12. Christmas

12 3 0
                                    

═══════ ≪ •❈• ≫ ═══════

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

═══════ ≪ •❈• ≫ ═══════

"Jiwa manusia sangat sulit ditebak, karena hampir tidak ada orang yang memiliki pemikiran serupa."

Valerie mencatat poin-poin penting tentang psikologi kepribadian dari presentasi teman sekelasnya. Hingga presentasi itu selesai, yang terus muncul dipikirannya adalah Edward. Valerie sangat penasaran mengapa ia bisa bertingkah seperti itu. Pria itu bahkan sampai mabuk berat padahal dia tidak kuat dengan alkohol.

Ya Tuhan, apa yang sedang terjadi?

"Miss Watson? Apa kau tidak mendengar perkataanku barusan?"

Gadis itu tersadar dan segera menatap dosennya yang rupanya sudah berdiri di depannya. "M-maaf, Sir. Apa Anda bersedia mengulang kembali perkataan Anda?"

Bukannya menjawab, dosen itu malah menghela napas panjang. "Tidak biasanya kau seperti ini. Kau sedang tidak enak badan?"

Valerie tidak menjawab, hanya mengulum bibirnya sembari menunduk kebawah.

"Sir, saya akan mengantar Valerie ke ruang kesehatan."

Suara itu muncul dari arah belakang. Seisi kelas pun menoleh, rupanya Raula yang mengatakan hal itu. Valerie menggelengkan kepalanya ke arah gadis itu sembari menunjukkan wajah khawatir, namun Raula hanya tersenyum.

"Baiklah. Miss ..., tolong bawa Miss Watson sebelum ia pingsan dikelasku."

Raula pun dengan semangat bangkit dan mengajak Valerie keluar kelas. Awalnya gadis itu menolak, namun Raula terus membujuknya sehingga ia pasrah saat diseret oleh temannya itu.

"Kau ini benar-benar deh," gumam Raula saat mereka sudah diluar kelas. "Sudah kemarin absen, hari ini kau melamun."

Valerie masih diam. Otaknya masih sibuk memikirkan hal lain, hingga tiba-tiba terlintas sesuatu di pikirannya.

Ia rasa Raula bisa dijadikan teman diskusi yang baik.

"Raula," ujar Valerie seraya berhenti melangkah. "Aku ingin menceritakan sesuatu padamu."

"Soal apa?"

"Ayo, ikut aku."

-o-

"Apa?! Edward datang dalam keadaan mabuk dan memukulimu?!?!"

Raula nyaris menjerit di ruang kesehatan kampus. Seorang perawat yang sedang berjaga pun segera menyuruhnya diam dan gadis itu nampak menyesal sudah berteriak.

Valerie mengangguk lesu. "Tapi ini membuatku berpikir kalau dia begitu syok atas kematian Theresa. Dan aku curiga Mr Carter mengancam Edward karena sudah menyakiti perasaan adiknya."

"Kau benar." Raula menghembuskan nafas kasar. "Kalau aku menjadi Edward, mungkin aku sudah bunuh diri saking tertekannya. Tidak mudah melalui hal seperti ini, apalagi ia sendirian. Memang menjadi mahasiswa rantau itu tidak mudah."

You Are My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang