7. Sad no more

46 6 5
                                    

Daisy duduk di saung yang langsung menghadap ke arah kolam renang. Menghabiskan waktu sorenya di taman belakang rumah, memang membuat dirinya tenang sejenak.

Matanya tidak lepas untuk melihat air kolam renang yang beriak karena terkena angin. Baginya hal itu sangat mengasyikkan. Tidak membosankan sama sekali.

Handphone Daisy tiba-tiba bergetar, membuyarkan lamunannya. Daisy mengambil handphonenya. Setelah dilihat, ternyata telepon masuk dari Bulan. Tanpa basa-basi lagi, Daisy menjawab telepon Bulan.

"Halo, kenapa, Bun?"

"Kamu sudah makan siang?"

"Udah kok, Bun."

"Bagus. Jangan telat makan ya, Dek."

"Iya, Bunda."

"Dek, Bunda lagi di Singapura. Bantu-bantu Butik Grandma. Soalnya Butiknya lagi ramai, terus beberapa pegawai sedang ambil cuti. Kamu gak apa-apakan, di rumah sama Bang Daniel?"

"Maaf ya, Bunda baru bisa kabari sekarang."

"Iya gak apa-apa kok, Bun. Ayah ikut ke Singapura juga?"

"Ayah ternyata ada tugas di luar kota, sayang. Pulangnya minggu depan."

"Ke mana?"

"Bali."

"Oh. Yaudah Bunda jaga kesehatan ya, di sana."

"Always kok, Dek. Kamu juga jaga kesehatan ya."

"Iya, Bun."

"Bunda matikan teleponnya ya, sayang. Love you, Adek."

"Love you too, Bun."

Panggilan pun terputus. Daisy menaruh handphonenya kembali di atas saung. Dan kembali ke rutinitasnya—menatap kolam renang. Sudah terbiasa Daisy ditinggal seperti ini untuk urusan pekerjaan.

Daisy terkadang iri dengan Moza karena kedua orang tuanya tidak sesibuk Daisy. Perasaan iri yang timbul mungkin karena efek Daisy sering ditinggal. Sedih memang. Daisy tahu mereka bekerja keras untuk Daisy dan Daniel.

Tetapi apakah mereka tidak bisa menyempatkan waktu untuk tinggal di rumah sejenak atau pergi piknik saat weekend tiba? Sudahlah mungkin ini memang merupakan salah satu takdir.

"Daisy." Hanya sekali panggilan saja, Daisy tersadar dari lamunannya. Daisy menatap ke arah Daniel yang berada di pinggir kolam renang.

"Lo udah pulang ambil laundryan?" Daniel tadi memang sempat pergi untuk mengambil laundry baju kemarin. Entah kesambet makhluk apa, pertanyaan Daisy begitu polos menurut Daniel.

"Logikanya ya, Sy. Kalau gue belum pulang, berarti gua gak ada di sini sekarang."

"Iya juga ya."

"Lo ngapain dah di saung sambil ngelamun? Lagi ngitungin berapa keramik di kolam renang?" tanya Daniel ngaco, masih berdiri di tempatnya.

"Ya ampun receh banget, sial. Gak sekalian aja gitu gue hitung berapa debit air kolam renangnya?" Daisy lagi-lagi tertawa. Sedangkan Daniel hanya tersenyum ke arah Adik satu-satunya itu sambil menggelengkan kepalanya.

🌼🌼🌼

Daisy dan Daniel berada di ruang tamu. Televisi sedari tadi menyala tetapi tidak ada yang menontonnya. Yang menonton televisi sebenarnya adalah Daniel. Tetapi Daniel sedang memesan makanan lewat delivery untuk makan malam mereka berdua.

Kalau Daisy jangan ditanya lagi. Anak ini sedang sibuk dengan handphonenya. Sejak membuka handphone, Daisy kadang-kadang tertawa pelan karena melihat video receh di Instagram.

Tidak jarang Daniel melemparkan Daisy bantal sofa. Tetapi Daisy pun dengan cepat menghindari. Hingga bantal tersebut tidak tepat mengenai sasaran.

"Bang, masih lama pesan makanannya? Gue udah laper nih," ucap Daisy, berpindah posisi menjadi rebahan di single sofa.

"Udah gue pesan. Sebentar lagi nyampe makanannya." Daniel pun ikut rebahan juga di sofa panjang samping Daisy.

"Bi Ratih kapan ke sini lagi sih, Bang? Gue kangen sama opor ayam buatan dia," tanya Daisy. Baru teringat akan asisten rumahnya itu.

"Gak tau. Anaknya lagi sakit, Sy."

"Masa sakit lama banget?"

"Namanya juga sakit, Daisy. Udah deh jangan bawel."

"Iya-iya elah. Lo pesan makanan apa sih, Bang?" Daisy memindah posisi rebahannya menjadi ke samping, ke arah televisi.

"Fast food," jawab Daniel tak berminat untuk berbicara lagi karena sedang MABAR Mobile Legend bersama Arkha.

"McDonald's?" Lagi-lagi Daisy bertanya.

"Warteg. Ya iyalah McDonald's. Lo kalau tanya sekali lagi, gue cancel tuh makanan," ucap Daniel ketus.

"Et dah. Punya Abang gini banget ya," batin Daisy, masih bermain handphonenya, tetapi sedang scroll di Timeline.

"Sy, volume televisinya kurangin. Nanti takut gak kedengeran kalau makanannya udah sampai," ucap Daniel menyuruh Daisy.

Daisy pun melakukan apa yang disuruh Daniel. Remote televisi tidak ada di atas meja. Kini Daisy sibuk mencari remote yang entah di mana keberadaannya.

"Remote di mana sih?" tanya Daisy.

"Di atas meja."

"Ih gak ada," ucap Daisy kesal. Daniel akhirnya berhenti sejenak dari permainannya untuk mencari remote.

Tiba-tiba remote televisi jatuh ke lantai dari sofa Daniel. Untung saja baterainya tidak lepas. Daisy hanya memutar bola matanya malas. Kenapa ia harus susah-susah cari kalau remote tersebut ada di sofa Daniel? Membuang-buang waktu saja.

Daisy kembali pada posisinya, begitu juga dengan Daniel. Setelah mengurangi volume televisi, Daniel kembali MABAR.

Bel rumah tiba-tiba berbunyi. Kemungkinan besar yang datang ada pesanan mereka. Baik Daisy mau pun Daniel, belum ada yang beranjak bangun untuk pergi ke luar rumah.

"Eh, Sy, lo aja sana yang ngambil. Uangnya tuh di atas meja," ucap Daniel menyuruh Daisy.

"Mager gue. Lo aja sana." Daisy yang memang sedang kelewat mager tidak ingin beranjak dari tempatnya.

"Gantianlah. Gue udah pesan, lo yang ngambil."

"Oh gitu?" Dengan malas, Daisy mengambil uangnya dan berjalan keluar, mengambil makanan.

••••

Setelah selesai menyantap makan malam, Daisy kembali masuk ke dalam kamar. Begitu juga dengan Daniel. Besok memang masih hari sekolah, jadi mereka berdua tidak ingin tidur terlalu malam.

🌼🌼🌼

Minggu depan aku ujian praktek gaesss

DaisyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang