IX. Sahabat Jadi ...?

62 11 0
                                    

Suara mobil yang menandakan kuncinya terbuka terdengar sepersekian detik setelah jempol Mingyu menekan remote BMW-nya sendiri.

Mingyu membuka pintu di samping tempat supir. "Silahkan masuk, nyonya."

"Apa sih.." Nara hanya terkekeh pelan menahan tawanya.

Sebuah mobil sedan hitam kemudian berjalan semakin pelan saat mendekati rumah nyonya Kim, sampai akhirnya berhenti pas di depan pagar itu.

Terlihat wajah yang sangat familiar bagi Nara dan Mingyu yang baru saja hendak masuk ke mobil.

Terlihat wajah yang sangat familiar bagi Nara dan Mingyu yang baru saja hendak masuk ke mobil

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Eh? Kok kesini lagi?"

"Mau jemput. Tidak boleh?"

"Lho, kau barusan tidak memberi kabar apapun. Aku pikir kau hanya mengantar saja?"

"Aku berubah pikiran." Minhyun turun dari mobilnya tanpa mematikan mesin. "Kau mau pulang sekarang, kan?"

Nara menoleh kearah Mingyu dengan perasaan yang kurang enak. Tatapan Mingyu terlihat seperti sedang menginspeksi mobil Minhyun beserta pemiliknya dari dalam garasi.

Langkah kaki panjangnya tergerak mendekati Minhyun.

"Ra, mau pulang sama siapa?" Tanya Mingyu sambil memasukan salah satu tangannya ke kantong celana.

"Ra, mau pulang sama siapa?" Tanya Mingyu sambil memasukan salah satu tangannya ke kantong celana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nara meneguk ludahnya samar.

"Lain kali saja ya, Gyu. Minhyun juga sekalian pulang. Kau tidak perlu keluar rumah lagi."

"Tidak apa-apa, kan?" Nara mendekati badan pria bertinggi 187 senti itu sambil memegang sebuah map di dadanya.

Nara mencoba untuk melakukan kontak mata dengan Mingyu, namun gagal karena Mingyu yang keburu salah tingkah dibuatnya.

"Ne. Gwaenchana." Tanggapan dari Mingyu dibalas dengan sebuah senyuman dari bibir tak terlalu tipis namun juga tidak tebal berwarna merah bata khas Park Nara.

Mingyu tak berkedip dibuatnya.

Bibir itu.

Suara pintu mobil yang tertutup membuyarkan lamunan Mingyu. Mobil Minhyun langsung melaju agak kencang supaya bisa dengan cepat menjauhi Mingyu dari Nara.

"Apa-apaan..."

Mingyu mengusap tengkuknya yang tidak gatal. Kakinya berjalan sendiri masuk kedalam garasi sambil terus memikirkan hal yang tak sepatutnya ia pikirkan.

"Bi ... tolong ambilkan Soju dingin. Kenapa hari ini gerah sekali."

"Siap, Tuan."

Wanita renta itu hanya berjalan menuju kulkas sambil keheranan. Matanya menatap sebuah termostat yang terpasang di dinding sebelah kulkas.

24 derajat?

Yang benar saja.

*****

"Besok dan seterusnya, jangan langsung pulang. Tunggu sampai aku datang."

"Ya, Hwang Minhyun. Kenapa kau jadi semakin protektif begini?"

Minhyun terdiam.

"Bagaimana kalau tiba-tiba kau pulang telat? Aku harus menunggumu, eoh?"

"Nongkrong di tteokbokki seberang. Nanti aku samper."

Nara mendecak pelan. "Ada apa denganmu?"

"Kenapa akhir-akhir ini kau menjadi overprotective dari biasanya, sih? Memangnya sekarang aku jadi perempuan nakal?"

Minhyun menghela nafasnya berat.

Untuk pertama kalinya dalam seumur hidup mereka berteman, berdebat di depan rumah Nara. Tepatnya, masih di dalam mobil Minhyun. Masih untung Minhyun memasang kaca film yang cukup tebal agar tidak ada orang yang bisa mengintip dari luar.

"Aku ke rumah Mingyu hanya berniat untuk mengajar. Bukan hal lain."

"Kalau ternyata hal itu yang mengganggu pikiranmu, kau harus buang semua pikiran jelekmu."

"Aku takut."

Nara terdiam. Kedua matanya tidak bisa bereaksi apapun mendengar jawaban singkat dari mulut Minhyun.

Minhyun menatap wajah Nara agak lama sampai Nara mengakhiri keheningan itu.

"Apa yang kau takutkan?"

"Kau."

"Aku?" Sebelah alis Nara keheranan.

"Sudah. Kau masuk dulu. Ayah dan Haru sudah menunggu dari dalamㅡ"

"Sebentar." Nara memegang lengan Minhyun yang masih memegang rem tangan.

"Jelaskan. Jelaskan apa yang kau takutkan."

Cup.

Bibir Minhyun menempel sempurna di bibir Nara.

Badan Nara seketika membeku seperti patung. Atau seperti saat sleep paralysis? Dimana kita mengalam sesuatu hal yang melibatkan makhluk lain, namun kita sendiri tidak merasa bisa menggerakkan anggota tubuh kita untuk memberikan suatu reaksi.

Persis.

Persis seperti itu apa yang dirasakan Nara.

Minhyun menjauhkan bibirnya perlahan dari bibir sahabatnya sendiri. Ia tau ini tidak benar.

Mencium sahabat sendiri? Apa dia tidak gila?

"Besok aku jemput. Tunggu aku, ya?" lanjutnya sambil mengelus rambut kecoklatan Nara yang tergerai. Seakan-akan ... tidak terjadi apapun.

Kali ini, kepala Nara menjadi pusing.

yuchiwon teacher.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang