07

22 1 1
                                    

Sudah seminggu setelah kecelakaan itu terjadi dan aku masih merasa bersalah akan hal itu. Di sekolah pun, aku tak konsen untuk mengikuti pelajaran.

Jam istirahat pun tiba, aku yang seperti tak memiliki semangat hidup hanya bisa berdiam diri dikelas.

Tak berselang lama, Aldo pun datang ke kelasku. Dari raut wajahnya, aku dapat menebak bahwa dia mengkhawatirkanku. Aku pun berjalan mendekatinya.

"Mau apa kamu?" Tanyaku.

"Yeee, khawatir sama temen sendiri emangnya gak boleh?" Ucap Aldo.

"Kalau kamu ngerasa bersalah gara gara Mas Ben masuk Rumah Sakit, kamu salah besar sya" Ucap Aldo.

"Dia masuk rumah sakit, gara gara kecerobohan dia sendiri sya. Kalau dia tau kamu sampe kayak gini, sedih dia" Lanjutnya.

Mataku mulai berkaca kaca.

"Hadeuh, yaudah gini deh, kita ke rumah sakit jenguk Mas Ben aja gimana?" Ucap Aldo.

Aku pun mengangguk.

"Janji ye?" Tanyaku.

"Iya"

Jam istirahat pun telah selesai. Aku yang kembali bersemangat, bisa mengikuti pelajaran dengan baik.

Disaat semuanya selesai, aku pun pergi ke kelasnya. Aldo yang sadar akan keberadaanku langsung mengambil tas dan menghampiriku.

"Sya, tunggu ya, temenku ada yang mau ikut soalnya" Ucap Aldo.

"Siapa?" Tanyaku.

"Wanda" Ucapnya.

Karena bosan, aku pun mengambil ponsel dari tasku dan mulai memainkan game.

Tak berselang lama, ponsel Aldo berbunyi.

"Bentar ya sya" Ucapnya.

Aku tak menghiraukan itu dan terus melanjutkan game yang sedang aku mainkan.

"Sya, kita duluan aja, wanda masih ada kelas tambahan katanya" Ucap Aldo.

"Temenmu berarti orang bodoh" Ucapku sambil tertawa.

"Dasar"

Saat mendekati gerbang sekolah, Aldo mengeluarkan dompetnya dan terlihat mukanya berubah pucat.

"Kenapa?" Tanyaku.

"A-ah? Gpp kok" Ucap Aldo.

Aku pun merebut dompetnya dan melihat isi didalamnya.

"Hahaha... Do, lu sekolah di bekelin gak sih? Masa uangnya cuman ada 20 ribu?" Ucapku sambil tertawa.

"Y-ya mau gimana lagi? Lu kan tau gw tuh tukang makan" Ucap Aldo.

"Yaudah, make duit gw aja dulu, tapi entar di ganti ya? Awas aja gak di ganti, lepas tu pala dari badan" Ancamku.

Kami pun berjalan menuju halte bus. Sambil menunggu bus datang, aku pun mulai memainkan game yang tadi tertunda.

"Kalau ada orang disamping tuh ajak ngobrol kek, ini malah di diemin" Keluh Aldo.

"Iyeiye... Yaudah, gimana tadi dikelas gak ada Nana?" Tanyaku.

"Gak ada si ben maksudnya? Ya gw sih kesepian, temen gw cuman dia soalnya" Ucap Aldo.

Tak lama kemudian bus pun datang.

"Yuk naik" Ucapku mengulurkan tangan.

"Yaudah ayo, gak usah ngulur tangan juga kali sya" Ucap Aldo

"O-oh iya ya" Ucapku.

Karena melakukan hal yang memalukan, pipiku menjadi merah.

Selama diperjalanan menuju rumah sakit, tak ada percakapan yang terjadi. Aku sibuk dengan game yang aku mainkan dan Aldo sibuk dengan ponselnya.

"Eh sya, nama rumah sakitnya apa? Soalnya tadi ngelewat Rumah Sakit Elizabeth" Ucap Aldo.

"Hah?! Kok gak ngasih tau? Kelewatan bodoh" Ucapku menarik tangan Aldo untuk keluar dari Bus.

Setelah turun, aku pun memarahi Aldo.

"Kamu sih, liatnya ke hp mulu, jadi kelewatkan?! Untung aja gak terlalu jauh" Ucapku.

"Lah? Kamu sendiri main game kan?" Ucap Aldo.

"I-iya sih. Udah ah, ayo ketemu nana" Ucapku menarik tangan Aldo.

Saat sampai di pintu masuk, kami pun langsung menuju resepsionis.

"Mba, maaf, kalau pasien yang namanya Bernard Kusuma Dinata ada gak?" Tanyaku.

"Sebentar ya mba"

Setelah menunggu beberapa akhirnya ketemu.

"Ada di Ruang Melati nomor 31, ngomong ngomong, kalian keluarganya?" Tanya mbanya.

"Ah enggak mba, kita temennya. Kita kesini mau jenguk dia, udah seminggu gak masuk sekolah soalnya" Ucapku.

"Oh yaudah, mari saya antar ke kamarnya" Ucap mbanya.

Kami pun mengikuti mba tersebut menuju kamar Bernard.

"Lu bukannya waktu itu nemenin dia di rumah sakit? Kok gak tau sih kamarnya si ben sih??" Ucap Aldo pelan.

"Gw gak liat kamarnya waktu itu, langsung main masuk aja" Jawabku.

"Ini mba kamarnya, saya tinggal ya mas mba" Ucap mbanya.

"Makasih ya mba" Ucapku.

Aku berada di depan pintu kamar bernard. Ingin sekali rasanya masuk, tapi entah mengapa badanku tak mampu melakukan hal tersebut.

"Kenapa sya?" Tanya Aldo.

"A-ah gpp do" Ucapku.

Aldo yang melihatku cemas langsung memegang tanganku. Aku terkejut dan langsung menatapnya.

"Kita udah disini loh, kok malah diem aja sih? Ayo masuk" Ucap Aldo seraya membuka pintu.

"Permisi"

Aku dan Aldo dapat melihat Bernard yang masih terbaring lemah dikasur. Kami pun mendekati bernard.

"Ben, kabar gimana? Baik kah? Ya kalau baik sih bagus lah. Lu tau gak? Anak anak kelas khawatir sama lu, ya gw juga sih. Jangan kelamaan ada di alam mimpi ben, entar lu keenakan" Ucap Aldo panjang lebar.

Aku dapat merasakan kekhawatiran dan kegelisahan yang dialami Aldo selama tak ada Bernard.

"Do, jangan bilang ka-"

"Sstt... Daripada ngekhawatirin aku, mending kamu ucapin sesuatu ke ben, semoga aja cepet sadar dia" Ucap Aldo.

Aku pun mengangguk.

"Khusus nana nih ya" ucapku seraya mengambil nafas panjang.

"Kapan kamu mau tidur aja sih?! Aku kangen kamu di sekolah tau gak?! Mau sampe kapan tidur terus?! Sampe lulus sekolah gitu?! Hah?! Bisa aja bikin aku khawatir tuh!! Bangun na!! Bangun!! Udah pagi wey!" Ucapku.

Aldo kaget melihatku seperti tadi.

"Emm... Sya? Gak salah? Kamu marahin orang yang lagi koma loh, entar kalau dia kenapa na-"

Ucapan Aldo terhenti saat melihat Bernard membuka mata.

"Di-dimana aku?"

I Am HereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang