Chapter 10

5K 164 3
                                    

💋

"Cubitalah atau pukul saja Arnold jika dia jahil!" Faniya menyarankan sambil tertawa geli.

"Iya, Ma, nanti aku akan ikuti saran Mama," Mita tersenyum canggung.

Faniya baru saja pulang dari belanja bulanan dan membawa bahan-bahan makanan untuk Mita dan Arnold. Wanita paruh baya itu menghampiri Mita, yang masih tertinggal di sofa, sementara Arnold menghilang ke dalam kamar. Mita penasaran, entah apa yang dilakukan suaminya di dalam sana. Faniya dengan ceria meletakkan belanjaannya di atas meja ruang tamu. Mita segera mengambil barang-barang tersebut dan bergegas ke dapur untuk merapikannya di tempat yang seharusnya.

"Mama dengar minggu depan kamu sudah mulai kerja lagi, ya?" tanya Faniya, setelah Mita menyelesaikan tugasnya. Kini mereka berdua duduk santai di atas sofa, menikmati momen kebersamaan.

"Iya, Ma. Aku sudah kangen dengan anak-anak mahasiswa yang aku ajar. Juga sama teman-temanku," jawab Mita, senyumnya lebar.

"Tapi, kamu yakin bisa mengurus rumah sendirian sekaligus kerja?" Faniya bertanya dengan nada khawatir.

"Yakin, Ma! Lagian jadi cewek itu harus kuat. Pokoknya, jangan sampai kalah sama yang jantan," kata Mita dengan semangat, merasa percaya diri.

Faniya terkekeh mendengar semangat Mita. "Yaudah, bagus deh kalau begitu," ujarnya sambil mengangguk.

"Ngomong-ngomong, Arnold tidak cuek, 'kan, sama kamu?" bisik Faniya, seakan ingin memastikan.

Mita terdiam sejenak, mengingat kembali tingkah laku suaminya. "Nggak, sih, Ma. Awal-awalnya dia cuek, tapi semakin lama, sudah biasa saja. Hanya saja, ada saja tingkahnya yang bikin aku kesel," lanjut Mita, menggerutu.

"Oh, ya? Kayak gimana?" Faniya tertarik untuk mendengar lebih lanjut.

"Ya, contohnya pas kemarin dia jatuhin,-" Mita baru saja memulai penjelasannya, tetapi suara Arnold tiba-tiba memotong pembicaraan mereka.

"Tuh, 'kan ngomongin orang. Kebiasaan cewek tidak pernah hilang," ucap Arnold dengan nada sarkastik.

Dua wanita berparas cantik itu langsung menoleh ke arah sumber suara. Mita dan Faniya tertawa seketika, menyadari betapa benar apa yang baru saja diucapkan Arnold.

Arnold menghampiri mereka dan duduk di sofa single, berusaha tampak santai.

"Ngapain kesini?" Mita menatapnya dengan tatapan ketus.

Arnold hanya mengangkat alis, "Suka-suka lah,"

Dia melirik sekeliling, mencari-cari ponselnya yang tadi direbut Mita. Mita yang melihat gelagat tersebut langsung merapatkan pahanya, menyembunyikan ponsel Arnold di bawahnya. Dia tidak ingin suaminya menemukan ponselnya dan melanjutkan godaan yang tadi sempat terputus.

"Mama boleh nginep di sini tidak?" tanya Faniya tiba-tiba, membuat kedua orang yang berbeda jenis itu menoleh ke arahnya.

"Boleh," jawab Mita sambil tersenyum.

"Nggak," Arnold bersuara serentak dengan Mita, membuat Mita melotot kesal. Mereka saling melempar tatapan tajam, seolah sebuah pertarungan kecil sedang terjadi di antara suami istri itu.

"Jadi, Mama boleh nginep tidak nih?" tanya Faniya sekali lagi, tak mau kalah.

"Iya, boleh kok, Ma. Gak perlu izin juga kali," ujar Mita terkekeh, merasa senang bisa membuat suasana kembali ceria.

Arnold menatap tajam Mita, yang membalas tatapan itu dengan sama tajamnya. Sepertinya Faniya tidak menyadari bahwa ada perang dingin antara anak dan mantunya yang baru saja dimulai.

MY HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang