16. Vanila

54 8 3
                                    

Setelah selesai upacara bendera pada hari senin, semua siswa langsung berlari masuk ke dalam kelas masing-masing dan sebagian ada yang ke kantin.

Daisy dan Moza berada di dalam kelas. Mereka berdua sama-sama diam karena lelah selepas upacara selesai. Moza sedang menikmati angin dari kipas portable yang dia bawa dari rumah.

Bagi Moza, AC di kelas tidak terlalu dingin. Ya sudah dia memutuskan untuk membawanya. Sedari tadi, Daisy tidak melihat keberadaan Devan. Batang hidungnya belum kelihatan sampai sekarang.

"Anak baru gayanya sok banget." Daisy tahu suara itu. Suara Marcella. Sepertinya Marcella sedang menyindir Daisy.

"Eh-eh, kemarinkan ada yang abis digandeng sama Devan." Ini adalah suara Chia. Antek-anteknya Marcella.

"Guys, ternyata mereka jadi istirahat bareng ya, kirain gue cuma bercanda," ucap Marcella, tertawa jahat.

Keberadaan Marcella bersama gengnya berada di pojok kanan. Barisan Daisy dan Marcella hanya di batasi oleh satu barisan saja.

"Dih, tuh orang kenapa dah?" batin Daisy.

"Sy, lo lagi di sindir sama Nenek lampir itu?" tanya Moza, memanggil Marcella dengan sebutan Nenek lampir.

"Iya kali. Udahlah biarin aja, Za."

"Ya gak bisa gitu dong, Sy. Masa lo diam aja?" Moza jadi gregetan sendiri karena Daisy diam saja tidak membalas apa pun terhadap Marcella.

"Udah gak apa-apa, Moza. Nanti kalau kita tanggapi ucapan mereka, mereka malah menjadi-jadi. Ujung-ujungnya nanti kita diseret ke BK."

"Iya juga sih. Marcella tuh sebenernya sirik sama lo. Makanya dia ngomong kayak gitu."

"Terserah lo, Za," ucap Daisy, tertawa renyah.

"Sirik mah sirik aja. Gak usah pakai acara gibah segala." Ucapan Moza yang spontan membuat kelas mendadak sepi. Dan semua mata tertuju kepada kita berdua.

"Mampus gue, Sy. Pada liatin kita berdua." Suka aneh sama sikap Moza. Dia yang bilang, dia yang takut sendiri.

"Ya kalau tau kayak gini ngapain lo bilang, Bambang?"

"Lah, lo kenapa Mozarella? Lagi membela si anak baru itu?" Suara Marcella yang nyinyir akhirnya keluar.

"Gak ngerti lagi gue sama pikiran lo, Cell. Kerjaannya gibahin anak orang mulu. Gak ada kapoknya," ucap Moza tidak mau kalah.

"Za, lo ngapain bilang kayak gitu sih?" tanya Daisy heran dengan Moza.

"Gue gibah juga gak merugikan orang lain. Kenapa emangnya? Lo gak suka?" jawab Marcella.

"Otak udang," semprot Moza.

"Udah kenapa sih, gak usah pakai acara adu mulut segala? Marcella, lo denger ya baik-baik, gue sama Devan cuma temen. Ibarat gue sama Abi. Cuma temen. Kalau lo mau pacarin Devan. It's okay, pacarin tuh dia." Daisy mengambil handphonenya, lalu berlari keluar kelas.

••••

Setibanya di rooftop sekolah, Daisy duduk di kursi kayu panjang untuk menenangkan pikirannya sejenak. Semilir angin menerpa wajah Daisy sehingga rambutnya menutupi wajahnya.

Handphone Daisy tiba-tiba bergetar di tangannya. Setelah dilihat ternyata telepon masuk dari Moza. Setelah selesai merapihkan rambutnya, Daisy menjawab telepon Moza.

"Sy, lo lagi di mana?"

"Jangan telepon gue, Za. Gue lagi pengen sendiri."

"Tapi, Sy..."

DaisyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang