31. Disappointed

41 6 4
                                    

Devan mengacak-ngacak rambutnya karena frustrasi. Seharusnya tadi sore Devan menemui Daisy di kafe Galaxy. Karena Alesha sedang berada di rumahnya untuk bertemu Devan, membuat Devan tidak enak untuk meninggalkan Alesha.

Kedatangan Alesha juga secara mendadak ke Jakarta. Di sisi lain, Devan juga harus memikirkan perasaan Daisy. Akhirnya, Devan tetap di rumah, mengobrol bersama Alesha dan melepas rindu sejenak.

Setelah Alesha pulang ke rumah yang ada di Jakarta, Devan langsung masuk ke kamar. Handphone Devan sedari tadi memang mati karena baterainya habis. Sekarang baterainya sudah terisi penuh.

Ternyata Daisy tadi menelepon Devan berkali-kali. Membuat Devan makin merasa bersalah. Akhirnya Devan mencoba menghubungi Daisy.

"Van, please angkat telepon gue." Telepon dari Devan belum Daisy jawab sedari tadi. Devan cemas terhadap Daisy.

Devan melempar handphonenya ke atas tempat tidur. Tangannya langsung menyambar hoodie navy miliknya di lemari pakaian dan memakainya. Setelah itu Devan mengambil kunci mobil di atas meja belajar, lalu pergi menuju rumah Daisy.

••••


Bel rumah Daisy ditekan berkali-kali oleh Devan. Tidak lama kemudian Bi Ratih menghampiri Devan sambil berlari kecil.

"Aduh, Den Devan. Non Daisy dari tadi belum pulang ke rumah," ucap Bi Ratih cemas.

"Oh gitu ya, Bi. Tadi Daisy bilang mau pergi ke mana?"

"Bibi kurang tau, Den. Tadi sih Bibi liat dia langsung pergi aja."

"Makasih ya, Bi."

"Iya, Den." Devan langsung masuk ke dalam mobil kembali. Devan menancapkan gas mobil, pergi dari pekarangan rumah Daisy.

Dalam perjalanan menuju gerbang komplek terjadi kemacetan kecil karena ada mobil saling berpapasan di jalan. Karena sedang terburu-buru, akhirnya Devan mencari jalan lain, yaitu memutar arah melewati taman komplek.

Setibanya melewati taman komplek yang sepi, Devan melihat sosok cewek yang sedang duduk di kursi taman. Cewek itu mirip dengan Daisy. Devan memberhentikan mobilnya di sisi jalan dan turun menuju taman komplek.

"Vanila," panggil Devan di hadapan cewek itu yang menundukan kepalanya.

"Devan?" Daisy langsung beranjak dari duduknya, memeluk Devan.

"Van, maafin gue ya." Daisy tidak membalas ucapan Devan. Daisy hanya bisa menangis sejadi-jadinya di bahu Devan.

"Gue cemas sama lo, Dev. Gu-gue takut lo pergi tinggalin gue."

"Gue gak akan pergi. Sekarang jangan nangis lagi ya." Devan mengusap lembut punggung Daisy.

"Lo tadi kenapa gak dateng ke kafe?" Daisy melepaskan pelukannya.

"Alesha dateng ke rumah gue. Dia mendadak datengnya tanpa sepengetahuan gue. Dia bilang pas sampai di Jakarta, dia langsung ke rumah gue. Jadi, gue gak enak tinggalin dia. Maafin gue ya, Van."

"Kenapa gak telepon gue? Biar gue gak harus menunggu lama di kafe, Dev."

"Handphone aku tadi mati. Maafin aku ya." Devan menggenggam tangan Daisy.

"Kamu marah sama aku?" tanya Devan. Tiba-tiba merubah panggilan jadi aku-kamu.

"Gak marah kok. Cuma kecewa aja," jawab Daisy, meredakan sisa tangisannya.

"Maaf ya udah buat kamu kecewa." Devan membawa Daisy ke pelukannya.

"Jangan diulang lagi ya, Dev."

"Iya, sayang." Devan melepaskan pelukannya, mengusap air mata Daisy yang jatuh ke pipi.

"Aku boleh tanya sesuatu ke kamu?"

"Apa?"

"Kamu hanya sebatas sahabat aja, kan? Sama... Alesha."

"Just a best friend. Aku anggap dia udah kayak Adek sendiri. Jadi, kamu gak usah cemburu sama dia."

"Itu kamunya. Belum tentu Aleshanya menganggap kamu cuma sahabat aja."

"Oh ok."

"Aku anter pulang yuk. Udah mau malam." Devan menggandeng tangan Daisy, lalu berjalan menuju mobil.

🌼🌼🌼

20:25 Wib

Kunang-kunang menjadi teman baru Daisy di rumah. Setiap malam hari, Daisy menyempatkan waktu memandangi kunang-kunang di atas balkon kamarnya.

Di dalam stoples kaca ada lima kunang-kunang. Kunang-kunang tersebut mengeluarkan cahaya indah yang menerangi kegelapan di malam hari.

"Dev, pasti tangkap kunang-kunangnya susah ya?"

"Hal yang tadinya susah kalau memang untuk lo, tiba-tiba hal itu berubah menjadi mudah. Karena gue melakukannya pakai hati dan kasih sayang." Jujur saja Daisy ingin memeluk Devan sekarang juga. Devan ternyata memang sesayang dan secinta itu dengan Daisy.

"Huhuhu, you very so sweet, Dev."

Daisy tersenyum mengingat kejadian tempo hari pada saat Devan pertama kali memberi Daisy kunang-kunang.

Angin malam hari berhembus kencang. Handphone Daisy berbunyi di atas meja balkon. Daisy langsung mengambil handphonenya. Devan ternyata menelepon Daisy. Daisy pun menjawab telepon Devan.

"Lagi apa?"

"Di balkon sambil liat kunang-kunang."

"Tidur sana. Udah malam."

"Belum ngantuk."

"Mau gue nyanyiin lagi kayak waktu itu?"

"Haha, gak usah kali."

"Besok pagi gue jemput. Kita berangkat bareng ke sekolah."

"Ok. Datangnya jangan kepagian."

"Gue datang jam delapan aja nih?"

"Gak gitu juga kali, haha."

"Gitu dong ketawa. Gue lebih seneng liat lo bahagia gini daripada kayak tadi."

"Hm... Dev?"

"Ya?"

"Gak jadi deh. Bingung mau ngomong apa."

"Gu-gue matiin ya teleponnya."

"Oh ok. Goodnight, Van."

"Iya."

Daisy menekan tombol merah. Tiba-tiba ia menjadi canggung berbicara dengan Devan. Daisy masuk ke dalam kamar dan menutup pintu balkon.

🌼🌼🌼

DaisyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang