Kata Sharon

225 118 6
                                    

Sudah seminggu saya tak mendengar kabar apapun dari Bintang, selama seminggu ini juga saya menyibukkan diri melakukan apapun yang bisa saya lakukan guna mendistraksi pikiran saya agar tak dikuasai oleh Bintang yang sekarang sudah berganti status menjadi mantan pacar saya.

Lathannael Sabintang adalah sesuatu yang tak pernah saya duga kehadirannya, tiba-tiba dekat, tiba-tiba bicara panjang lebar dipukul dua lebih empat lima pagi dengan saya, tiba-tiba dia bilang suka pada saya dan tiba-tiba kami menjadi sepasang kekasih.

Semua hal yang tiba-tiba datang bersamaan dengan Bintang merubah banyak hal dari diri saya. Tak ada lagi malam-malam panjang sebatas begadang mengerjakan tugas kuliah yang seakan tertawa diatas penderitaan saya, tak ada lagi pergi menonton Ardhito Pramono sendirian atau repot membujuk Sharon untuk ikut menemani, tak ada lagi yang namanya sepi pukul dua lebih empat lima pagi.

Sebab, Bintang telah ada dan memberi sedikit hal yang baru bagi saya. Dia sering mengajak saya keluar atau sekedar menemani saya mengerjakan tugas di kost saya, dia yang dengan sukarela menemani saya menonton konser Ardhito Pramono walau dia jelas tidak terlalu suka perihal musik dengan aliran seperti itu, dia dengan tenang menjawab panggilan saya padahal sudah dini hari yang harusnya dipakai untuk tidur tapi malah menemani saya ketika gangguan tidur saya kambuh.

Dua tahun bersama Bintang membuat saya mulai tergantung padanya, atau mungkin sebenarnya saya sudah ketergantungan padanya.

Tapi semua harus kembali ke awal, seperti dahulu.

"Hai kak Biru." tangannya menggeser kursi di depan saya, dia tersenyum manis menampilkan deretan giginya yang putih dan rapi.

"Oh hai, Nggi." saya menjawab sekena sapa darinya, Anggi mau apa dia?

Saya dan Anggi bisa dibilang tidak dekat, sebab saya hanya mengenalnya melalui perantara Bintang. Lagian saya juga sering merasa tidak nyaman dekat dengannya, mungkin karena saya terlalu skeptis dan memandang buruk padanya makanya seperti itu kali ya?

"Tumben kakak sendirian, kak Sharon mana?" dia bertanya sambil menatap kearah saya, kemudian mengedarkan pandangannya. "Gak ikut kak?"

"Sharon tadi dipanggil ke ruang Bu Hilda, kurang tahu juga mau ngapain. Kamu sendiri tumben ke kantin sini, mau ketemu orang atau-"

"Mau ketemu kakak."

Saya bahkan belum selesai mengucapkan pertanyaan saya, tapi langsung dipotong oleh ucapannya. Benarkan perasaan saya mulai tidak enak.

"Aku? Ada apa?"

Dia tak lantas menjawab, diam sebentar kemudian tersenyum. Oh apakah itu smirk ?

"Kakak sama kak Bintang udah putus ya?" wajahnya terlihat sumringah, entahlah ada senyum kecil dibibir dengan balutan liptint pink itu.

Ditanya seperti itu, saya jelas terkejut tapi buru-buru saya tutupi keterkejutan itu. "Kenapa nanya begitu?" tanya saya balik sambil mengaduk jus jambu yang ada di depan saya tanpa repot menatap kearahnya.

"Ihh kak Biru, kok malah balik nanya sih? Kan Anggi nanya sama kakak." nada bicaranya serupa rengekan yang terdengar seperti melodi dimainkan asal ditelinga saya. Bikin kesel.

"Ya kan aku juga mau tahu kenapa kamu nanya gitu ke aku. Itu aja."

"Yaudah deh aku kasih tahu sama kakak, soalnya aku mau maju kak, ngejar kak Bintang." senyumnya semakin lebar, mungkin dia mau latihan merobek bibir kali?

Tapi,

Hah?!

Bentar maksudnya?!

"Aku suka kak Bintang dari lama, jauh sebelum kak Biru ada. Tapi setelah ada kak Biru, kak Bintang sering nolak kalau aku ajak jalan, gak bisa nemenin aku lagi, dia lebih milih pergi sama kakak. Ya walau kadang aku berhasil ambil kak Bintang, tapi tetap aja kan dia bukan punya aku. Kak Biru, i want him. Bintang is mine."

EpiphanyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang