Belum Usai

86 19 4
                                    

Bagi saya Anggi tak lebih dari seorang adik yang perlu dilindungi. Bagi saya Anggi tak lebih dari perasaan bertanggung jawab atas tugas yang saya berani ambil.

Namanya Raya Swaskamita, perempuan pertama yang buat saya uring-uringan sebab bingung tak tahu apa maksud perasaan saya yang menggila.

Perempuan pertama yang saya boncengi naik sepeda hitam saya keliling kompleks perumahan, kemudian terjatuh sampai kejebur selokan ujung komplek.

Perempuan pertama yang apapun dia lakukan pasti saya suka padahal dia hanya bengong menatap seseorang yang bukan saya bermain basket di lapangan.

Perempuan pertama yang saya cintai tapi sayang dia tak bisa jadi yang pertama saya peluk dan genggam tangannya sebagai seorang yang lebih dari teman.

Waktu itu saya hanya seorang Lathannael Sabintang dengan seragam sekolah yang kemeja putihnya keluar dan tak pakai dasi, kemana-mana naik vario hitam yang spionnya tinggal bagian kanan saja. Alhasil, tiap panas terik pasti kulit terbakar dan tiap hujan menyapa mesti repot menepi dan berteduh.

"Athan," Raya selalu memanggil saya dengan sebutan Athan.

"Kenapa Ya?" saya menyahut menatapnya yang malah sedang asik menadahkan tangan, menampung air hujan yang turun. Usaha yang sia-sia, sebab mau gimanapun hujan itu akan jatuh.

"Gue suka sama Chandra." jawabnya dengan senyum, senyum kesukaan saya yang sialnya kali ini saya sama sekali tak suka melihatnya tersenyum.

"Ya- terus?"

Dia tak menjawab, lantas kembali menatap senang pada rintik yang berjatuhan ditelapak tangannya. Sementara saya, jangan ditanya bagaimana hancurnya didalm sana, sebab saya pun tak mau membayangkannya.

"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana; dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada." ada jeda sebelum dia kembali melanjutkan ucapannya. "Tiap hujan dateng gue selalu inget sajaknya eyang deh."

Saya diam tak menjawab, karena perlahan mulai sadar kalau sajak Aku Ingin, bukanlah kepadaku yang dibaca oleh mu.

"Aku mencintaimu... Itu sebabnya aku tak pernah selesai mendoakan keselamatanmu." dia menatap saya selepas sajak itu keluar dari mulut saya, "Lo lagi galauin cewek ya? Kok gak cerita-cerita sih?"

Dasar tidak peka.

"Gak. Gue gak galau, lo tuh yang galau mulu gue sih enggak."

Dari dulu saya emang paling pinter kalau urusan bohong ya hahah.

Saya tak pernah mengungkit perasaan saya pada Raya, sampai pada satu waktu ketika hujan membasahi bumi Jakarta, Raya pergi akibat satu momentum tiba-tiba.

Lalu saya kehilangan dia untuk selamanya.

Disana ada Anggi, gadis berseragam putih biru yang menangisi kepergian kakak perempuannya.

"Kak Bintang? Ada apa? Kok bengong?"

"Hah? Oh enggak kok Nggi."

Anggi didepan saya hanya mengangguk, tadi setelah bertemu dosen Anggi mengajak saya untuk makan siang.

"Kak Bintang aku perhatiin sering gak fokus akhir-akhir ini, ada masalah apa kak?" dia memfokuskan pandangannya kearah saya, "Enggak, lagi mikirin revisian aja kok. Gimana kuliah kamu?"

EpiphanyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang