Episode 8

9.1K 593 24
                                    

"Omaa ...." Tiara langsung berlari ke arah Risma, lalu memeluknya.

Perempuan setengah baya yang masih modis di usianya itu berjalan menghampiri Karin, lalu menatap putrinya dengan sorot mata yang aneh, hingga akhirnya Risma dan Tiara berlalu ke belakang.

Sedangkan Karin dan Adam langsung duduk di sofa kosong yang terletak di samping kanan mereka, saat Hamdan memberi isyarat dengan dagunya.

"Jadi, Adam ikut juga?" Hamdan mulai membuka percakapan dengan mempertanyakan kehadiran Adam di sini. "Baguslah, begitu lebih baik. Kita bisa menyelesaikannya lebih cepat di sini," lanjutnya bahkan sebelum sempat Adam buka mulut untuk menjawab.

Suasana tiba-tiba terasa tegang. Khususnya untuk Karin, sejak dulu dia memang tak pernah bisa menatap langsung ke dalam mata Hamdan. Dia dikenal dengan pribadi yang tegas. Lelaki setengah baya itu bahkan mendidik anak-anaknya dengan cukup keras, terlebih pada Karin.

Sebisa mungkin Rina selalu menghindari Hamdan bila ada kesempatan. Terlebih setelah tragedi tiga tahun lalu. Tapi, sekarang. Bagaimana dia bisa lari?

"Karina!"

Deg.

Mau tak mau Karin menatap wajah Hamdan. Wajah tegas berwibawa dengan garis-garis halus yang mulai tampak di sana.

"Katanya kamu menyukai Baim. Benar begitu?" cetus Hamdan tanpa basa-basi.

Mata Rina melebar seketika. Beralih pada Kinan. Dia dapati perempuan itu tampak masa bodo. Tampangnya seolah tak berdosa.

"Astaghfirullah. Fakta apa yang telah dia putar balikkan?" Rina bergumam lirih.

Menyukai Baim? Sebenarnya apa rencana perempuan ini?

"Hubungan apa yang telah kalian jalin di belakang kami, Karin?" Tak menjawab. Hamdan kembali memberondongnya dengan pertanyaan.

Dahi Karin mengernyit. Hubungan? Mereka tak pernah menjalin hubungan apa pun lagi setelah bercerai. Sekarang Baim tak lebih dia anggap hanya sebagai masa lalu kelam. Tak lebih.

Pada akhirnya Karin hanya bisa bungkam, sembari meremas kuat gamis yang dikenakan.

Dia lirik Nana yang tampak santai, bertumpang kaki, sembari memainkan rambut panjangnya.

Demi Tuhan saat ini Karin sangat ingin menampar wajah itu!

Karin menunduk, tak tahu harus berkata apa.

Bisa dia rasakan Hamdan tak melepas pandangannya. Sorot mata itu bahkan terasa begitu mengintimidasi hingga membuatnya diam tak berkutik bahkan hanya untuk membuka mulut dan membela diri.

"Jawab, Baim! Sepertinya Karin tak mau buka mulut." Hamdan beralih pada Baim yang sejak tadi hanya duduk geming di samping Kinan.

Karin menoleh seketika.

Sekarang, apa yang akan dikatakan lelaki ini? Jangan sampai dia bersikap egois seperti terakhir kali. Rina mulai gelisah di tepat.

Sepersekian detik pandangan mereka berserobok. Dalam ... Karin bisa rasakan bagaimana Baim berusaha mengungkap kerinduan dari matanya.

Karin menggeleng. Memberinya isyarat.

"Kita memang menjalin hubungan--"

"Maaass ...!" Seketika teriakan itu terlontar begitu saja dari mulut Karin. Semua orang pun tampak tercegat.

Tidak.

Karin berharap semua tak sampai terulang lagi. Jangan sampai dia menerima hukuman dari dosa yang tak pernah dilakukannya lagi. Cukup saat itu, hanya saat diakui anak dari hasil hubungan terlarang mereka.

Ketika  beranjak bangkit, cekalan tangan Adam menghentikannya.

"Tenang, Karin ...." lirih suara itu berbisik di telinganya. Dari sorot matanya Adam seolah tak terkejut dengan ucapan Hamdan maupun Baim.

"Ya, kami memang menjalin hubungan serius ...." Karin pejamkan mata tak sanggup mendengar kata-kata yang akan Baim ucapkan selanjutnya. "Tapi sebelum menikah dengan Nana."

Seketika Karin menghela napas lega, saat Baim melanjutkan kalimatnya.

"Seharusnya kami masih hidup bahagia sampai saat ini, sebelum anak kesayangan Ayah, perempuan dengan kelainan kepribadian ini ... merusak semuanya!"

Karin tertegun. Ada apa dengan pernikahan mereka sebenarnya? Apa yang Baim sembunyikan darinya?

"Tutup mulutmu, Mas!" Nana tiba-tiba bangkit, dia berdiri di hadapan Baim sembari menunjuk-nunjuk wajah lelaki itu, kemudian beralih pada ayahnya, dengan wajah panik, mengharap pembelaan. "Jangan percaya dia, Yah. Jelas, Mas Baim lagi nutupin fakta kalau dia ada maen sama Mbak Karin. Nggak mungkin, dong Nana minta cerai gitu aja kalau alasannya nggak logis!"

Karin menggeleng tak habis pikir. Dia tak menyangka kata-kata jahat itu akan keluar dari mulut perempuan yang dulu begitu dia jaga, bela dan lindungi setengah mati.

Nana, setan apa yang sudah merasukimu sebenarnya? batin Karin.

Makin didiamkan, sikapnya makin keterlaluan. Berapa banyak lagi pintu maaf yang harus Karin buka untuknya? Selama ini dia berusaha memaklumi, karena berlainan prilakunya.

Hamdan tampak menatap Nana yang berdiri di hadapannya. Sorot mata itu terlihat tajam menusuk. Setelahnya Karin bisa melihat beliau beranjak bangkit, dan berdiri di hadapan putrinya.

Nana tersenyum, dia meraih tangan kiri Hamdan, lalu menggenggamnya.

"Ayah percaya sama Nana, 'kan? Nggak mungkin Nana rusak kebahagiaan kakak kesayangan yang--"

PLAK.

Keras tamparan itu mendarat di pipi di pipi mulus Nana. Karin membekap mulut, semua orang terkejut. Terlebih Atikah, secepat kilat wanita paruh baya itu meraih tubuh Nana yang bersimpuh di lantai.

"Ini yang selalu ayah takutkan, Nana. Memberimu perhatian lebih tujuannya agar kamu tak merasa sendiri akibat sifat Ansos yang kamu idap. Menginginkan suami Mbakmu? apakah itu masuk akal?" cecar Hamdan murka.

Tak cukup dengan tamparan itu, Nana masih bisa menatap Hamdan nyalang. Menantang.

"Tapi ayah yang bilang kalau miliknya adalah milikku. Aku hanya mengembalikan apa yang sudah kupinjam padanya, terus meminta yang baru. Apa itu sa--"

PLAK.

Lagi-lagi mereka tercegat saat Hamdan melayangkan tamparan kedua.

"Cukup, Hamdan!" Atikah berteriak histeris. "Jangan sakiti anakku!"

Karina terperangah, begitupun  Baim dan Adam. Namun, tidak dengan Haris, dia hanya diam tertunduk.

"Apa ini?" Karin bergumam. "Nana ... ternyata anak Tante Atikah? Bagaimana mungkin?"

Hamdan mengusap wajah kasar. Dia terlihat begitu frustrasi saat ini.

"Mati-matian aku tutupi rahasia ini agar tak tercium di mana pun. Sia-sia berkian tahun Ayah tanamkan prinsip untuk mengedepankan logika daripada nafsumu, Nana! Tukar Ranjang? Bagaimana mungkin kamu ingin melakukan kesalahan sama yang telah kami lakukan!"

Deg.

Kesalahan sama yang telah kami lakukan? Jadi, artinya ....

Seketika Karin beralih pada Risma yang berdiri di dekat rak buku. Dia mengangguk setelah menyeka sebulir bening yang jatuh dari pelupuk matanya. Kemudian beralih pada Haris.

Lekat ia tatap pria paruh baya berkaca mata yang saat itu menjadi saksi dalam pernikahannya dan Baim di KUA.

"Astaghfirullah. Jadi, om Harislah ayah kandungku sebenarnya?"

.

.

.

Bersambung.

Next part flashback yang cukup panjang tentang ortu mereka yang udah lebih dulu Tukar Ranjang, yak 💃

TUKAR RANJANG (Sudah Terbit ✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang