VIII. Orang Gila.

70 11 1
                                    

"Sarang baru saja keluar dengan nyonya.."

"Ah, jinjjayo?" Nara tersenyum ramah. "Seharusnya, hari ini jadwal pelajaran tambahan untuknya.."

"Nara ssaem!"

Nara menoleh. Kedua matanya mendapati seorang lelaki jangkung nan bongsor yang terlihat kelelahan. Lebih tepatnya ... habis berlari?

"Sarang hari ini membatalkan jadwalnya dan aku tidak bisa mengabarimu. Panggilanku tidak diangkat, chat pun hanya berceklis satuㅡ hosh.. hosh.."

Nara dengan cepat mendekati Mingyu sambil merogoh botol minumannya yang belum tersentuh di dalam tas. "Minum dulu. Belum aku sentuh, kok."

"Hahh.. gwaenchana. Tidak apa-apa. Tidak terlalu capek.." Mingyu memegang perut bagian kanannya. Nara dengan gesit menahan badan bongsor Mingyu yang hampir ambruk karena kesakitan. "Tidak apa-apa apanya?! Masuk dulu!"

Nara dengan bantuan bibi rumah membopong Mingyu. "Disini, Bi, disini dulu sajaㅡ"

Akhirnya, Nara berhasil menempatkan Mingyu di sofa ruang keluarga. Dikeluarkannya kipas angin listrik dari shoulder bag dan langsung diarahkan pada Mingyu.

Nara mengusap kening Mingyu yang sudah banjir dengan keringat. Poni rambut Mingyu yang lepek terkena keringat, disibak kebelakang oleh jari-jari tangan Nara.

Tak perlu merasa jijik. Jika sedang apes, Nara bahkan membantu membersihkan murid-muridnya sendiri yang tak tahan buang air setidaknya satu bulan satu sampai dua kali.

"Kau ini habis dari mana, sih?"

"Rumahmu." Mingyu menjawab pertanyaan dengan singkat. Nafasnya masih terasa pendek. Dirinya sudah tak peduli dengan botol siapa yang ada di depannya, ia habiskan semua.

Baru saja Nara melepas kancing kemeja bagian atas yang dipakai Mingyu,

"Heyㅡ Apa yang akan kau lakukan..?"

"Aku hanya membantumu. Nafasmu masih tersengal, kalau masih memakai pakaian seperti ini bagaimana bisa panas di dalam tubuhmu bisa keluar?"

Mingyu terdiam. Bibirnya terlihat agak mengerucut.

 Bibirnya terlihat agak mengerucut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mianhae."

"Kau pasti sudah melihat berita itu..."

Nara terdiam sejenak sebelum melepas kancing terakhir. "Bibi, tolong ambilkan handuk kering kecil untuk Mingyu."

Mingyu semakin merasa bersalah melihat Nara tak mengacuhinya.

"Terima kasih, Bi." Nara menyetel kipas angin elektrik ke daya putar yang paling rendah. "Pegang dulu." suruhnya pada Mingyu. Mingyu menurut.

Nara membuka kemeja Mingyu sampai dirinya melihat badan kecoklatan mirip Mingyu. Sangat sulit bagi Nara untuk tidak melihat kearah perut Mingyu yang sudah membentuk otot.

Walaupun tidak se-sempurna Jimin BTS, ini sudah ideal bagi Nara. Ia tak suka pria yang sangat berotot.

Ah. Tidak.

Kenapa Nara harus berpikiran jorok?!

"Ssaem..."

"Bolehkah aku memanggil namamu langsung?"

"Bㅡ boleh."

Kenapa Nara menjadi gugup sekarang?!

"Maaf menjadi menyusahkanmu. Aku menghapus semua aplikasi di ponselku."

Mingyu menegakkan duduknya. "Ssaem, maksudkuㅡ Nara."

"Aku yang seharusnya meminta maaf. Kau tidak tahu apa-apa, tapi kau juga yang kena. Maafkan aku.."

Nara tersenyum tipis. "Santai saja."

Jelas Nara bisa santai, digosipi orang lain sudah menjadi hal yang biasa baginya. Selama ia berteman dengan Minhyun, ada saja gosip yang membuntuti. Bahkan sampai sudah bekerja sekalipun.

"Tidak, maksudkuㅡ Aku juga meminta maaf karena tidak jujur dari awal mengenai pekerjaanku. Aku tidak memberitahumu yang sebenarnya karena takut kau memperlakukanku berbeda dari sebelumnya."

"Dan ... Apakah aku boleh tahu apa akun Instagram milikmu? Pasti sudah banyak penggemarku yang menyasar ke akunmu, entah mengirim ancaman atau hal semacamnya. Aku harus melaporkannya kalau ada."

"Ah, benar." Nara mengangkat kepalanya. Kini, mereka berdua saling berhadapan. "Matikan dulu kipasnya. Sudah tidak gerah, kan? Nanti kau masuk angin."

Mingyu pasrah kipas anginnya disimpan kembali keatas meja. Tangan kirinya meraih kemeja untuk dipakai kembali, namun tidak dikancingkan.

"Bagaimana kabar nyonya Kim? Sudah membaik?"

"Belum. Hari ini aku izinkan Sarang pergi menemani ibunya, siapa tahu bisa menjadi motivasi bagi Minseo untuk sembuh."

"Seharusnya, bisa. Koneksi psikologis antara anak dan ibu yang kuat, bisa menyembuhkan penyakit ringan bagi salah satu dari mereka." Nara menghela nafas pelan. "Meskipun yang dialami nyonya Kim tidak bisa dikategorikan penyakit ringan, tapi who knows?"

"Aku hanya bingung harus melakukan apa kalau Minseo tidak ada. Orangtuaku dan ayah Sarang sudah tidak ada. Aku tidak mungkin bisa terus-terusan tinggal di luar dorm. Aku juga tidak bisa membawa Sarang ke dalam dorm."

"Meskipun masih ada bibi yang menemani, tapi beliau sudah tidak muda lagi. Kau tahu kan, Sarang seperti apa?"

Nara mengangguk paham. Dua tahun menjadi wali kelas Sarang, sudah lebih dari cukup untuk mengenal watak dan kepribadiannya.

"Sebentar, aku ada panggilan masuk." Mingyu mengangkat telepon dan butuh waktu agak lama baginya untuk mengangkat panggilannya.


"Berita apa itu?"

Mingyu menghela nafas tanpa menjawab sepatahkata pun.

"Ya, berita kita saja belum turun dan berita baru sudah naik kembali?"

"Apa kau sudah gila? Aku sudah mengenalimu bertahun-tahun dan kau malah memilih orang baru?!! Kau keterlaluan, Kim Mingyu."

"Sudah?"

"YA AISH! SIAPA PEREMPUAN ITU?! KATAKAN PADAKU SIAPA PEREMPUAN ITU?!"



Tut.. Tut..

Nara spontan memalingkan wajahnya saat Mingyu mengakhiri obrolan secara satu arah. Mau tidak mau, Nara pasti menguping seluruh pembicaraan yang lebih didominasi oleh suara perempuan di seberang sana itu.

"Orang gila. Biarkan saja."

yuchiwon teacher.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang