34. Epilog

73 7 12
                                    

Di antara jari telunjuk dan jari tengah, cowok itu mengapit sebatang rokok. Lalu mengisap benda tersebut. Tidak ada satu menit, asap dari rokok itu dikeluarkan melalui mulut.

Ini adalah bentuk pelarian setelah dirinya diputuskan dua minggu lalu oleh seseorang yang sangat ia sayangi dan cintai. Cowok ini adalah Devan. Sikap Devan benar-benar berubah 180° setelah diputusin Daisy. Diwaktu sore sepulang sekolah, Devan menyempatkan untuk merokok di balkon kamarnya.

Sejauh ini Nara belum mengetahui kalau Devan merokok. Devan sudah ingkar janji kepada Nara karena telah merokok. Kalau sampai tercyduk oleh Nara langsung, siap-siap saja uang jajan distop.

Handphonenya di atas meja balkon berbunyi dan bergetar. Devan menghampiri meja dan mengambil handphonenya untuk mengangkat telepon dari Abi.

"Halo?"

"Nongkrong di wartuy sini, Dev."

"Mager gue. Kapan-kapan ajalah."

"Oh, ya udah."

Panggilan sudah terputus. Devan menaruh kembali handphonenya dan duduk di kursi balkon sambil merokok lagi.

"Woy Devan?! Lo tolol, goblok, atau bego sih? Lo mau mati muda?!" semua makian serta kata-kata kasar Alesha keluarkan saat melihat Devan sedang asik sendiri merokok.

Alesha langsung berlari menghampiri Devan, mengambil rokok dari jari Devan, dan menginjaknya di lantai balkon secara kasar.

"Alesha, lo apa-apaan sih?!" Devan benar-benar marah pada Alesha.

"Lo yang apa-apaan! Semua masalah pasti ada jalan keluarnya. Tapi bukan dengan cara merokok kayak lo, bodoh." Alesha menjitak kening Devan, berharap Devan sadar akan kelakuan yang telah dia perbuat.

"Ck, ngapain sih ikut campur urusan orang?!" Devan malah makin menjadi-jadi.

"Kok lo malah nyolot gitu sih? Bukannya mau ikut campur. Tapi gue itu peduli sama lo, anj. Gimana kalau Ibu lo tau? Pasti dia sedih liat anaknya kayak gini. Gue tau lo habis putus sama Daisy. Tapi gak gini juga caranya, bangsat."

"Sha, gue masih sayang sama Daisy. Tapi kenapa kita harus pisah?!" Kepala Devan langsung tertunduk. Air matanya pun perlahan jatuh.

"Devan secinta itu ya sama Daisy. Diputusin sama Daisy aja hidupnya langsung ambyar. Gue sedih liat lo kayak gini, Dev. Mungkin gue harus melupakan lo, Dev. Gue emang ditakdirkan sebatas sahabat aja sama lo. Gak lebih. Hati lo emang buat Daisy seorang. Gue baru liat lo nangis-nangis gini akibat diputusin cewek."

"Iya gue tau kok lo sayang banget sama Daisy. Saking sayangnya sampai lo mau merusak diri sendiri dengan cara merokok." Alesha berjalan, lalu duduk di kursi depan Devan.

"Dev-Dev. Oh iya lupa, inikan bukan Devan. Setau gue Devan itu cowok yang gak pernah merokok, baik, gak pernah marah-marah. Ini di depan gua kayaknya makhluk tak kasat mata."

"Iya-iya, gue ngaku kalau gue salah. Salah besar malah. Puas lo?" Devan akhirnya membuka suara.

"Pengakuan ini ke mana aja, man? Giliran sekarang baru bilang. Gue yakin, Daisy pasti sedih kalau tau lo merokok."

"Hm."

"Untung aja gak pergi ke club. Kalau sampai pelarian lo ke sana alasannya cuma karena cewek, gue gak mau ketemu lagi sama lo. Tapi sebelumnya lo gue abisin dulu pake jurus karate yang gue kuasai."

"Ya kali gue ke sana. Bisa dikeluarkan dari kartu keluarga sama Ibu."

"Lo ngapain sih sore-sore ke sini?" tanya Devan ketus.

DaisyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang