Chapter 4

5.5K 198 3
                                    

Additional many sentences here, read slowly 💋

***

Tiga minggu telah berlalu sejak pertemuan pertama Arnold dan Mita di restoran. Selama waktu itu, persiapan pernikahan mereka berjalan lancar. Segala kebutuhan, mulai dari gaun pengantin hingga undangan, telah disiapkan dengan matang. Kini, pagi yang dinantikan tiba, dan suasana di rumah Arnold dan Mita dipenuhi kesibukan menjelang acara sakral tersebut.

Di kamar pengantin pria, Arnold berdiri menatap dirinya di cermin. Ia mengenakan tuxedo hitam elegan yang dipilih khusus untuk hari ini. Tangannya yang kokoh tampak sedikit bergetar saat ia membenahi dasinya. Hari ini adalah pernikahannya, dan meski terkenal dengan sikapnya yang tenang, Arnold tak bisa menyembunyikan kegugupannya. Rasa gugup bercampur dengan harapan dan ketegangan mengisi pikirannya. Ia menghela napas panjang, berusaha menenangkan detak jantung yang semakin kencang.

Pintu kamar terbuka perlahan, menampakkan Mirza, papa Arnold, yang masuk dengan penuh percaya diri. Mirza mengenakan tuxedo abu-abu yang tampak begitu berkelas, sesuai dengan kepribadiannya yang tegas. Ia melangkah mendekat dan menepuk pundak Arnold dengan senyum tipis.

"Hei, sudah siap untuk memulai babak baru hidupmu?" tanya Mirza, suaranya penuh semangat. "Ingat, Arnold, hari ini adalah awal yang baru. Berdoalah agar semuanya berjalan lancar,"

Arnold mengangguk kecil, mengulas senyum samar. "Aku sudah mempersiapkan segalanya, tapi tetap saja, perasaan ini aneh," ucapnya pelan, seraya menyentuh dada kirinya, tempat jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya.

Ia kemudian diarahkan oleh penata rias dan tata busana ke ruang khusus untuk mempelai lelaki, di mana para petugas sibuk memperbaiki penampilannya agar tampak sempurna di hari istimewa ini.

Di ruangan lain, Mita duduk dengan anggun di depan meja rias. Gaun pengantinnya yang berwarna putih gading tampak begitu anggun dan indah. Gaun itu menjuntai hingga menyentuh lantai, dihiasi renda dan sulaman halus yang memberikan kesan elegan. Para penata rias bergegas kesana-kemari, merapikan setiap detail penampilannya. Sementara itu, Mita berusaha menarik napas panjang, menenangkan dirinya di tengah perasaan campur aduk yang melanda.

"Bagaimana perasaanmu, Mita?" tanya salah satu penata rias sambil memasang tiara mungil di atas kepala Mita.

Mita tersenyum kecil, namun tidak bisa menyembunyikan rasa gugup yang terpantul di matanya. Ia merapatkan kedua telapak tangannya, berharap semua berjalan lancar.

Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka perlahan. Ronald, kakek Mita yang penuh kasih, masuk ke dalam. Melihat sosok kakeknya, Mita tersenyum lega. Ronald tampak gagah dengan setelan jas hitamnya, wajahnya memancarkan kasih sayang yang begitu mendalam.

"Kemarilah, sayang," ujar Ronald lembut, merentangkan kedua tangannya, mengisyaratkan agar Mita mendekat.

Dengan sedikit bantuan pelayan untuk mengangkat ujung gaunnya yang panjang, Mita berjalan menghampiri kakeknya. Begitu sampai di hadapannya, Mita langsung memeluk Ronald dengan erat, merasakan kehangatan yang hanya bisa ia dapatkan dari satu-satunya keluarga yang telah merawatnya sejak kecil.

"Terima kasih karena kau mau mengabulkan permintaanku untuk menerima perjodohan ini. Aku tahu, mungkin ini tidak mudah bagimu. Tapi percayalah, aku menginginkan yang terbaik untukmu," ujar Ronald lembut sambil mengusap rambut Mita.

"Arnold mungkin tampak kaku dan dingin, tapi percayalah, ia tidak seburuk itu," lanjutnya.

Mendengar kata-kata penuh kasih sayang dari kakeknya, Mita merasa hatinya hangat, meskipun gugup. Ia menahan haru yang menggelayuti hatinya, tapi suara serak tetap terdengar saat ia menjawab, "Jangan berbicara seperti itu, Kek. Rasanya aku ingin menangis sekarang,"

MY HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang