, wajahnya tetap terlihat fresh dan awet muda. Ah, jika itu tidak akan kuragukan lagi. Skin care kepunyaan negeri ginseng ini tidak ada yang bisa menandingi kualitasnya. Bahkan wajahku sepertinya terlihat lebih tua dari wajah Eomma-nya Seungcheol. Itu sangat memalukan.

"Yang didepan mataku ini Nara sungguhankah?" Mulutnya ditutup seolah tak percaya bahwa aku memang sudah ada didepan matanya "Coups, kau tidak berbohong pada Eomma rupanya."

Aku menunduk untuk menghormati. Tanpa aba, wanita yang dapat dikatakan paruh baya ini memelukku dengan brutal. Nafasku sampai terhenti jika tidak dilepas dengan cepat "bagaimana kabarmu?"

Aku tersenyum sekilas "seperti yang ibu lihat, aku baik-baik saja. Bagaimana dengan bapak dan ibu?"

"Seperti yang kau lihat juga, ibu baik-baik saja. Bapak pun sama."

Aku mengangguk paham "bagaimana dengan kedua orang tuamu?" Pertanyaannya itu membuatku-terasa ada yang menusuk di dada.

"Ah, Eomma bagaimana bisa tamu jauh tidak disediakan jamuan." Seungcheol sangat peka keadaan. Bahkan dia lihai untuk mengalihkan topik. Dia sadar bahwa pertanyaan tadi mampu membuatku merasa sedih.

"Kau ini bagaimana, Nara pasti sangat lelah karena perjalanan yang ditempuh cukup jauh." Appanya, kini ikut bersuara.

Wanita paruh baya ini menepuk dahinya seolah merasa sangat bersalah "ah, maafkan. Aku melupakan itu."

Dengan cepat, pelayan rumahnya datang dan membawa minuman dengan beberapa sajian lainnya.

Untuk menghormati, aku meminum yang sudah disajikan "aku sangat merindukan dirimu dan juga kedua orang tuamu. Jika saja mereka ikut, pasti kita melepas rindu dengan bersenang-senang."

Aku tersenyum untuk menutupi kesedihan "maafkan aku karena tidak dapat mempertemukanmu dengan orang tuaku. Mereka sudah kembali pada sang pencipta sekitar dua tahun yang lalu."

"Ah, m-maafkan aku. Ak-"

"Tak apa."

Wajah kedua orang tua ini berubah sendu. Lalu Eomma menipiskan jarak anatar kita berdua "maafkan, aku tidak mengetahuinya. Kau tidak sendiri. Ada aku, anggap saja aku ini Eommamu."

"Tidak usah beranggapan. Memang faktanya akan seperti itu Eomma. Minggu depan aku akan mempersuntingnya. Appa dan Eomma akan memiliki anak perempuan lagi." Haiss, mulutnya itu tidak bisa dikondisikan. Kenapa mengabarinya sangat cepat?

Bisa dilihat, kedua orang tua ini sangat terkejut dengan penuturan anaknya "kau jangan main-main Seungcheol-a." Ucap laki-laki beruban ini karena masih tidak percaya.

"Appa, akan dosa jika aku main-main dengan orang tua. Masih tak percaya? Coba tanyakan pada Nara. Dia pemeran utamanya." Seungcheol memang benar-benar menyebalkan. Bagaimana aku menjawabnya? Ah, aku sangat gugup kali ini.

"Nara-a?"

Aku menaikan alis seolah bingung ingin menjawab apa "benarkah? Kau-?"

"Eommaku pernah berkata 'sebagai manusia harus memaafkan kesalahan orang yang pernah menyakitimu, karena Tuhan saja memaafkan umatnya yang bersalah, maka kau sebagai umatnya, harus juga memaafkan. Manusia tidak luput dari kesalahan. Jadi jangan sungkan untuk memberikan kesempatan kedua' jadi, Seungcheol mampu mendapatkan kesempatan kedua itu." Perkataanku yang ini memang benar faktanya. Aku sangat ingat bahwa Eomma pernah berkata demikian. Karena kita hanyalah manusia biasa yang lemah.

"Ah, aku tidak menyangka bahwa anakku berhasil. Baiklah kalau begitu, kita adakan acaranya secepat mungkin."

"Yak Eomma, kenapa kau yang bersemangat? Padahal aku yang akan menikah."

"Tentu saja, karena Eomma tidak sabar mendengar suara bayi nangis."

Ah, Eomma ini membuatku malu. Kenapa pembicaraannya semakin sensitif untukku dengar. Biarlah, asalkan mereka bahagia. Jika begitu, aku pun ikut bahagia melihatnya.

##########

Banyak typo, soalnya ngebut wkwkwkwk.

HAPPY ENDING (Choi Seungcheol)✓✓✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang