Chapter 32

2.4K 46 5
                                    

💋💋💋

Sesampainya di rumah, Mita kembali tenggelam dalam pikirannya. Duduk diam di kursi dapur, matanya menatap kosong ke arah meja.

Ada apa ini? Kenapa dirinya merasa terganggu dengan pikiran-pikiran yang menurutnya tidak harus dipikirkan?

Tidak biasanya Mita memikirkan kehidupan orang lain. Namun, sejak kejadian itu, berbagai pertanyaan terus menghantui pikirannya. Apalagi Arnold, suaminya, akhir-akhir ini jarang pulang terlambat. Seharusnya Mita merasa lega, bukan? Bukankah itu berarti Arnold tidak ada hubungan lagi dengan Sharon? Namun, entah mengapa bayangan tentang bayi itu masih saja muncul di benaknya.

Mita menggeleng pelan, mencoba mengenyahkan bayangan tersebut. Saat itu, suara Arnold memecah keheningan.

"Kenapa melamun?" tanyanya sambil mendekat.

Mita tersenyum tipis, "Tidak ada, sebaiknya kau makan terlebih dahulu. Aku sudah memasak untukmu," ujarnya cepat, mencoba mengalihkan pembicaraan.

Dengan sigap, ia mengambil piring dan mulai menyiapkan makanan untuk suaminya.

Namun, Arnold hanya diam, menatapnya dengan intens. Pandangannya yang tajam membuat Mita merasa tidak nyaman. Setelah menyiapkan sepiring makanan dan segelas air, ia menyodorkannya pada Arnold sambil mengalihkan tatapannya ke arah lain. Hening melingkupi mereka. Mita merasa canggung dengan situasi tersebut, seolah Arnold begitu ingin tahu alasan ia melamun tadi.

Menghela napas, Mita berdiri dari kursinya, meninggalkan Arnold sendirian. Pria itu hanya mengernyitkan dahi, bingung. Ia tahu ada sesuatu yang mengganggu Mita, tetapi tidak ingin memaksa istrinya bercerita.

***

Keesokan harinya, di kampus, Mita sedang menyiapkan materi untuk presentasi mengajarnya. Di hadapannya, Dera, teman dekat sekaligus rekan kerjanya, tampak duduk lesu, hanya terdiam dan sesekali menghela napas.

Mita meliriknya sekilas, lalu bertanya, "Ada apa, Ra?"

Dera hanya menunduk, menggeleng pelan. Mita menghela napas panjang.

"Jangan dipendam sendiri kalau kau ingin cerita. Kau tahu 'kan, kemarin aku juga cerita tentang yang kulihat dan yang kurasakan kepadamu juga," ucap Mita lembut.

Dera terlihat bimbang. Setelah menarik napas dalam, ia akhirnya berkata, "Mi, kamu udah nanya ke Arnold siapa itu Sharon?"

Mita terdiam, memproses pertanyaan yang tiba-tiba itu. Ia tertawa kecil, merasa bahwa pertanyaan Dera cukup sepele dibandingkan kekhawatirannya selama ini.

"Sudah aku tanyakan, lagi pula Arnold sekarang sudah jarang pulang terlambat, ada apa?" jawab Mita sambil melipat tangannya di atas meja, menatap wajah bulat sahabatnya itu dengan tenang.

Dera tampak tidak puas dengan jawaban Mita. Ia berdiri, terlihat bersiap-siap meninggalkan ruangan, namun sebelum sempat melangkah, terdengar ketukan di pintu.

"Masuk," ucap Mita.

Perlahan, knop pintu terbuka. Dua mahasiswi muncul membawa beberapa lembar makalah. Salah satu dari mereka adalah Sharon, bersama temannya dari fakultas yang sama. Sharon terlihat gugup, sementara mahasiswi di sebelahnya menatap Dera dengan bingung.

"Maaf, Bu, ini tugas saya dan Sharon yang sudah direvisi," ujar mahasiswi itu memecah keheningan.

Dera hanya diam dan segera keluar dari ruangan tanpa sepatah kata. Sementara itu, Mita menerima makalah tersebut dan mengucapkan terima kasih. Sharon masih tampak canggung dan tergesa-gesa keluar setelah menyelesaikan urusannya.

Setelah Sharon keluar, Mita memutuskan untuk menyusul Dera. Ada yang mengganjal di hatinya melihat sikap Dera yang seolah enggan berada di dekat Sharon. Ini bukan pertama kalinya Dera menunjukkan ketidaksukaannya pada mahasiswi tersebut.

***
Wednesday, October 16, 2024

MY HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang