15. Saturday night

46 6 6
                                    

Pagi hari ini Daisy masih memakai baju tidur membantu Bi Ratih di taman depan rumah. Daisy membagi tugas dengan Bi Ratih. Bi Ratih yang menyapu taman, Daisy yang menyiram tanaman.

Karena bagi Daisy, menyiram tanaman itu seru. Di sisi lain, ia juga bisa bermain air yang mengalir melalui selang.

"Bi, kapan-kapan masak opor ayam dong. Opor ayam Bibi the best tau," ucap Daisy.

"Siap, Non. Bisa aja nih, Non Daisy." Bi Ratih tersipu malu.

"Gimana anaknya, Bi? Udah sehat?"

"Alhamdulillah, sudah membaik, Non."

"Semenjak Bibi pulang kampung, Daisy jadi kesepian. Semuanya pada pergi. Kalau pun ada Bang Daniel, dia di dalam kamar terus. Keluar cuma saat makan malam aja, kadang-kadang dia pergi sama pacarnya." Daisy jadi curhat colongan sambil menyiram bunga Anggrek.

"Sabar ya, Non." Bi Ratih merangkul Daisy dan mengelus punggung Daisy.

Daisy sudah menganggap Bi Ratih Bunda keduanya di rumah. Karena Daisy sangat nyaman dekat dengan Bi Ratih.

"Sebenarnya Ayah dan Bunda Non juga sayang sama, Non. Mungkin dia sekarang sedang tidak bisa meluangkan waktunya untuk Non dan Den Daniel," ucap Bi Ratih menasihati Daisy. Membuat hati Daisy menjadi tenang.

"Non Daisy jangan sedih lagi, ya. Kan ada Bi Ratih," ucap Bi Ratih, senyum ke arah Daisy. Daisy pun membalas senyuman Bi Ratih.

"Lanjut siram tanaman sama bunganya, Non. Kalau Non Daisy sedih nanti bunganya ikutan sedih juga dan menjadi layu," ucap Bi Ratih sebelum melanjutkan tugasnya.

"Bibi bisa aja." Daisy tertawa renyah.

Dari dalam ruang tamu, Bulan melihat kejadian tersebut. Bulan merasa bersalah kepada Daisy karena tidak bisa menjadi orang tua yang diinginkan oleh sang anak.

"Maafkan Bunda ya, Bang, Dek. Bunda jarang sekali menyempatkan waktu luang untuk kalian."

Hampir saja air matanya terjun bebas ke pipi. Bulan segera menghapus air mata tersebut dan berjalan menuju kamar.

Pintu gerbang terbuka lebar. Ternyata Daniel yang sedari tadi pergi goes di Taman Kota bersama Melody sudah kembali ke rumah. Daniel langsung menaruh sepedanya di depan garasi.

"Alhamdulillah, lo masih ingat jalan pulang," ucap Daisy menjahili Daniel.

"Dih, gue gak amnesia, Bambang." Daniel duduk di kursi teras, meluruskan kakinya. Terlihat jelas wajah Daniel yang penuh dengan keringat karena goes.

Daisy akui, Daniel walaupun dengan keadaan seperti itu, ketampanannya tidak hilang 10.000% pun. Ganteng, pintar, most wanted di sekolah, jago main gitar, jago basket, dan renang. Kurang apalagi coba?

"Kekurangan Abang gue itu kadang ketus dan dingin. Wajar aja sih, soalnya keturunan sifat ayah," batin Daisy.

"Bang, kok gak bawa oleh-oleh?" tanya Daisy.

"Oleh-oleh apaan?" tanya Daniel ketus.

"Bubur ayam depan taman kota, ehe."

"Beli sendiri."

Tiba-tiba ada ide bagus melintas di otak Daisy untuk menjahili Daniel. Daisy pura-pura berjalan menuju keran air, lalu ia matikan. Dengan keadaan selang yang menghadap ke arah Daniel, Daisy langsung menjalankan aksinya.

"Anjay! Sialan lo, Sy. Basah semua gue nih," ucap Daniel memaki-maki Daisy.

"Eh-eh, sorry soalnya kerannya tadi keras banget." Di dalam hati Daisy tertawa puas.

DaisyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang