Rasa dan Karsa dari Bintang

209 93 1
                                    

Hah...

"Dua belas kali."

"Hah?"

Oh saya tidak sendirian ternyata, masih ada seseorang lain disini.

"Iya dua belas kali. Lo udah ngedengus dua belas kali selama tiga jam terakhir. Kenapa lo Cheng?"

Ck Cheng lagi!

"Gue bukan Cheng! Apaan Cheng? Goceng?! Dan lagian lo kurang kerjaan banget ngitungin berapa kali gue ngedengus, gak sekalian berapa kali gue ngedip gitu?" saya menatap kesal pada sosok teman sekelas saya yang sedang ambil posisi duduk disebelah saya.

"Ya elah Bintang, kan lo masih ada turunan Cina nya ya gue panggil Cheng dong. Acheng." Jeff tersenyum mengucapkannya, senyum yang buat hampir seluruh mahasiswi dikampus meleleh, tapi tidak bagi saya. Ya iyalah kan saya laki-laki!

"Anjing lo Jep."

"Kenapa lo? Marahan sama Tata?" Jefferson ini adalah sepupu dari Biru, iya Biru pacar saya. "Gue diputusin sama Biru."

Dia yang sedang minum malah menyemburkan minuman soda yang baru masuk ke dalam mulutnya keluar. "Bangsat lo! Jorok banget najis!"

"Goblok, lo apain sepupu gue ha?! Kok bisa putus sih?!" saya mendengus kasar mendengar pertanyaan Jepri, kalau hitungannya tadi benar berarti ini yang ketiga belas kalinya saya mendengus dalam kurun waktu tiga jam terakhir.

Anjing! Gue sendiri gak tahu jawabannya, gue gak tahu. Atau emang gue berpura gak tahu? Bangsat!

"Jawab anjing! Acheng lo apain si Tata? Wehhh sepupu gue lo pacarin bukan buat mainan ya, wahh parah lo ceng!"

"Enggak goblok! Kita emang ada masalah, tapi gue gak nge-iya in waktu itu."

"Terus? Lo berdua masih pacaran apa gimana sih?! Gak jelas!"

Saya diam memilih tidak menjawab, dan Jepri-panggilan akrabnya memilih untuk ikut diam juga.

Pikiran saya menerawang jauh pada beberapa hari yang lalu, ketika saya yang diam-diam mengamati Biru dari jauh, mendapatinya berjalan tergesa kebelakang gedung C. Wajahnya pucat, dia berjongkok dibelakang sana, menenggelamkan wajahnya pada lekukan kakinya, bahunya bergetar, dia menangis. Hari itu saya kembali hancur, sebab dia menangis setelah bicara dengan Anggi dikantin. Sebab dia menangis sendirian dan mencoba menenangkan dirinya sendiri padahal jelas dia butuh setidaknya pelukan agar tangisnya sedikit reda. Sebab dia menangis karena saya tapi saya sendiri malah tak bisa menenangkannya.

Bukan saya mendadak tidak peduli padanya, saya hanya takut jika saya muncul didepannya dia akan pergi menghindar. Saya takut dia masih marah dan kesal pada saya. Saya mau dia bisa tenang dulu baru bicara dan memperbaiki masalah antara kami berdua. Saya mau kembali seperti dulu, saat kami masih menjadi kita. Bukan seperti awal, sebab awalnya kami hanya sepasang asing.

Namanya Biru Semesta Aarum, nama yang menarik sejak pertama saya mendengarnya dari Jefferson. Waktu itu saat kami- saya, Jepri, bang Jo, bang Theo dan bang Tama sedang berkumpul saat peresmian dibukanya kedai kopi milik bang Jo, ada panggilan masuk keponsel Jeff, menampilkan nama 'Tata' disana dengan foto seorang perempuan yang wajahnya belepotan krim kue.

EpiphanyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang