03 - Sebuah Rasa

134 61 98
                                    

Yang ku tau
Kisah ini belumlah berlalu
Hanya diberi peluang untuk merindu
Hingga menjadi sebatas figuran yang berlalu
Dengan akhir harapan semu

Yang menyayangimu, selalu
-G

☸☸

Nata menghembuskan napas gusar. Surat yang tergeletak di meja belajarnya tadi malam—pasti itu paket yang dimaksud oleh Mamanya. Bukan hanya surat yang ia dapat, tetapi juga setangkai bunga mawar yang sudah mengering.

Entah apa maksud itu semua. Belum lagi isi surat yang membuatnya hampir tidak bisa tidur semalaman. Dan juga inisial huruf—yang kemungkinan adalah awalan nama si pengirim.

Tetapi siapa? Siapa orang dengan nama berinisial G. Nata memijat keningnya yang berdenyut. Akibat tidak bisa tidur semalam, sekarang ia jadi tidak fokus mengikuti pembelajaran.

Dan ia berakhir disini—kantin sekolah yang nampak sepi karena hampir seluruh murid berada dikelas, kecuali dirinya. Nata tidak bermaksud untuk membolos, ia dikeluarkan dari kelas karena tidak sengaja tertidur saat jam pelajaran Pak Mamat—guru Matematika berkepala plontos yang juga menjabat sebagai guru BK.

Nata menelungkupkan kepalanya diatas meja. Ia sangat bosan berada disini. Bahkan kedua temannya—Galen dan Zura—masih berada di kelas tanpa ada yang mau menemaninya disini. Dihadapannya ada segelas susu coklat dingin, tapi tetap saja tidak membuatnya berselera.

"Udah cukup lo tidur dikelas, Nat. Jangan tidur dikantin juga, dong!"

Suara seseorang menyeruak masuk kedalam indra pendengaran Nata. Perlahan ia mengangkat kepalanya, dan menoleh ke sumber suara yang sekarang sudah duduk manis di depannya. Ya, siapa lagi jika bukan Galen.

Tunggu! Galen; sebuah nama yang awalan hurufnya sama dengan pengirim surat tadi malam. Apa mungkin dia pengirimnya? Nata menelisik penampilan Galen dari atas sampai bawah.

"Heh! Ngapain lo liatin gue kayak gitu?" ujar sang Empu—yang kelihatannya risih dengan sikap Nata.

Nata menggelengkan kepala. Tidak, bukan Galen! Terlalu menggelikan untuk cowok berkacamata itu menulis sebuah surat. Apalagi dengan rentetan kalimat yang terdengar tidak biasa. Bahkan dirinya sendiri tidak mampu menangkap maksud dari surat itu.

Galen yang melihat sahabatnya melamun, lantas mengetuk pelan kening gadis itu. "Jangan kebanyakan melamun!"

Nata meringis. Ia mengusap keningnya yang menjadi sasaran tangan sahabatnya. "Biasa aja, dong!"

"Siapa suruh lo melamun mulu. Mikirin yang aneh-aneh ya, lo?" tanya Galen, dengan mata memicing curiga.

"Jangan ngaco!" sentak Nata.

"Tapi—"

Belum sempat Galen menyelesaikan kalimatnya, sebuah suara lain memotongnya. Lantas membuat perhatian kedua sejoli itu teralihkan.

"Hai, semua!" sapa gadis, dengan kuncir kuda yang tak pernah absen dari kepalanya. Zura meletakkan nampan berisi makanan keatas meja mereka. "Sorry lama, ngantri banget soalnya," keluhnya.

Au RevoirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang