05 - Janji Kelingking

139 43 75
                                    

Nata mengusap lengannya sedikit kasar. Entah dia yang begitu perasa, atau memang malam ini angin berhembus sedikit kencang. Ia merutuki dirinya yang tidak memakai baju panjang.

Belum lagi sang pemilik yang melajukan motornya dengan kecepatan diatas rata-rata—membuat angin malam menusuknya hingga ke tulang. Bohong jika Nata tidak ingin memeluk punggung tegap di hadapannya—mencari kehangatan.

Tetapi ia cukup sadar kalau atmosfer diantara mereka sedang tidak mengenakkan. Tepatnya setelah kalimat yang ia lontarkan menjadi penutup pembicaraan mereka di festival tadi.

Berkali-kali juga Nata berpikir, apa kesalahan yang sudah ia perbuat? Apa perkataannya tadi ada yang salah? Nata rasa tidak ada yang salah. Semua sudah sesuai.

Terdengar suara petir yang bersahutan, disusul dengan air hujan yang turun secara bersamaan. Membuat mereka menepi untuk berteduh di sebuah toko kecil—yang nampaknya sudah tutup.

Nata segera berlari ke dalam toko untuk melindungi diri. Diikuti dengan Galen yang meletakkan telapak tangannya di atas kepala, guna menghalau air hujan.

Nata mengusap rambutnya yang sedikit basah. Bahkan sebagian bajunya pun turut basah terkena air hujan. Galen melirik gadis disebelahnya yang asik dengan dunianya sendiri.

Galen mengulurkan tangan ke surai lembut sahabatnya. "Sini, biar gue aja."

Nata menggeleng. Ia tidak lupa kalau sedari tadi Galen mendiaminya. "Gue bisa sendiri." Ia kembali melanjutkan aktivitasnya yang tertunda.

Galen berdecak. Menarik gadis itu agar lebih dekat dengannya. "Nurut sedikit, bisa gak?!" sentaknya, sembari menyingkirkan tangan Nata.

Galen mengusap lembut rambut Nata. Bahkan ia juga meniup pelan surai lembutnya—agar sedikit lebih kering. Nata memutar bola matanya malas menghadapi sikap protektif sahabatnya. "Galak banget," gumamnya tanpa sadar.

"Kenapa?"

Nata tersadar. Ia menutup mulutnya dan memukulnya pelan. Sial, ia kelepasan!

Nata menggeleng cepat, "gapapa."

Terjadi keheningan diantara kedua sejoli itu. Hanya rintikan hujan yang terdengar. Biasanya di manapun mereka berada, keheningan tidak pernah hadir diantara keduanya. Aksi konyol Galen selalu berhasil membuat suasana hening menjadi lebih hidup.

Tetapi kini, Galen seperti sedang tidak berselera untuk melakukan aksi konyol. Daritadi ia hanya diam—fokus mengeringkan rambut Nata.

Nata tidak suka suasana seperti ini. Ingin rasanya ia membangkitkan suasana, tetapi ia tidak tau bagaimana caranya. Bukannya membangkitkan suasana, justru malah memperburuk suasana.

Nata mendongakkan kepalanya. Menatap cowok berkacamata itu. "Len, kenapa?"

Mendengar pertanyaan ditujukan padanya, Galen menundukkan sedikit pandangannya. Keningnya berkerut bingung, "apanya?"

"Lo kenapa?"

"Gue gapapa."

Nata mendelik. "Bohong!"

Galen mengedikkan bahu acuh. "Emang."

"Ih, Galen! Serius," Nata memukul pelan bahu cowok berkacamata itu.

Au RevoirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang