Saya menatap kaca setinggi tubuh didepan saya, mencocokkan baju yang saya pegang, kemudian membandingkan dengan yang lain.
Sudah tiga puluh menit seperti ini terus, jujur saja saya memang sedang bingung ingin pakai baju yang mana.
Hari ini hari yang spesial bagi saya. Tepat sudah dua tahun bersama Bintang menjelajahi luasnya galaksi.
Saya harap Bintang tak lupa, dan syukur sepertinya dia tidak lupa pasalnya pesannya tadi menghampiri ponsel saya, memberitahu bahwa dia akan jemput saya pukul tujuh tepat.
Rasanya benar-benar tak karuan, bagaimana tidak dia akhir-akhir ini selalu sibuk, bukan hanya Bintang tapi saya juga. Makanya kalau ada waktu untuk bertemu rasanya benar-benar senang, mendebarkan dan terasa tak karuan.
Pandangan saya terjatuh pada dress putih polos selutut, saya ingat ini adalah dress yang dipilihkan oleh Bintang beberapa bulan lalu ketika kami sedang berjalan-jalan di mall. Awalnya kami hendak menonton, tapi ternyata tiketnya sudah keburu habis, jadilah kami hanya menghabiskan tiga jam lebih untuk berkeliling mall, mencobai sepatu, makan es krim lalu pulang.
"Bin, aku mau liat dress dulu. Kamu ikut atau nunggu?"
"Ikut kamu aja."
Kami melangkah memasuki salah satu toko yang menjual pakaian, saya masih sibuk meneliti pakaian mana yang mau saya coba dan kalau cocok beli, ketika Bintang menyodorkan dress putih polos selutut didepan saya.
"Nih."
"Bagus, kamu mau aku nyoba?"
"Gak usah, langsung beli aja."
"Coba dulu kali Bin, takut gak pas."
"Pas kok itu, cocokin aja deh gak usah dipake."
"Iya-iya."
Saya mencocokkan dress itu pada tubuh saya tanpa perlu mengenakannya.
"Pas kok, gak kependekan juga. Aku suka, aku ambil yang ini aja deh."
"hmm."
Mengingat kejadian itu saya tersenyum kecil, Bintang memang seperti itu selalu saja bersikap seperti acuh padahal perhatian. Haha mengingat hal itu kembali, saya tak kuasa tak bersemu. Dasar.
Tidak, ini sudah pukul enam, kan Bintang bilang akan datang pukul tujuh. Buru-buru saya bersiap, mengganti pakaian kemudian duduk didepan meja rias.
Empat puluh lima menit kemudian semua selesai, sekali lagi saya menatap diri saya didepan cermin.
"Gue gak menor banget kan ya?"
Saya masih menatap kaca ketika ponsel saya berdering, ternyata panggilan dari Sharon, saya pikir tadi Bintang.
"Kenapa sih?"
"Buset Bi, galak amat lo."
"Lo ngapain sih nelponin gue?"
"Hehe, temenin dong Bi. Gue ke kost lo ya."
"Sha, gue mau jalan bareng Bintang, ini aja udah selesai siap-siapnya."
"Yah... Yaudah deh. Tapi kalo gak jadi kabarin ke gue ya, biar cabut kekost lo."
"Enak aja gak jadi, jadilah."
"Siapa tahu kali Bi, kaya biasa. Kan cowok lo super sibuk. "
"Berisik ya lo, udah deh gue tutup."
"ututu ngambek ya Bibi, udah deh semoga jadi ya jalan bareng mas pacarnya."
"DIEM!"
Saya menutup panggilan ketika selesai berteriak pada Sharon diujung sana. Memang ya anak itu, selalu buat kesal saja. Tapi jangan salah sangka dengannya, dia hanya bercanda kok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Epiphany
Romance(Slow Update) "Aku mencintaimu, itulah sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan keselamatanmu." -Sapardi Djoko Damono ⋆⋆⋆ Saya percaya tentang analogi anonim bahwa hidup adalah perjalanan panjang, mencari sesuatu yang gak ada habisnya. Sampai...