IV. Tteokbokki.

87 16 0
                                    

"Sebenarnya aku mengajakmu kesini karena menguping pembicaraan anak kelas. 'Pulang sekolah ke kedai tteok sebrang, yuk!' 'yuk yuk yuk!'"

Nara tergelitik mendengar penjelasan Minhyun di hadapannya. Hwang Minhyun memang tidak pernah berubah sedari dulu.

Minhyun akan memasuki kepala tiga dalam empat tahun lagi, tapi masih saja bertingkah seperti anak kecil.

'Sepertinya kau terlalu sering bergaul dengan balita.' ㅡ Park Nara, 25 tahun.

***

"Bagaimana ayah?"

"Baik seperti biasa. Kenapa? Rindu, ya?"

"Menurutmu? Yang biasanya setiap pagi aku pergi ke Hannam-dong untuk menjemput gadis perawan, tiba-tiba langsung lurus ke Gwangjin-gu. Tidak seru."

Kedua mata Nara membelalak saat mendengar kata 'gadis perawan.' "Hus! Bicaramu."

"Kenapa? Kau lagi PMS? Kan aku hanya bicara fakta."

Nara hanya bisa mengunyah tteok sambil mendengarkan sahabatnya mengoceh. Ia tahu, Minhyun pasti sudah lama ingin bicara a sampai z. Biasanya mereka bersenda-gurau kapanpun dan dimanapun (kecuali ruang kelas). Tapi sekarang? Gedung mereka sudah terpisah walaupun masih bersebelahan.

"Disana ada yang cantik?"

"Siapa?"

"Masa iya murid? Kau mau mengencani murid, eoh?"

"Jidatmu. Memangnya aku pedofil."
"Banyak. Tapi bukan tipeku. Kau tahu sendiri tipeku bagaimana."

"Ya, waktu akan cepat berlalu. Empat tahun lagi kau sudah menyentuh 30. Mau sampai kapan terus menjadi orang yang sangat picky?"

"Santai, temanku umur diatas 30 masih banyak yang membujang."

"Itu kan temanmu, tapi kalau kau temanku. Aku bicara begini untukmu juga. Katamu ingin punya anak, kan?"

Minhyun hanya terdiam meliat kearah jendela luar sambil mengunyah tteok. Apa yang Nara bicarakan, selalu ada benarnya.

Walaupun Nara agak keras dan realistis, tapi Minhyun selalu mendengar Nara yang tidak pernah asal mengoceh.

Nara menghela nafasnya pelan sambil menaruh sumpit di samping mangkuk tteok.

"Ya sudah, semuanya aku serahkan padamu. Aku bicara begini supaya ada yang menyadarkanmu, Minhyun-ah."

"Iya iya, aku mengerti." jawab Minhyun sambil minum segelas coke sekali teguk.

"Omong-omong, barusan itu siapa? Wajahnya seperti familiar.."

"Siapa? Ah.. yang barusan."

Minhyun itu neat-freak. Setelah tteok dan minumannya sudah habis, langsung dirapihkan dan ditaruh di samping. Meja yang tadinya berantakan menjadi lega dan ada space Minhyun untuk melipat kedua tangannya.

Dia siap untuk mendengar penjelasan Nara.

"Sarang muridku. Saat kita mau pulang barusan, ada dia yang masih duduk di kursi depan kelas. Ternyata itu pamannya telat menjemput.."

Nara memajukan bangkunya untuk lebih dekat dengan Minhyun. Minhyun reflek memundurkan badannya. Dia gugup jika terlalu berdekatan seperti ini dengan Nara.

"Tapi aku masih penasaran, kira-kira pamannya bekerja di bidang apa, ya? Kenapa berpakaian rapih seperti itu?"

"Molla. Mungkin orang kantoran."

"Orang kantoran tidak ada yang se-rapih itu ya, tolong."

"Ya mana aku tahu." jawab Minhyun mengakhiri pembicaraan.

Nara tahu Minhyun mulai kurang nyaman dengan pembicaraan ini, maksudnya, 'ini' itu merujuk kepada 'pria selain Minhyun (dan ayah Nara.)'

Tapiㅡ Nara hanya menganggap kebetulan saja Minhyun menjadi dingin dan tak acuh seperti itu. Mengingat semakin dekat akhir semester, semua guru pasti merasakan tekanan yang bertambah daripada biasanya.

Minhyun mendapatkan telepon masuk.

"Ra, aku ada rapat dadakan di aula.. bagaimana?"

"Ya pergilah rapat. Aku kan bisa pulang sendiri."

"Serius? Naik apa?"

"Bus. Pagi ini juga aku pakai bus."

Minhyun beranjak dari kursinya dan mengambil tas, "Ya sudah, take care. Teriak kalau ada orang jahat, ya? Kabari aku kalau sudah sampai rumah."

"Siap, pak bos. Nanti Nara kabarin sampai rumah."

Nara mengangguk sambil senyum. Tak lupa rambutnya kena acak tangan besar Minhyun. Nara hanya bisa mengerucutkan bibirnya.

***

"Kenapa ingin tteokbokki, hm? Bukannya tadi Sarang ingin jjajangmyeon?"

"Nanti, setelah ini baru kita beli jjajangmyeon dan bungkus satu untuk eomma!"

Mingyu terkekeh pelan sambil berjalan bergandengan tangan dengan Sarang mencari tempat duduk.

"Yah.. samchon.. penuh semua.."

"Eung. Tumben sekali, ya."

Kepala Sarang sibuk bergerak ke kiri dan ke kanan, sampai suatu ketikaㅡ

"SSAEM!"

yuchiwon teacher.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang