25. Martabak manis

44 6 3
                                    

Pulang sekolah, Devan tidak langsung kembali ke rumah. Devan mampir dulu ke Starbucks bersama Abi dan Ditya. Sebenarnya tadi ada Achel. Tetapi Achel sudah pulang duluan.

Sebelum ke sini, Ditya tadi mengajak mereka ke wartuy. Iya, warung santuy adalah nama warung yang kemarin Devan datangi pertama kali. Karena Abi dan Achel tidak setuju, Devan yang hanya ikut saja, Ditya akhirnya mengalah ikut ke Starbucks.

Abi dan Ditya sedang asik MABAR FF. Devan tidak ikut bermain karena malas. Devan pun memilih untuk mengirimkan pesan ke Daisy.

Devan Nathan Ganendra : Van? Masih hidup?

Devan Nathan Ganendra : Ck, tumben banget lo. Biasanya gercep banget balas chat gue.

Devan Nathan Ganendra : Woyy, Van?

"Ah elah, bego banget. Kalah gue anjay," ucap Abi kesal karena kalah dengan Ditya.

"Lagian nantang gue," ucap Ditya songong.

"Lagi chatan sama siapa lo, Dev?" Devan mengangkat kepalanya ditanya Abi.

"Temen," jawab Devan singkat.

"Pacar kali," ledek Ditya.

"Gak punya pacar gue," ucap Devan tertawa kecil.

"Parah bet dah, Daisy gak dianggap sama sekali," ucap Abi ngaco.

"Dev, kamu tuh jahat ya. Jadi selama ini kamu anggap aku apa?" Ditya berakting seakan-akan jadi Daisy. Selang beberapa menit mereka bertiga tertawa. Mereka juga sempat mengundang perhatian karena berisik.

"Kocak banget lo, njay," ucap Devan.

"Akting lo bagus juga, Nyet," semprot Abi.

"Apa sih yang gue gak bisa?" tanya Ditya bangga.

"Nyesel gue muji lo, Dit," jawab Abi.

"Kok gue tiba-tiba keingetan Daisy, ya? Aneh banget handphone gue kalau dia gak kirim pesan. Berasa gak ada kehidupan di handphone gue," batin Devan.

"Gue cabut duluan ya." Devan mengambil handphonenya di atas meja, beranjak dari duduknya.

"Buru-buru banget lo," ucap Abi.

"Ada urusan."

"Halah, sok sibuk lo," semprot Ditya.

"Yaudah, gue cabut bro."

"Yoi." Devan pun berjalan keluar Starbucks menuju tempat parkir mengambil mobil.

••••

Devan menekan bel rumah Daisy di samping gerbang. Di tangannya terdapat satu kotak martabak. Sebelum ke sini, Devan memang menyempatkan diri mampir membeli martabak. Martabak manis rasa cokelat keju. Devan berharap Daisy menyukai martabak ini.

Tidak lama kemudian Bi Ratih menghampiri Devan dan menyuruh Devan duduk di sofa ruang tamu. Bi Ratih pergi ke kamar Daisy menyuruh Daisy turun menemui Devan.

Devan mengedarkan pandangannya menatap isi ruang tamu. Di dinding ruang tamu ada berapa foto keluarga, foto Daisy waktu kecil, foto Daniel, dan masih banyak lagi.

"Maaf Den, Non Daisynya lagi gak mau diganggu dulu," ucap Bi Ratih yang sudah kembali.

"Oh gitu ya, Bi. Devan titip ini buat Daisy." Devan memberi martabak tersebut ke tangan Bi Ratih.

"Iya, Den, makasih ya."

"Sama-sama, Bi. Devan pamit pulang dulu," ucap Devan sopan, tetap tersenyum walau agak sedikit kecewa karena Daisy tidak menemui dirinya.

"Hati-hati ya, Den." Devan melangkah keluar dari rumah Daisy. Ketika langkahnya tepat di depan garasi, Daisy memanggil namanya.

"Dev!" Devan memutar badannya, menghadap ke arah Daisy.

"Vanila?" Devan berjalan menghampiri Daisy di depan pintu.

••••

Di balkon rumah pohon Daisy, mereka berdua awalnya sama-sama diam. Duduk berdua tanpa suara. Akhirnya Daisy yang memulai obrolan.

"Kenapa masih pakai seragam sekolah?" Daisy menoleh ke Devan.

"Habis pulang sekolah langsung mampir dulu ke Starbucks bareng Abi, Ditya, sama Achel."

"Oh."

"Lo kok tumben sore ini rapih banget? Mau pergi ke mana?" Devan menoleh ke Daisy.

"Gak ke mana-mana. Gue pakai baju kayak gini tadi sempat pergi ke mal."

"Sendiri?"

"Iya. Ke sana cuma cari sneakers. Terus gak jadi deh. Yaudah akhirnya gue pulang aja."

"Kenapa gak jadi?"

"Gak kenapa-kenapa."

"Lo kenapa gak balas chat gue?" tanya Devan, menaikkan alisnya.

"Gak sempat buka handphone, hehe."

"Lo tumben banget sore-sore ke rumah gue? Bawa martabak lagi." Kini Daisy berbalik tanya.

"Sebenarnya gue itu pengen ketemu lo, Van."

"Emangnya gak boleh?" tanya Devan, wajahnya agak memelas.

"Ya bolehlah," jawab Daisy, tertawa renyah.

"Eh, gue makan ya martabaknya." Sebelum ke rumah pohon, Daisy memang membawa martabak itu. Daisy membuka kotaknya, lalu memakan martabaknya.

"Sumpah, enak banget, Dev," ucap Daisy, masih mengunyah.

"Makan dulu, baru ngomong," ucap Devan tersenyum, mengusap puncak kepala Daisy.

"Martabaknya manis, Dev. Terus kejunya juga enak," komentar Daisy diakhir mengunyah.

"Iya manis, kayak lo Van."

"Lo mau cobain gak?" tawar Daisy.

"Buat lo aja."

"Oh ok."

"Van?" panggil Devan.

"Kenapa?" Ibu jari Devan mendekat ke sudut bibir Daisy. Pandangan mereka berdua terkunci beberapa menit.

"Ta-tadi di sudut bibir lo ada keju," ucap Devan kikuk seperti orang salah tingkah.

"Ah elah, lucu banget sih lo kalau salting kayak tadi. Gemas banget woy," batin Daisy bersama dengan halunya yang semakin menjadi jadi.

"Dev, lo punya Instagram gak?" tanya Daisy random.

"Oh iya! Waktu itukan gue sempat stalkerin akun dia. Tapi gak ketemu!"

"Punya."

"Follow akun gue dong." Devan mengeluarkan handphone dari saku celana seragamnya, membuka instagram.

"Nama akun lo apa?" tanya Devan.

"Dai.sylx."

"Udah gue follow." Devan memasukan kembali handphonenya.

"Thanks yaw."

"Huaaa, gak sabar buat cek handphone. Setelah sekian lama, akhirnya ketemu juga akun Dev."

🌼🌼🌼

DaisyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang