═══════ ≪ •❈• ≫ ═══════
Karena kondisinya sudah membaik, Valerie diizinkan pulang malam harinya. Masih ditemani Harris, dia meminta pria itu untuk menemaninya ke stasiun bawah tanah. Awalnya Harris menolak, namun gadis itu nyaris menangis lagi hingga Harris tak tega dan setuju untuk menemaninya kesana.
Suasana di depan stasiun sudah tidak terlalu ramai, hanya ada beberapa polisi yang berjaga-jaga juga beberapa wartawan. Api sudah dipadamkan empat jam yang lalu namun hati Valerie masih terasa sangat sakit.
Dimana Edward saat ini?
"Valerie, sebaiknya kita pulang. Sekarang sudah semakin dingin."
Gadis menoleh perlahan, dan menyadari bahwa Harris hanya mengenakan sweater karena mantel musim dinginnya digunakan olehnya. Pria itu tampak agak kedinginan.
Akhirnya Valerie melepas mantelnya, namun Harris langsung memarahinya.
"Apa yang kau lakukan?!"
Dengan gesit Harris kembali memakaikan mantel itu dengan baik di tubuh Valerie. Pria itu bahkan melepas syalnya dan menyampirkannya di leher gadis itu.
"Kalau kau masih ingin melihat-lihat sesuatu.. baiklah. Aku memberimu waktu lima menit, sebelum kau beku kedinginan. Aku akan menunggu di mobil, oke?"
Valerie nyaris tak bisa menjawab, namun ia berhasil mengangguk. Harris memberinya elusan pelan di pundaknya kemudian berjalan kembali ke mobil.
Gadis itu kembali memandang ke arah stasiun dan memutuskan untuk mendekatinya. Para polisi yang tampak berbincang dengan serius tak menghalanginya, mungkin karena suasana sudah mulai kondusif. Valerie berhasil tiba di puncak anak tangga yang disegel. Dibawah sana, nampak belasan polisi, pemadam kebakaran, juga tim SAR masih berseliweran.
Ia tak berani melangkah turun kesana. Bahkan di tempat berdirinya saat ini pun dadanya sudah kembali sesak. Tanpa mengalihkan pandangan, tangannya bergerak mengambil ponsel dan menelpon seseorang.
"Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif, cobalah beberapa saat lagi.."
Air matanya kembali jatuh. Valerie membiarkan dirinya menangis meskipun itu tidak membuat dirinya merasa lebih baik. Sebaliknya, ia merasa sangat sedih atas kematian seseorang yang pernah, atau masih, ia sayangi.
Dan orang itu tidak akan pernah mengangkat telponnya lagi.
Tangisnya semakin deras. Angin yang berhembus seolah mampu menjatuhkannya dari tangga, namun Valerie sama sekali tak berniat menggerakkan tubuhnya. Kalaupun ia jatuh, rasanya kematian tidak akan begitu menyakitkan. Hanya beberapa benturan kecil ditubuhnya, kemudian ia akan kembali bertemu dengan Edward.
Namun sebelum angin bertiup semakin kencang, seseorang menahannya dan ia merasakan kehangatan yang teramat sangat.
Valerie tau siapa yang memeluknya, tapi ia tak bisa menyembunyikan tangisnya. Dirematnya lengan baju Harris sementara ia semakin terisak. Sementara pria itu tak mengatakan apapun, hanya mengelus lembut kepalanya, mencoba menenangkannya meskipun tak berhasil.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are My Life
FanfictionGadis itu menghela napasnya diantara rintik salju yang turun perlahan. Terengah, hingga tangannya mulai gemetar karena kedinginan. Kakinya pun terasa lemas, tidak sanggup menopang berat tubuhnya. Dan tepat disaat itu, seseorang memeluknya, menahanny...