Ayam sudah mulai berkokok, dan burung sudah mulai berkicauan. Sinar matahari pagi menyorot masuk melalui celah-celah jendela, membuat sang pemilik kamar terusik dalam tidurnya. Tampak seorang gadis mengerjapkan matanya. Berusaha beradaptasi dengan sinar matahari.
Setelah mengumpulkan nyawanya beberapa saat, ia beranjak dari tempatnya dan segera menyiapkan diri untuk pergi ke sekolah. Mengingat sekarang hari Senin dan akan ada upacara bendera, ia harus bergerak cepat jika tidak ingin terjebak macet.
Klik.
Bunyi jepitan rambut berwarna hitam dengan hiasan bunga diatasnya sudah terpasang sempurna di surai lembutnya. Setelah merapihkan penampilannya, ia segera keluar kamar untuk melakukan sarapan pagi.
Baru saja melewati beberapa anak tangga, suara yang selalu bergema diseluruh penjuru rumah setiap paginya kian berbunyi. "NATA, AYO SARAPAN. NANTI TELAT, LOH!"
Nata menanggapi suara Mamanya dengan dehaman halus, walau ia tak yakin akan terdengar oleh sang mama.
Sesampainya di meja makan, ia menarik salah satu kursi dan melirik Mamanya yang tengah sibuk menyiapkan sarapan. "Pagi, Ma," sapanya.
"Pagi juga, sayang," balas Anggi dengan senyum hangatnya. Ia mengisi piring kosong putrinya dengan roti berisi selai coklat favorit Nata. "Hari ini mau bawa bekal?" Nata menggeleng.
"Papa, mau ketemu kamu," ucap Anggi membuka topik pembicaraan.
Nata menaikkan sebelah alisnya. "Ngapain?"
Pandangan Anggi beralih pada putri semata wayangnya. "Ada hal penting yang mau diomongin sama kamu."
"Males," jawab Nata.
"Loh, jangan—" ucapan Anggi terpotong.
Nata menatap Mamanya dengan sorot mata sendu. Mata yang dulu selalu berbinar memancarkan keceriaan, kini sudah hilang ditelan oleh sang waktu. "Cukup, Ma! Apa lagi yang mau diomongin? Pernikahan Papa sama wanita itu?" Selanya, dengan memberi pertanyaan kepada Mamanya.
Tin tin.
Baru saja Anggi ingin membuka mulutnya, terdengar suara klakson mobil dari luar rumah. Mendengar itu, Nata menyelesaikan sarapannya. Kemudian menatap Mamanya-yang sejak tadi tidak mengalihkan pandangan dari dirinya.
Ia menghembuskan napas pelan. "Sampai kapanpun Nata gak akan pernah setuju, Ma. Udah cukup keluarga ini hancur."
"Nata, berangkat dulu," ia menyalimi tangan Mamanya dan segera melangkah ke pintu utama. Meninggalkan Mamanya yang kini sudah meneteskan air mata. Anaknya benar. Sudah cukup keluarga ini hancur, jangan dibuat semakin hancur. Lagi.
☸☸
Seorang anak laki-laki dengan alis tebal serta kacamata bertengger di hidungnya, membuat penampilannya terlihat manis-masih asik dengan ponselnya sampai tidak menyadari orang yang sedari tadi ia tunggu sudah berdiri di sampingnya.
"Ekhem," suara dehaman menyentak anak laki-laki itu dan refleks ia menoleh ke sumber suara. Tak lama ia menampilkan cengiran khasnya, "udah lama?"
Nata menatap malas lelaki di depannya, jika dia bukan sahabatnya sudah dari tadi ia menendang tulang kering anak itu. Namun ia masih ingat, lelaki di depannya ini cukup penting untuknya. Oleh karena itu, ia menahannya.
Melihat raut wajah Nata yang mulai jengah, ia menghentikan cengirannya. "Oke oke, kita berangkat sekarang," ucap Galen.
Galen Sayudha. Sahabat Nata sejak awal masa putih abu-abu, hobinya menggoda Nata setiap ada kesempatan. Mereka juga berada dikelas yang sama, 12 IPA 1. Sudah cukup lama ia menjabat sebagai sahabat Nata, namun kerap ia merasa bahwa masih ada jarak diantara mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Au Revoir
Teen Fiction❝Mungkin tokoh dalam kenangan akan pergi. Tetapi kenangan tidak akan pernah pergi sejauh apapun tokohnya melangkah, bukan?❞ __________ Aku merindukannya, sangat. Tetapi dengan mengingat segala hal tentangnya, kurasa itu bukan pilihan yang tepat. Mem...